PARA pengusaha dicoba digairahkan dengan cara lain Keputusan Menter Keuangan Radius Prawiro 9 Agustus, yang diumumkan pekan lalu menentukan bahwa berbagai barang modal yang berhubungan dengan produksi dipercepat tarif penyusutannya: dan rata-rata 10% menjadi 25% per tahun. Harta yang dimasukkan ke golongan II sistem perpajakan baru itu menyangkut, antara lain, mebel dari logam, barang-barang elektronik, bis dan truk, mesin-mesin industri, pertanian, pertambangan, kapal, dan pesawat terbang. Peraturan baru yang berlaku mulai tahun pajak 1984 itu diperhitungkan akan membawa dampak positif di bidang ekonomi. Pencepatan tarif penyusutan itu berarti memperkecil "pendapatan kena pajak", memperkecil risiko, dan memberi peluang lebih longgar bagi pengusaha guna meningkatkan kemampuan produksi dengan memperbarui peralatannya. Lebih jauh, kalangan perakit dan pedagang - dari keperluan kantor, seperti mesin ketik, kalkulator, sampai mesin industri - bisa berharap bahwa omset penjualan mereka juga akan meningkat. Tarif baru itu disambut gembira oleh, antara lain, perusahaan Bakrie & Brothers, penjual mesin-mesin pertanian. "Para pengusaha akan lebih cepat mengumpulkan dana, karena jumlah pajaknya mengecil, dan perhitungan ketahanan peralatan juga lebih wajar," kata Aburizal Bakrie, wakil dirut Bakrie Brothers. Tarif penyusutan baru itu akan merangsang pengusaha membeli perlengkapan baru. Sebaliknya, diharapkan mengerem pengusaha untuk cepat-cepat menjual inventaris bekasnya. Sebab, harta yang cepat nilai susutnya itu masih bisa laku dengan harga tinggi di pasaran, tapi akan kena paiak dlvlden yang lebih besar dari sistem palak lama. Bis Mercedes keluaran 1984, misalnya, berharga Rp 25 juta. Empat tahun lagi, kalau dijual, mungkin bisa laku sampai Rp 30 juta Dengan tarif penyusutan lama, nilainya di buku masih tinggal 20%, sehingga bis bekas itu akan kena pajak dividen 15% dari Rp 20 juta (harga penjualan 1988 dikurangi harga pembelian 1984 yang telah disusutkan 80%). Sedangkan menurut perhitungan penyusutan baru, nilai bukunya sudah nol, sehingga penjualan bis bekas ini akan kena pajak dividen 15% dari Rp 30 juta. Hal yang seperti ini akan dirasakan PT Hiba Utama yang biasa menyewakan bis. Para penyewa selalu mau menggunakan bis baru, sehingga lebih dari 100 bis armada Hiba Utama itu harus diremajakan setiap dua tahun. "Untuk peremajaan itu, kami harus menjual dulu bisbis bekas," kata sumber di Hiba Utama. Percepatan penyusutan itu diperhitungkan pula untuk alat-alat berat, mesin-mesin pertanian, mesin industri perkayuan, industri pengolahan produk-produk peternakan, dan sebagainya. Tapi tidak semua bidang usaha itu akan menerima rangsangan yang merata. Di bidang agribisnis, misalnya, tingginya tarif penyusutan itu hanya akan dinikmati pengusaha yang bergerak di pertanian tanaman hortikultura dan tanaman musiman, tetapi tidak bagi pengusaha tanaman keras. "Penyusutan itu berlaku pada saat tanaman keras - seperti kelapa hibrida - belum berproduksi lebat (5-9 tahun). Pada masa musim produksi lebat dan pascaproduksi, kami juga sangat memerlukan dana, sehingga sulit untuk reinvestasi peralatan," kata Kusumo Subagio, direktur PT Multi Agro. Permodalan, yang menjadi masalah utama agnbisnis tanaman keras, menurut Kusumo, tampaknya juga sudah diperhatikan pemerintah. Untuk usaha kelapa sawit, kelapa hibrida, dan karet, kini pemerintah mempersiapkan kredit murah. Fasilitas perpajakan baru itu agaknya diberikan pemerintah sebagai kompensasi atas penghapusan tax holiday perseroan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini