Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pajak
Progresif untuk Mobil
Pemilik kendaraan bermotor akan membayar pajak lebih tinggi untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Pajak progresif ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. "Kami berharap sebelum akhir September, RUU ini sudah lolos paripurna," ujar Ketua Panitia Khusus RUU Pajak Harry Azhar Aziz.
Menurut dia, klausul tentang pajak telah dibahas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa pekan lalu, dan tak ada yang keberatan. Aturan baru ini menetapkan tarif pajak kendaraan bermotor dua persen. Tapi, untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya, pemerintah provinsi boleh menaikkan tarif hingga maksimal 10 persen. RUU ini juga menetapkan pajak untuk bahan bakar minyak maksimal 5 persen untuk angkutan umum dan 10 persen untuk kendaraan pribadi.
Para pelaku industri otomotif pun menjerit. Jika betul-betul disahkan, pajak progresif ini diperkirakan bakal mengancam penjualan mobil dalam negeri. Namun kalangan pro-lingkungan bakal bertepuk tangan. Kebijakan ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemacetan yang makin parah di Jakarta dan kota-kota besar lain.
Suku Bunga BI
Turun Lagi
Bank Indonesia kembali menurunkan suku acuan atau BI Rate, sebesar 25 basis poin menjadi 6,5 persen, Kamis pekan lalu. BI berharap penurunan suku bunga ini merangsang meningkatnya kredit, karena suku bunga pinjaman di perbankan diperkirakan juga akan turun. "Setelah pemilihan umum berjalan aman, nilai tukar menguat, tak ada alasan bagi bank untuk tidak mengucurkan kredit," kata Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan BI Wimboh Santoso.
Sejak awal tahun sudah sembilan kali BI memangkas suku bunga acuan dengan total potongan 275 basis poin atau 2,75 persen. BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate setelah rapat Dewan Gubernur BI sehari sebelumnya menyimpulkan bahwa tren penurunan inflasi akan berlanjut. Bank Danamon dalam publikasinya menyatakan, kemungkinan besar BI akan mempertahankan suku bunga 6,5 persen ini sampai akhir tahun.
Perbankan
ANZ Akuisisi RBS Asia
Australia and New Zealand Banking Group Limited (ANZ) mengakuisisi bisnis ritel, wealth, dan komersial Royal Bank of Scotland Group plc (RBS) yang beroperasi di Asia senilai US$ 550 juta. "Kami ingin menciptakan platform baru bagi bisnis ritel dan wealth perseroan di Asia," kata Chief Executive Officer ANZ Mike Smith di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Menurut Smith, akuisisi itu meliputi bisnis RBS di Taiwan, Singapura, Indonesia, Hong Kong, Filipina, dan Vietnam. Di Indonesia, jika disetujui Bank Indonesia, grup bank yang memiliki aset total A$ 503 miliar atau Rp 4.124 triliun ini akan mengakuisisi 20 kantor cabang RBS. ANZ sudah memiliki Panin Bank di Indonesia.
Divestasi Newmont
Lewat Rights Issue
Sengkarut divestasi PT Newmont Nusa Tenggara bisa diselesaikan lewat Bursa. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito mengatakan, proses divestasi 14 persen saham itu bisa dilakukan melalui penawaran umum terbatas atau rights issue saham perusahaan. "Ini opsi terbaik," katanya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rabu pekan lalu, seperti dikutip Bunga Manggiasih dari Tempo. Dengan cara itu, saham Newmont bisa dimiliki publik.
Divestasi perusahaan emas dan tembaga itu berlarut-larut karena berbagai soal. Bahkan pemerintah Indonesia sampai maju ke arbitrase internasional untuk menyelesaikan persoalan itu. Salah satu yang mengganjal adalah siapa yang bakal membeli saham itu: pemerintah pusat atau daerah. Sejauh ini pemerintah daerah sangat berminat memborong saham Newmont, setelah menggandeng Multicapital dari kelompok usaha Bakrie.
Surat Utang
ORI Laku Keras
Karena minat masyarakat yang tinggi terhadap Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 006 yang mulai diperdagangkan 24 Juli lalu, pemerintah akhirnya menaikkan target indikatif ORI 006. "Targetnya menjadi Rp 8,4 triliun," kata Direktur Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Bhimantara Widyajala, Rabu pekan lalu.
Hingga Rabu lalu, penjualan ORI 006 sudah mencapai Rp 6,31 triliun. Jumlah itu sudah di atas target awal pemerintah sebesar Rp 6 triliun. Bhimantara yakin, target baru itu akan tercapai. ORI 006 ini memberikan kupon 9,35 persen, jauh di atas suku bunga deposito. Setiap pembeli hanya boleh memesan ORI 006 sampai Rp 3 miliar.
Waralaba
Es Teler 77 ke Malaysia
Es Teler 77 akan membuka lagi lima gerai di luar negeri. Tiga gerai akan dibuka di Malaysia, sisanya di Jeddah, Arab Saudi. Wakil Presiden Direktur PT Top Food Indonesia yang juga pemegang master franchise Es Teler 77, Anton Widjaja, mengatakan selain membuka cabang, sudah ada lima pengusaha Malaysia yang menyatakan akan membeli hak waralaba Es Teler 77. "Industri waralaba kebal resesi, karena itu banyak dilirik," katanya kepada Vennie Melyani dari Tempo.
Waralaba Es Teler 77 dihargai US$ 10 ribu (Rp 100 juta) per outlet. Malaysia menjadi target pasar karena jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sana sangat besar, yakni sekitar 2 juta. Selain itu, Es Teler 77 juga berharap bisa menembus warga Malaysia sendiri. Mereka juga sudah mengenal banyak makanan Indonesia, baik melalui kenalan maupun karena memiliki akar di Indonesia. "Ada kesamaan selera," katanya.
Migas
Cepu Molor Lagi
ExxonMobil kembali menunda rencana produksi awal Blok Cepu. Kali ini penundaan dilakukan dari semula Agustus menjadi September 2009. Padahal, menurut rencana awal, blok tersebut harus sudah mulai mengalirkan minyak mentah pada Desember 2008. Wakil Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Abdul Muin mengatakan, produksi terlambat karena krisis keuangan global. "Kejadian delay ini bukan sesuatu yang tidak normal," katanya.
Tapi anggota Komisi Energi dan Lingkungan DPR RI Alvin Lee mendesak pemerintah mengajukan gugatan wanprestasi kepada Exxon. "Soalnya mereka tidak mampu memenuhi jadwal produksi," katanya. Ia juga meminta kontraktor Blok Cepu untuk menjelaskan keterlambatan tersebut. Jika jadwal terus-menerus molor, Indonesia terancam tidak bisa memenuhi target penambangan minyak mentah dan kondensat sebesar 960 ribu barel per hari. Artinya, posisi anggaran pun bisa runyam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo