Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Merah Putih di Ladang Rokan

Pertamina menawarkan skema yang lebih menarik daripada Chevron. Teknologi Chevron tetap dibutuhkan di ladang minyak Rokan.

4 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pertamina menawarkan skema yang lebih menarik daripada Chevron. Teknologi Chevron tetap dibutuhkan di ladang minyak Rokan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKIL Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar tampak sumringah saat mengumumkan hak pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas Rokan. Pemerintah tak ingin berlama-lama merahasiakan pemenang Blok Rokan untuk hak pengelolaan 2021-2041. "Seratus persen ke Pertamina," kata Arcandra di kantornya, Selasa malam pekan lalu. Ia didampingi Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Djoko Siswanto serta Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi Amien Sunaryadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah mengambil keputusan ini setelah melakukan evaluasi akhir terhadap semua proposal permohonan pengelolaan yang masuk sejak awal Juli lalu. Dua pemohon, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT Chevron Pacific Indonesia, bersaing untuk mengelola blok minyak di Riau itu. Chevron pertama kali mengelola lapangan minyak Minas dan Duri di Riau pada 1924. Kilang ini pertama kali berproduksi pada 1970. Saat itu, kemampuan produksi Minas hanya 15 ribu barel per hari. Per semester pertama tahun ini, kapasitas produksi dua lapangan minyak Blok Rokan tersebut mencapai 207.148 barel per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kontrak pengelolaan Rokan oleh Chevron akan habis dalam dua tahun mendatang. Pemerintah mempersilakan anak perusahaan asal Amerika Serikat itu mengajukan kembali permintaan perpanjangan kontrak. Di satu sisi, Pertamina tak tinggal diam melirik hak partisipasi blok terminasi. Dalam proposal yang diserahkan kepada Kementerian Energi, 4 Juli lalu, Pertamina menyatakan pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina dapat menguatkan ketahanan energi nasional, yaitu mengurangi impor minyak mentah dan menambah efisiensi bahan baku minyak mentah bagi kilang dalam negeri. Dengan begitu, pemerintah bisa menghemat devisa negara.

Proposal resmi Chevron masuk belakangan, meski perpanjangan kontrak telah dibahas sejak Juni lalu. Saat itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengatakan pemerintah bisa memperpanjang kontrak selama Chevron bersedia menerapkan teknologi pengurasan minyak (enhanced oil recovery/EOR) dengan injeksi surfaktan. Melalui teknologi ini, angka pengembalian minyak mencapai 17-22 persen. Adapun ongkos ujinya sekitar US$ 222 juta. Proyek surfaktan Chevron sempat terhenti. "EOR skala besar adalah syarat yang kami tawarkan supaya kontrak bisa diperpanjang dan produksi bisa bertambah," ucap Djoko.

Managing Director Chevron Indo-Asia Charles A. Chuck Taylor, bersama Presiden Director PT Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak, menemui Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Selasa dua pekan lalu. Selepas pertemuan, Luhut mengatakan Chevron menawarkan investasi dalam dua tahap, yaitu US$ 33 miliar untuk sepuluh tahun pertama dan US$ 55 miliar untuk sepuluh tahun kedua. Investasi tahap pertama akan digunakan untuk memproduksi hingga 500 juta barel, sementara tahap kedua untuk 700 juta barel.

Kepada Tempo, Senior Vice President, Policy, Government, and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar mengatakan Chevron kecewa terhadap keputusan pemerintah. Perusahaan ini sebetulnya memiliki teknologi mutakhir yang dapat dipakai untuk meningkatkan produksi dan perolehan minyak. Namun Yanto tidak menjelaskan secara detail teknologi dan penawaran lain yang disodorkan kepada pemerintah. "Chevron tidak membuka hal-hal yang terkait dengan komersial kepada publik," tuturnya.

Satu hari sebelum penentuan pengelola Rokan diumumkan, tepatnya Senin pekan lalu, puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Blok Rokan berkumpul di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan. Mereka mengajukan petisi tujuh penolakan perpanjangan kontrak Rokan bagi Chevron.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara menyebutkan, selain menuntut Rokan dikelola badan usaha milik negara dan jaminan pemberian 10 persen bagi badan usaha milik daerah, mereka meminta pemerintah menolak iming-iming perusahaan luar negeri untuk mengeksploitasi blok minyak itu. "Kami menolak berbagai upaya dan tekanan dari perusahaan asing," ujarnya. Selain Marwan, hadir politikus Partai Amanat Nasional, Amien Rais; mantan Menteri Dalam Negeri, Syarwan Hamid; serta anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu dan perwakilan mahasiswa.

Amien Rais menantang Presiden Joko Widodo dan Menteri Energi Ignasius Jonan mengambil pengelolaan Rokan. "Kalau betul Blok Rokan bisa kembali ke Ibu Pertiwi, ke Pertamina, ini terobosan luar biasa," kata Amien. "Cuma, berani enggak Jonan, berani enggak Pak Jokowi?"

Tantangan ini terjawab dalam satu hari. Pemerintah akan menyerahkan Blok Rokan kepada Pertamina pada pertengahan 2021. Arcandra Tahar memastikan keputusan ini tidak didasari aspek politik. "Pertimbangannya adalah rasionalitas, bukan emosi," ucapnya di Jakarta Convention Center, Rabu pekan lalu.

Kementerian Energi menyerahkan hak partisipasi Rokan kepada Pertamina karena perusahaan negara itu telah memenuhi beberapa persyaratan. Di antaranya soal nilai bonus tanda tangan, jaminan kerja pasti selama lima tahun mendatang, penerimaan negara, dan permintaan diskresi kepada menteri. "Dari empat itu, Pertamina memberikan angka jauh lebih dari Chevron," kata Arcandra.

Dalam proposalnya, Pertamina menawarkan bonus tanda tangan sebesar US$ 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun dan komitmen kerja pasti US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun. Adapun potensi pendapatan bagi negara diperkirakan sebesar US$ 57 miliar atau sekitar Rp 827 triliun untuk 20 tahun mendatang. Pertamina juga menyatakan, dengan mengambil alih Rokan, penghematan devisa akibat pengurangan impor minyak mencapai US$ 4 miliar per tahun. Pertamina meminta diskresi sebesar 8 persen. "Dengan dikelola Pertamina, 100 persen masuk ke sini. Tidak ada yang diimpor, karena harga impor dengan beli hulu domestik lumayan jauh," kata pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.

Kini, Pertamina mulai memetakan rencana eksplorasi di Rokan baik dengan teknologi pengurasan maupun cara konvensional untuk mempertahankan produksi minyak. Nicke memperkirakan ongkos investasi mencapai US$ 70 miliar atau sekitar Rp 1.015 triliun. Karena itu, Pertamina berencana menggandeng mitra untuk pendanaan dan penyediaan teknologi. "Peluang kerja sama terbuka dengan siapa pun," tuturnya.

Mantan Direktur Pengadaan Strategis PLN itu menargetkan ada 7.000 titik eksplorasi di Rokan dengan biaya tersebut. Adapun dana untuk bonus tanda tangan, kata Nicke, akan diambil dari Pertamina. Ia mengungkapkan, ada tambahan keuntungan sekitar Rp 90 triliun selama tiga tahun untuk menambah kapasitas investasi. Kementerian Keuangan dalam waktu dekat berjanji membayar utang subsidi kepada Pertamina sebesar Rp 20 triliun. Pertamina juga dapat memperoleh pembiayaan dari penerbitan surat utang dan sekuritisasi aset untuk ongkos investasi. "Sudah jelas bahwa keuangan Pertamina masih sangat kuat."

Sementara itu, transisi pengelolaan dilakukan persis seperti yang dikerjakan Pertamina saat mengambil blok gas Mahakam dari Total E&P. Pertamina memastikan tak akan ada pengurangan tenaga kerja di lapangan. Pertamina justru berencana merekrut tenaga ahli eks pegawai Chevron.

Banyak kalangan mendukung kerja sama bisnis pengelolaan Blok Rokan antara Pertamina dan Chevron. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyayangkan bila Pertamina mencairkan dana investasi terlampau besar untuk pengelolaan Rokan, sementara blok terminasi wilayah kerja migas lain masih harus digarap. Komaidi mendorong Chevron dan Pertamina bekerja sama dalam hal teknologi. "Sayang jika teknologi Chevron tidak terpakai lagi. Risetnya sudah sangat lama," ujarnya.

Chevron belum berkomentar banyak ihwal peluang kerja sama ini. Menurut Yanto Sianipar, timnya masih berkoordinasi dengan beberapa pihak mengenai masa depan Blok Rokan. Ihwal para pekerja, "Chevron akan mengacu pada perundang-undangan yang berlaku dan perjanjian kerja bersama."

Putri Adityowati, Fajar Pebrianto

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus