MODAL Rp 240 milyar yang ditanamkan pemerintah untuk bengkel GMF (Garuda Maintenance Facility) di Cengkareng sudah mulai menampakkan hasilnya pekan lalu. Hanggar yang dikelola Garuda bersama IPTN itu bisa menangani servis semua jenis pesawat, sampai dengan pesawat jet berbadan lebar seperti Boeing 747. Ini dibuktikan sendiri oleh Menteri Perhubungan Azwar Anas, ketika menyaksikan sebuah Boeing 747 milik Garuda yang selesai dimodifikasi di GMF. Seperti diketahui, Federasi Penerbangan Amerika (FAA) telah mengharuskan penggantian semua kerangka kepala pesawat Boeing 747 yang sudah 10.000-20.000 kali ambal (naik turun). Sebab, dari penelitian pada 19 pesawat, ada 12 pesawat yang telah mengalami keretakan pada kerangka kepalanya. Jika tidak diganti, maka FAA mewajibkan penelitian pada setiap 10.000, 13.000, 16.000, dan 19.000 ambal. Ternyata, menurut Direksi Garuda, jauh lebih untung mengganti seluruh rangka kepala Boeing daripada melakukan pengecekan rutin. Soalnya, untuk pengecekan rutin, diperlukan minimal 3.000 jam kurja Padahal, "Setiap pesawat bisa menghasilkan US$ 12.000 untuk satu jam terbang. Hitung saja berapa kerugian Garuda kalau 6 pesawat Boeing-nya harus mengal,lmi pengecekan rutin seperti itu." kata Dirut Garuda. Sedangkan kalau modifikasi, biaya yang diperlukan untuk pesawat pertama adalah US$ 1.209.725 atau hampir Rp 2 milyar. Angka itu sudah termasuk pembelian alat-alat perlengkapan dan doking. Ongkosnya di bengkel Garuda menelan biaya US$ 687.725 -- hanya 38% dibandingkan US$ 1.808.950, yakni tarif servis yang ditetapkan bengkelbengkel luar negeri. "Biasanya bengkel-bengkel luar negeri seperti JAL atau KLM menikmati keuntungan dari sektor ini. Yang bekerja di GME ini adalah teknisi-teknisi kita sendiri," kata Azwar Anas, membanggakan bengkel Garuda. Masih ada lima pesawat Boeing milik Garuda yang akan dimodihkasi, sehingga total biaya akan mencapai US$ 4.648.350 atau sekitar Rp 7,6 milyar semuanya akan masuk ke kas GME. Ini berarti Garuda menghemat devisa sekitar US$ 6.205.350. Selain itu, GME juga diharapkan bisa melayani servis armada penerbangan lainnya. Menurut Soeparno, dewasa ini GME baru menangani servis 40-50% dari semua pesawat terbang nasional. Hasil pekerjaan itu tahun silam telah menghemat US$ 51 juta, sementara tahun ini diharapkan bisa menghemat US$ 81 juta. Bahkan, kata Azwar Anas, beberapa perusahaan penerbangan asing sudah pula berminat untuk menyerviskan ke GME, antara lain Qantas dan British Ariways. Kalau terlaksana, maka GME diharapkan akan berpotensi menarik devisa dari luar negeri. Sementara itu, Merpati Nusantara Airlines (MNA) tidak pula mau ketinggalan. Merpati sudah mulai membangun sebuah pusat perbengkelan di Bandar Udara Juanda, Surabaya. Bengkel ini diharapkan mampu menangani servis sampai dengan pesawat-pesawat jet F-28, yang sudah mulai dioperkan Garuda kepada Merpati sejak Jumat lalu. Pada usia 40 tahun, dengan armada 73 pesawat, plus Merpati sebagai anak perusahaan, adanya bengkel benar-benar satu keharusan bagi Garuda. Tujuannya, kalau menurut Dirut Soeparno, adalah untuk meningkatkan pelayanan Garuda. "Keamanan penerbangan adalah nomor satu, kenyamanan nomor dua," katanya mengingatkan.MW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini