Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mereka diprotes oleh dpr

Ada 72 buruh warga rrc bekerja di anjungan minyak di laut jawa. soalnya, apakah mereka termasuk kategori yang boleh bekerja di sini.

2 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU mereka bekerja di pabrik pulp milik Eka Tjipta Widjaya. Kini di sebuah anjungan minyak lepas pantai milik PT Komaritim. Karena mereka itu buruh warga negara Cina, Komaritim diprotes. Perusahaan ini mengontrak 72 buruh Cina untuk waktu tiga bulan. Mendengar perihal tenaga kerja RRC, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Budi Hardjono, terperangah. Menurut ketentuan, proyek ajungan lepas pantai hanya boleh dikerjakan kontraktor lokal. ''Oleh karena itu harus segera ditindak,'' kata Budi. Sumber lain mengatakan, impor buruh RRC itu bermula ketika Atlantic Ritchield Company (Arco) membangun tiga anjungan di Laut Jawa. Tender proyek senilai US$ 21 juta (Rp 41 miliar) ini dimenangkan PT Adhiguna Shipbuilding & Engineering, milik keluarga Ibnu Sutowo. Adapun pemasangan lepas pantai, dengan biaya US$ 6,5 juta lebih, dipercayakan kepada PT Satmarindo. Tapi, karena PT Satmarindo menjual sebuah tongkangnya, PT Adhiguna lalu menunjuk Komaritim. Memang penawaran yang diajukan Komaritim lebih murah sekitar US$ 1 juta dari PT Satmarindo. Entah mengapa, Komaritim lalu menggunakan tongkang Bin Hay 109 dari RRC, berikut 72 tenaga kerjanya. Inilah yang diprotes oleh anggota DPR dan kontraktor minyak lokal. Apalagi, menurut seorang kontraktor lokal, kualitas tongkang RRC itu tidak sebaik tongkang yang dimiliki kontraktor Indonesia. ''Peralatan yang mereka gunakan tidak memadai sehingga ongkosnya murah,'' kata sumber itu. Pemakaian kapal dan tenaga kerja asal RRC, menurut seorang direktur PT Adhiguna, telah disetujui oleh Departemen Pertambangan dan Energi dan Pertamina. Departemen Tenaga Kerja juga telah memberikan izin kepada tenaga kerja RRC itu untuk tiga bulan. ''Proses masuknya Bin Hay 109 sesuai dengan prosedur keimigrasian dan ketenagakerjaan. Jadi, tidak ada masalah,'' kata seorang direktur PT Adhiguna. Humas Pertamina, Erwin Kasim, berpendapat, pemakaian tenaga kerja asing di perminyakan adalah hal biasa. Untuk pembangunan kilang Train F Bontang, misalnya, dipakai tenaga dari Chiyoda Jepang. Masalahnya di sini, barangkali, kalau hanya buruh kasar yang dipakai, sepantasnya, ya, tidak diberi izin. Bukankah tenaga kerja Indonesia melimpah di mana-mana?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus