Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI) menilai kebijakan kuota impor telah menghambat tata niaga sektor mereka. Direktur Eksekutif APPDI Teguh Boediyana menyatakan kebijakan kuota impor selama ini telah menyebabkan harga daging di Indonesia mahal karena pasokannya terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Pola importasi daging kerbau di Indonesia hanya dikuasai segelintir pihak, tidak dapat secara optimal menekan harga daging dikarenakan praktik monopoli yang terjadi,” kata Teguh, saat dihubungi, pada Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Teguh mengatakan asosiasinya sangat mengapresiasi perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menghapuskan kuota impor. “Kami pun mendukung pernyataan presiden meniadakan kuota apalagi penunjukan satu dua importir tertentu dan membebaskan setiap pelaku usaha untuk berkompetisi secara sehat."
Berkaca dari kondisi daya beli masyarakat yang lesu dan penguatan dolar yang terus terjadi, kata Teguh, penting bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan stok daging dengan harga terjangkau dari negara eksportir.
“Ini dapat terjadi apabila tidak dibatasi dengan kuota dan izin daging kerbau India dan sapi Brasil hanya diberikan ke beberapa pelaku usaha saja,” kata dia.
Teguh juga membandingkan harga daging di pasar Indonesia dan Malaysia. Ia mengatakan, harga daging di Malaysia berkisar antara 15 hingga 16 Ringgit Malaysia atau dalam mata uang rupiah sekitar Rp 56.242–Rp 59.991 per kilogram dengan asumsi nilai tukar Rp 3.749 per Ringgit Malaysia. Sementara di Indonesia, harga daging berkisar antara Rp 85.000–Rp100.000 per kilogram.
Selain itu, ia menyoroti jumlah impor daging di Malaysia yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Pasalnya, dengan populasi penduduk sekitar 30 juga jiwa, Malaysia bisa mengimpor hampir 130 ribu ton daging kerbau per tahun. Sementara Indonesia yang populasinya lebih besar dibandingkan Malaysia, hanya mengimpor 100 ribu ton daging.
“Dan tidak laku dijual, karena harga terlalu tinggi sehingga produk disimpan di gudang berbulan-bulan,” kata Teguh.
Bagi Teguh, sulit untuk menekan lonjakan harga daging di Indonesia dengan kebijakan kuota impor yang ada. Namun dengan penghapusan kuota impor, ia optimistis harga daging bakal lebih terjangkau dan meningkatkan konsumsi masyarakat. “Tidak stuck di 2,5-2,6 kilogram per kapita per tahun.”
Pada Selasa lalu, Presiden Prabowo menginstruksikan agar para menteri menghapuskan kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat orang banyak. Sebab, kuota impor dinilai menghambat kelancaran perdagangan.
“Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi kita tunjuk-tunjuk, hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” kata Prabowo saat menghadiri acara Sarasehan Ekonomi yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta, mengutip dari keterangan tertulis, pada Selasa, 8 April 2025.
Penghapusan kuota impor, kata Prabowo, merupakan bagian dari upaya pemerintah memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha dan untuk merampingkan birokrasi.
Adapun salah satu komoditas yang disoroti oleh Prabowo adalah impor daging. Ia juga meminta kepada Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk membuka peluang impor bagi siapa pun.
“Mau impor apa, silahkan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok, iya kan. Bikin kuota-kuota, abis itu perusahaan A, B, C, D yang hanya ditunjuk. Hanya dia boleh impor, enak saja,” ujar Prabowo.
Pilihan Editor: Nasib Swasembada Pangan jika Prabowo Hapus Kuota Impor