TEPAT dua puluh tahun lalu, ketika ejaan bahasa Indonesia belum disempurnakan, telah lahir Ekonid (Perkumpulan Ekonomi Indonesia Djerman). Sejak itu, perkumpulan ini banyak mempengaruhi kalangan praktisi e-konomi di negeri ini. Business lunch, misalnya, yang kini cukup populer di Jakar- ta, ternyata diperkenalkan di sini oleh Ekonid. Setiap anggota membayar iuran Rp 350.000 per tahun. Perkumpulan ini mulanya beranggotakan 106 pengusaha Jerman dan Indonesia. Kini jumlahnya hampir 500 orang. "Mayoritas anggota adalah perusahaan Indonesia, sehingga wajarlah jika ketua dewannya orang Indonesia, yakni Pak Achmad Tirtosudiro," kata Dr. Fritz Kleinsteuber. Dewasa ini Ekonid mempunyai 20 tenaga profesional yang dipimpin Kleinsteuber. Mereka antara lain menjual jasa studi pasar di Jerman bagi eksportir Indonesia, atau memberi informasi pasar bagi perusahaan Jerman yang berniat menjual barang di sini. Ekonid juga memberikan bimbingan hukum, periklanan, sampai dengan perjodohan bisnis. Kleinsteuber mengakui bahwa investasi Jerman di Indonesia masih jauh di bawah Jepang atau Amerika. Tahun lalu sama sekali tak ada investasi baru dari Jerman di Indonesia, sedangkan pada periode Januari-April tahun 1990 ini, sudah ada 6 kontrak dengan Jerman Barat. Mereka akan menanamkan modal sekitar US$ 1,8 milyar. Jika investor dari Asia yang ke Indonesia sekarang ini rata-rata memindahkan pabriknya, agar biaya produksi bisa lebih murah, maka investor Jerman mencari perusahaan-perusahaan yang dianggap mempunyai potensi berkembang, lalu menambah modal dan teknologi. "Investasi Jerman ini jelas akan lebih mudah diikuti pengalihan teknologi," tutur Kleinsteuber, sedikit berpromosi Dia memperkirakan kontrak-kontrak seperti itu akan bertambah lagi. Tapi investor Jerman umumnya tidak berminat mendirikan perusahaan patungan baru. Mereka datang kemari untuk kerja sama dengan asas keuntungan dibagi rata. Mereka juga akan menjadi pengimpor barang produksi Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke Jerman tahun lalu sudah menembus angka DM 1 milyar, tahun ini diperkirakan akan naik sampai DM 1,5 milyar. Sementara nilai ekspor Jerman Barat tahun lalu hampir DM 1,2 milyar, tahun ini mungkin masih sama. Penyatuan Jerman Barat dengan Jerman Timur, dalam analisa Ekonid, akan lebih meningkatkan lagi permintaan komoditi Indonesia. "Khususnya barang-barang yang tak diproduksi lagi di Jerman," ujar Kleinsteuber, Direktur Ekonid itu. Misalnya sepatu, tekstil, alat-alat rumah, mebel, kue, plastik, obat-obatan, dan elektronik. Itu sebabnya Ekonid mensponsori beberapa pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang itu, untuk pameran dagang di Jerman. Pengusaha Indonesia juga tak tinggal diam. Mereka mulai membuka jaringan distribusi di Jerman. "Satu lantai di Inter- national Center di Bremen sudah diambil oleh perusahaan-perusahaan besar Indonesia. Di antaranya, ada perusahaan pribumi yang akan bertindak sebagai trading house di sana," kata Kleinsteuber, tanpa bersedia mengungkapkan siapa. Ini tampaknya bagaikan ancang-ancang, menuju pasar tunggal Eropa 1992. Max Wangkar, Yudhi Soerjoatmodjo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini