Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Minyak Goreng Langka, Pemerintah Disarankan Tiru Singapura Beri Voucher untuk Masyarakat Miskin

Faisal Basri menyarankan agar pemerintah Indonesia meniru Singapura dalam mengendalikan kenaikan harga, termasuk minyak goreng.

5 Februari 2023 | 17.30 WIB

Warga antre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan seharga 14 ribu per liter di toko minyak goreng Jebres, Solo, Jawa Tengah, Kamis, 17 Februari 2022. Warga rela mengantre untuk mendapatkan minyak goreng akibat kelangkaan stok dan mahalnya harga minyak goreng kemasan di pasaran. ANTARA/Mohammad Ayudha
Perbesar
Warga antre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan seharga 14 ribu per liter di toko minyak goreng Jebres, Solo, Jawa Tengah, Kamis, 17 Februari 2022. Warga rela mengantre untuk mendapatkan minyak goreng akibat kelangkaan stok dan mahalnya harga minyak goreng kemasan di pasaran. ANTARA/Mohammad Ayudha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyarankan agar pemerintah Indonesia meniru Singapura dalam mengendalikan kenaikan harga, termasuk minyak goreng. Menurut Faisal, pemerintah Singapura telah berhasil mengendalikan inflasi dengan cara memberikan bantuan berupa voucher potongan harga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan kenaikan harga sejumlah bahan pangan juga terjadi di Singapura, seperti minyak goreng, bahan bakar minyak (BBM), bahkan ongkos MRT dan bus. "Tapi bagi keluarga yang pendapatannya di bawah SGD 1.900 dapat voucher 300 dolar. Jadi efek kenaikan harganya itu lebih kecil dari 300 dolar itu," ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Satya Bumi dan Sawit Watch pada Sabtu, 4 Februari 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Di sisi lain, Faisal mengingatkan pemerintah untuk menetapkan harga minyak goreng di atas ongkos produksi, sehingga tidak terjadi kelangkaan. Misalnya, pemerintah menetapkan harga Rp 23.000 per liter. Kemudian, pemerintah bisa memberikan voucher potongan harga sebesar Rp 8.000 kepada masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah atau memberikannya berupa uang tunai. 

"Sekarang negara wajib melindungi orang yang miskin, nah yang miskin itu dikasih voucher jadi tepat sasaran. Kalau yang dilakukan pemerintah ini kan yang kaya dan miskin dapat subsidi juga. Itu yang enggak benar," kata dia.

Dia juga menyarankan agar pemerintah berfokus pada ekspor CPO terlebih saat ini karena permintaan dunia sangat tinggi. Selain itu, harganya pun sedang meningkat. Sehingga Indonesia bisa menikmati keuntungan atau yang disebut windfall profit tax.

Selain itu, ia berharap pemerintah berlaku adil dalam memprioritaskan kebutuhan pangan dan energi. Faisal merujuk pada perbedaan harga CPO untuk biodiesel dan untuk produksi minyak goreng. Harga jual CPO untuk biodiesel yang lebih tinggi, menurut dia, menimbulkan persaingan tidak sehat lantaran pengusaha sudah pasti menjual produknya ke produsen biodiesel. 

Apalagi pengusaha yang menjual CPO ke biodiesel mandapatkan insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hal ini membuat presentase penjualan CPO ke industri biodiesel meningkat dan lebih besar dari penjualan untuk kebutuhan minyak goreng.

Walhasil, kata Faisal Basri, kelangkaan minyak goreng kembali terjadi seperti tahun lalu. "Jadi dinetralkan untuk kepentingan energi dan kepentingan pangan itu disamakan. Jangan dimenangkan salah satu." 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus