Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya: Hanya RAPP yang Tidak Patuh

22 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH rencana kerja usahanya dinyatakan ilegal, Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tidak boleh menanam ulang di area konsesinya. Tapi kabar yang menggelinding menyebutkan anak usaha Royal Golden Eagle milik Sukanto Tanoto itu sama sekali tidak boleh beroperasi. Batalnya pengesahan rencana kerja itu menjadi polemik dalam dua pekan terakhir. Padahal, "RAPP kami beri sanksi karena dia tidak mau melakukan perubahan rencana kerja," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu pekan lalu. "Tapi mereka koar-koar mengatakan izinnya dicabut." Selama wawancara, Siti ditemani sejumlah pejabat eselon I, di antaranya Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono.

Banyak perusahaan, termasuk Riau Andalan Pulp and Paper, mengeluhkan aturan restorasi gambut....

Pada 2015, kita kebakaran habis-habisan. Kalau mau melihat kelakuan perusahaan, kita mesti melihat berapa kali kebakaran hutan berulang di tempat yang sama. Dari semua perusahaan pemegang izin HTI (hutan tanaman industri), ada 99 perusahaan yang area konsesinya masuk kawasan gambut. Mereka harus merevisi rencana kerja usaha sesuai dengan panduan pemerintah. Yang terjadi dengan Riau Andalan Pulp and Paper, mereka tidak mau melakukan tata ulang rencana kerja usahanya demi ekosistem gambut.

Apa alasan mereka menolak?

Saya melihatnya mereka tidak mau repot dan khawatir kehilangan konsensi di lahan gambut. Apalagi, dari 338 ribu hektare konsensi yang dimiliki, baru 200-an ribu hektare yang dimanfaatkan.

Berapa luas konsensi RAPP di lahan gambut?

Kurang-lebih 30 persen dari total konsesi. Tapi rata-rata perusahaan HTI itu hanya sanggup menggarap efektif 40 persen.

Dengan aturan gambut baru, RAPP akan kehilangan 30 persen konsesi mereka?

Tidak kehilangan. Tapi kami minta mereka mengganti jenis tanaman. Rencana kerja usaha perusahaan itu harus disahkan. Sebetulnya RAPP diberi sanksi karena tidak mau mengubah rencana kerja. Tapi mereka mengatakan izinnya dicabut. Hari ini saya menerima banyak pesan WhatsApp. Isinya meminta saya mengesahkan lagi RKU (rencana kerja usaha) RAPP yang lama. Ada ratusan pesan yang isinya sama persis. Sebaliknya, industri sawit tidak ada masalah dengan kewajiban menjaga kawasan gambut mereka. Padahal mereka yang semula ketakutan. Di HTI, Asian Pulp and Paper (APP/Sinar Mas Group) sudah berkomitmen mengikuti aturan. Pemerintah telah mengesahkan RKU sembilan perusahaan di bawah APP. Saya tidak mengerti kenapa RAPP begini.

Bambang Hendroyono: Kami harus membatalkan rencana kerja RAPP yang lama karena mereka berjanji memenuhi peraturan. Tapi nyatanya menolak dan meminta RKU versinya sendiri disahkan. Kami tidak pernah mencabut izin. Tapi, bila satu tahun tidak punya RKU, izin dicabut. Itu aturannya.

Industri berargumen, ketentuan baru ini mengancam kelangsungan usaha....

Apa pun kesulitan dunia usaha, kami memberikan fasilitas. Kalau mau cepat, pakai fasilitas lahan pengganti. Kami carikan di tanah mineral. Kalau area gambut mereka di kawasan budi daya, tidak ada masalah.

Bagaimana bila lahan pengganti terlalu jauh dengan lokasi semula?

Itu risiko. Masak, karena itu rakyat harus dipertaruhkan menghirup asap?

Berapa kali RAPP mengajukan RKU dan berapa kali ditolak?

Mereka terus melawan, tidak mau mengikuti panduan, maunya menggunakan versinya sendiri. RAPP tidak boleh mempermainkan harga diri bangsa dan rakyat. Pemerintah harus membela kepentingan semua. Tapi, kalau mereka enggan, tidak mau tahu, ya, susah.

Dari 99 perusahaan HTI yang diminta merevisi rencana kerja, apa hanya RAPP yang melawan?

Hanya grup RAPP dan mitranya yang tidak mengikuti aturan. Perusahaan lain sedang proses revisi.

Apakah bos RAPP pernah bertemu dengan Anda membicarakan masalah ini?

Saya pernah mengundang petinggi RAPP, termasuk Anderson Tanoto- anak bungsu Sukanto Tanoto, pemilik Royal Golden Eagle, induk usaha RAPP- di Hotel Santika, Jakarta, pada 1 Oktober 2016. Saya meminta dia mengantisipasi persoalan gambut ini. Semuanya harus melakukan konfigurasi bisnis. Sinar Mas juga saya undang. Dalam diskusi formal itu, RAPP mengatakan akan patuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus