Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PIPA besi berdiameter satu sentimeter menempel di dinding dapur Iin, di rumah susun Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Saban hari, perempuan 48 tahun ini menggunakan gas pipa sebagai bahan bakar kompor untuk memasak. "Biayanya murah, cuma Rp 30 ribu sebulan," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Sejak berdiri pada 1985, rumah susun milik Perum Perumnas ini telah dialiri gas bumi oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Iin menjadi konsumen tetap sejak 2001, saat tinggal di sana. "Gasnya selalu lancar," ujarnya sambil memutar pemantik kompor. Api berwarna biru berkobar di atas tungku. Penggunaan gas bisa dicek melalui meteran yang terpasang di belakang rumah. Pembayaran tagihan bisa dilakukan lewat anjungan tunai mandiri atau titip bayar melalui pengurus rumah susun.
Jeffrey Warou, pengurus rumah susun, memastikan gas pipa tak cuma murah, tapi juga aman. "Selama saya di sini, tidak pernah ada kecelakaan atau kebakaran," ucapnya. Jika penghuni mencium bau gas bocor, cukup melapor ke PGN. "Petugas akan datang."
Kendati demikian, tidak semua penghuni 632 unit rusun itu memanfaatkan fasilitas gas pipa untuk keperluan rumah tangga. Ada yang sengaja berhenti berlangganan karena jarang menggunakan, sehingga terbebas dari tagihan abonemen Rp 26.150 per bulan. Beberapa unit rumah disetop aliran gasnya karena menunggak pembayaran.
Di luar kompleks rumah susun, jaringan pipa gas rumah tangga masih sangat terbatas di wilayah Jakarta Pusat. Penyebabnya, kata Kepala Dinas Perindustrian DKI Jakarta Andi Baso, karena tidak ada perluasan jaringan pipa gas yang signifikan. Selama ini daerah yang telah terlayani jaringan pipa gas kebanyakan merupakan kawasan lama yang sudah mapan, seperti Menteng, Kebayoran Baru, dan Harmoni, serta kawasan industri.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PGN Wahid Sutopo mengatakan pengembangan infrastruktur gas pipa untuk industri dan rumah tangga terus dilakukan. Hingga saat ini telah terbangun infrastruktur pipa gas sepanjang lebih dari 6.000 kilometer di Sumatera dan Jawa.
Pelanggan yang terlayani sekitar 90 ribu, termasuk industri, rumah tangga, dan usaha kecil. "Lebih dari 88 ribu pelanggan adalah rumah tangga dan usaha kecil, seperti warung bakso dan pempek," ujar Wahid.
Tahun ini PGN akan menambahkan 1.800 sambungan baru pada jaringan pipa gas yang sudah ada di Jawa Barat, 900 sambungan di Jawa Timur, 200 sambungan di Medan, dan 100 sambungan di Batam, Kepulauan Riau. Pengembangan ini dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan asosiasi pengembang.
Wahid meminta dukungan pemerintah pusat dan daerah dengan mempermudah perizinan serta penambahan alokasi gas. Sebab, penambahan alokasi gas otomatis membuat perseroan lebih leluasa menyalurkan gas ke rumah tangga dan industri kecil.
Juru bicara PGN, Ridha Ababil, menambahkan, saat ini kebutuhan gas domestik lebih besar ketimbang pasokan. Kondisi ini memunculkan masalah karena, jika jaringan distribusi terus ditambah, akan merugikan konsumen. "Pelanggan akan saling berebut gas," ujarnya. "Mereka yang tidak kebagian akan tetap membayar abonemen bulanan."
Dia mencontohkan distribusi gas untuk industri. Pabrik yang berlokasi di pangkal pipa akan lebih pasti mendapat gas. "Sebaliknya yang berada di ujung pipa banyak yang tidak mendapat jatah," kata Ridha.
Meski begitu, kondisi tersebut bisa diatasi dengan adanya dua unit penampungan gas terapung (floating storage regasification unit). Keduanya berada di Teluk Jakarta, yang dioperasikan PT Nusantara Regas, anak usaha patungan PGN dan Pertamina serta unit penampungan di Lampung. "Mudah-mudahan pasokan gas bertambah," ucap Ridha.
Unit penampungan gas ini berguna untuk mengubah gas alam cair (LNG) menjadi gas. Selama ini LNG banyak diekspor ke luar karena tak ada unit penampungan di dalam negeri. Direktur Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Widyawan Prawira Atmaja menjelaskan, kebutuhan gas rumah tangga relatif kecil dibandingkan dengan industri. "Pasti bisa dipenuhi, tergantung lokasinya," katanya.
Sepanjang 2013, sebanyak 52 persen produksi gas dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan sisanya diekspor. Rencananya tahun ini alokasi untuk domestik dinaikkan menjadi 54 persen, sebagian besar untuk industri, kelistrikan, produksi pupuk, dan peningkatan lifting.
Pemerintah juga membangun jaringan pipa gas di wilayah yang dekat dengan sumber gas bumi yang telah ada jaringan pipa transmisi. Misalnya di Blora, Palembang, Surabaya, Medan, Tarakan, dan Sidoarjo. Selain itu, pengembangan akan dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Bontang, Jambi, Prabumulih, dan Sengkang. Pembangunan jaringan ini masuk program proyek prioritas nasional.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan infrastruktur gas jauh dari cukup. Pengembangan infrastruktur tak bisa bergantung pada pemerintah saja. "Suatu saat akan kami undang swasta untuk membangun infrastruktur," ujarnya. "Jangan beli gas kalau tidak punya jaringan pipa."
Sekarang ini, menurut Susilo, yang terpenting adalah memetakan lokasi sumber gas, lokasi konsumen, dan bagaimana menghubungkan dua tempat tersebut. "Daerah mana yang bisa dialiri gas dengan pipa, akan dialiri," ucapnya. Tahun ini satu proyek jaringan gas yang tengah dibangun berada di Lhokseumawe, Aceh.
Susilo memastikan kesiapan pemerintah memenuhi kebutuhan gas alam untuk rumah tangga. "Akan kami cari pasokannya."
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, tak seperti elpiji, cadangan gas alam cukup besar, yang sayang kalau tidak dimanfaatkan masyarakat dalam negeri. "Cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri kalau tidak berorientasi ekspor," katanya. "Tergantung niat baik pemerintah."
Martha Thertina, Anggrita Desyani
Perbandingan Harga gas bumi 12 kilogram
Tingkat Konsumsi (metrik ton)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo