Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Mendua IM2

Pengadilan tinggi memperberat hukuman bekas Direktur Utama PT Indosat Mega Media Indar Atmanto. Padahal pengadilan ini diharapkan mengoreksi putusan pengadilan terdahulu.

13 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan suara terbata-bata, Indar Atmanto mencoba menjelaskan kasus hukum yang melilitnya. Tapi tak banyak yang bisa disampaikan mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) itu. "Saya tak mengerti, kok putusan hakim bisa jadi begini?" kata Indar di Sekretariat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, Jalan Hang Lekiu II, Jakarta Selatan, Kamis sore pekan lalu. Selama diskusi hampir dua jam itu, ia lebih sering memegang kepala dengan kedua tangannya.

Peserta diskusi baru mendapat penjelasan panjang-lebar dari pengacara Indar, Luhut M. Pangaribuan. Dia mengupas berbagai aspek putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu. Tapi, ujung-ujungnya, Luhut pun mengaku tak bisa memahami alasan hakim memperberat hukuman kliennya. "Ini putusan ajaib. Tindak pidananya saja tak jelas, tapi hukumannya diperberat," ujar Luhut.

Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menghukum Indar delapan tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Sebelumnya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Indar dihukum empat tahun penjara. Putusan banding itu diketuk hakim pada 12 Desember lalu. Tapi Indar baru mengetahui putusan itu 2 Januari lalu.

Setelah pemaparan Luhut, peserta diskusi bergiliran memberi tanggapan. Mereka sepakat Indar tak pantas dihukum seberat itu. Menurut mereka, kerja sama PT Indosat dan IM2 yang diteken Indar pada 2006 bukan tindak pidana korupsi. Walhasil, mereka menganggap Indar menjadi korban kriminalisasi. Karena itu, mereka mendukung kasus ini dibawa ke tingkat Mahkamah Agung. "Kami berharap hakim kasasi bisa memeriksa ulang kasus ini dari awal," kata Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni ITB Betti Alisjahbana.

* * *

Kerja sama Indosat dan IM2 yang berlangsung sejak 2006 dilaporkan Denny Adrian Kusdayat ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada 6 Oktober 2011. Ketua Umum Konsumen Telekomunikasi Indonesia itu menuduh Indosat-IM2 merugikan negara Rp 3,8 triliun. Belakangan, Denny ditangkap polisi karena diduga memeras Indosat dalam kasus berbeda. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menghukum pria itu 16 bulan penjara.

Awal 2012, Kejaksaan Agung mengambil alih pengusutan kasus yang dilaporkan Denny. Jaksa lantas meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menghitung kerugian negara dalam kasus ini. Pada 9 November 2012, BPKP menyatakan kerja sama Indosat-IM2 sepanjang 2006-2011 sudah membuat negara rugi sekitar Rp 1,3 triliun.

Empat hari setelah audit BPKP keluar, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengirim surat ke Jaksa Agung Basrief Arief. Menurut Tifatul, kerja sama Indosat dan IM2 tak melanggar aturan. Kerja sama serupa dilakukan penyelenggara jaringan telekomunikasi semacam Indosat dengan ratusan penyedia jasa telekomunikasi seperti IM2.

Pada 26 Desember 2012, Indar pun menggugat tim audit BPKP ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Langkah Indar diikuti Indosat dan IM2. Pada 1 Mei lalu, majelis hakim PTUN menyatakan perhitungan kerugian negara versi BPKP tidak sah dan harus dicabut.

Namun putusan PTUN tak menyurutkan langkah jaksa mengusut perkara itu. Pada 5 Januari 2013, Kejaksaan Agung malah mengumumkan Indosat dan IM2 sebagai tersangka. Ini untuk pertama kalinya Kejaksaan menetapkan korporasi sebagai tersangka kasus korupsi.

Berkas penyidikan Indar pun lebih awal masuk ke pengadilan. Jaksa mendakwa Indar memperkaya diri dan korporasi dengan cara melawan hukum serta menyalahgunakan kewenangan. Peran Indar, menurut jaksa, terlacak pada tanda tangan dia dalam berkas perjanjian kerja sama Indosat dan IM2. Jaksa pun menjerat Indar dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Kerja sama Indosat dan IM2 dalam penyediaan akses Internet, menurut jaksa, melanggar undang-undang dan aturan di bidang telekomunikasi. Jaksa menuduh IM2 memakai pita frekuensi radio 2,1 gigahertz tanpa ikut lelang. Kerja sama anak-induk perusahaan itu dianggap "akal-akalan" agar IM2 tak membayar biaya nilai awal (upfront fee) dan biaya hak penggunaan frekuensi.

Kuasa hukum Indar, Luhut Pangaribuan, sejak awal menilai tuduhan jaksa salah alamat. Kerja sama Indosat-IM2 merupakan aksi korporasi yang sah. Sebagai individu, Indar, menurut dia, tak bisa didakwa bersalah atas aksi korporasi. "Dakwaan jaksa error in persona," ucap Luhut.

Menurut Luhut, kerja sama Indosat-IM2 pun tak termasuk penggunaan bersama frekuensi atau pengalihan frekuensi radio seperti dituduhkan jaksa. Dari kacamata hukum telekomunikasi, IM2 hanya memakai jaringan milik Indosat. Kewajiban mengikuti lelang, membayar upfront fee, dan membayar biaya hak penggunaan pita frekuensi berlaku untuk Indosat sebagai penyelenggara jaringan.

Lalu, sebagai pemenang lelang, Indosat juga berhak "menyewakan" jaringannya kepada penyelenggara jasa telekomunikasi mana pun, termasuk kepada IM2. Sebagai penyewa jaringan, IM2 hanya wajib membayar biaya penyelenggaraan telekomunikasi dan kewajiban pelayanan universal (USO) kepada negara. "Semua kewajiban itu sudah dipenuhi," ujar Luhut.

Kalaupun kerja sama Indosat-IM2 dinilai bermasalah, menurut Luhut, semestinya diselesaikan lewat mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Telekomunikasi. Bila ada indikasi kurang bayar, bisa dipakai Undang-Undang Pendapatan Negara Bukan Pajak. "Sanksinya administrasi, bukan pidana," kata Luhut.

Selama persidangan, saksi dari pihak jaksa dan terdakwa umumnya berpendapat bahwa perjanjian Indosat-IM2 merupakan kerja sama bisnis yang sah dan tak merugikan negara. Tapi jaksa tetap menuntut Indar dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Pada 8 Juli lalu, vonis untuk Indar dijatuhkan. Sebelum membacakan vonis, ketua majelis Antonius Widiantoro menyampaikan pesan khusus. "Ini baru pengadilan tingkat pertama. Bila terdakwa tak puas, masih bisa banding dan kasasi," ucap Antonius. Indar tersentak mendengar ucapan hakim. "Hati saya langsung enggak enak. Pasti ujungnya enggak beres," ujar Indar mengenang kejadian itu, pekan lalu.

Benar saja, di ujung surat putusan, hakim menyatakan Indar bersalah melakukan korupsi bersama-sama. Ia dihukum empat tahun penjara dan didenda Rp 200 juta. Hakim juga mewajibkan IM2 membayar kerugian negara Rp 1,35 triliun. Ganti rugi itu harus dilunasi paling lama setahun setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap. Saat itu juga Indar menyatakan mengajukan permohonan banding.

Kalangan pengusaha dan regulator telekomunikasi bereaksi keras atas putusan tersebut. Mereka menyatakan kecewa sekaligus cemas terhadap dampak putusan hakim. "Jika memakai cara berpikir hakim, semua Internet service provider akan dianggap kriminal," kata Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia Setyanto P. Santosa. "Kiamat bisnis Internet jelas di depan mata," ujar anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Nonot Harsono.

Putusan kasus Indar pun menjadi bahan pembicaraan di tingkat dunia. Pada 3 September 2013, International Telecommunication Union (ITU), organ resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermarkas di Jenewa, sampai mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sekretaris Jenderal ITU Hamadoun T. menyampaikan keprihatinan yang serius (serious concern) terkait dengan implikasi putusan pengadilan tentang PT IM2.

Menurut ITU, putusan tersebut memberi pesan berlawanan terhadap hasil Global Symposium for Regulatory pada Juli 2013. Simposium yang dihadiri 100 negara-termasuk Indonesia-ini menyerukan pentingnya transparansi dalam regulasi dan proses hukum kasus telekomunikasi. "Itu akan berdampak negatif pada investasi telekomunikasi di Indonesia," kata Hamadoun mengingatkan.

Dukungan berbagai pihak sempat membangkitkan kembali semangat Indar. Tim kuasa hukum Indar pun tak hanya mengajukan pembelaan lewat memori banding. Mereka berkali-kali meminta hakim pengadilan tinggi memeriksa ulang para saksi. Tapi hakim banding tak memenuhi permintaan itu. "Mereka selalu bilang nanti saja, kami pertimbangkan," ujar Luhut.

Dalam musyawarah hakim pada 5 Desember lalu, majelis hakim banding yang dipimpin Syamsul Bachri Bapatua sepakat memperberat hukuman buat Indar. Dalam pertimbangan putusannya, majelis menyebutkan kerugian negara dalam kasus ini, "Sungguh sangat signifikan, yaitu di atas Rp 1 triliun." Majelis hakim rupanya tak mempertimbangkan bahwa perhitungan kerugian negara oleh BPKP telah dinyatakan tak sah oleh PTUN.

Galak terhadap Indar secara pribadi, hakim lebih lunak terhadap korporasi. Hukuman ganti rugi Rp 1,3 triliun untuk PT IM2 malah dihapuskan. Alasan hakim, dalam berkas perkara Indar, IM2 tak turut didakwa. Bila IM2 masih ingin mengembalikan kerugian negara, menurut hakim, jaksa bisa menggugat IM2 secara perdata atau menjadikan perusahaan itu sebagai terdakwa.

Kepala Departemen Informasi dan Pelayanan Hukum Ikatan Alumni ITB Ali Nurdin menilai pertimbangan majelis hakim tak konsisten dan terkesan ragu-ragu. Indar menjadi korban vonis yang mendua itu. Padahal, kata Ali, bila ada keraguan, "Hakim semestinya membuat putusan yang paling menguntungkan terdakwa."

Jajang Jamaludin


Di Kasasi 'Pertempuran' Dilanjutkan

Perkara yang membuat bekas Direktur Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto menjadi pesakitan berawal dari kerja sama IM2 dan Indosat. Kejaksaan menuding kerja sama ini tak sah, yang membuat negara rugi. Indosat dan IM2 menyatakan tak ada kesalahan dalam kerja sama itu.

2006

8 Februari
Indosat memenangi tender pita frekuensi radio 2,1 GHz generasi ketiga (3G) dengan penawaran Rp 160 miliar. Indosat membayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP) berupa:

  • Biaya awal (upfront fee) se­besar Rp 320 miliar (diba­yar di muka untuk jangka 10 tahun).
  • Biaya hak penggunaan frekuensi setiap awal tahun, total Rp 1,37 triliun, pada 2012.

    24 November
    Indosat menjalin kerja sama dengan IM2 untuk pengadaan layanan akses Internet broadband. IM2 membayar PNBP berupa:

  • Biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi tahunan, total Rp 23 miliar, pada 2012.
  • Biaya kewajiban pelayanan universal (USO) tahunan, total Rp 36 miliar, pada 2012.

    2011

    6 Oktober
    Ketua lembaga swadaya masyarakat Konsumen Telekomunikasi Indonesia, Denny Adrian Kusdayat, melaporkan penyalahgunaan frekuensi 2,1 GHz oleh Indosat dan IM2 ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

    2012

    13 Januari
    Kejaksaan Agung mengambil alih perkara dan menetapkan Direktur IM2 periode 2006-2012, Indar Atmanto, sebagai tersangka. 20 April Denny A.K. ditangkap polisi dengan tuduhan memeras Indosat dalam kasus berbeda. 30 Oktober Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Denny 16 bulan penjara. 9 November Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyatakan ada kerugian negara sekitar Rp 1,3 triliun. 13 November Kementerian Komunikasi dan Informatika mengirim surat ke Kejaksaan Agung. Surat ditembuskan ke Presiden dan Wakil Presiden, menyatakan kerja sama Indosat dan IM2 sesuai dengan aturan. 30 November Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama Indosat Johnny Swandy Sjam sebagai tersangka baru.

    26 Desember
    Indar menggugat tim audit BPKP ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Langkah Indar secara pribadi diikuti Indosat dan IM2.

    2013

    5 Januari
    Kejaksaan Agung mengumumkan Indosat dan IM2, sebagai korporasi, menjadi tersangka.

    1 Mei
    Majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan Indar. Menurut hakim, perhitungan kerugian negara versi BPKP tak sah dan harus dicabut.

    8 Juli
    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Indar empat tahun penjara dan mendenda Rp 200 juta. Hakim juga menghukum IM2 membayar kerugian negara senilai Rp 1,358 triliun.

    9 Juli
    Direktur Utama Indosat periode 2009-2012, Harry Sasongko Tirtotjondro, menjadi tersangka baru kasus ini.

    12 Desember
    Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding Indar dan menambah hukumannya menjadi delapan tahun. Dia juga dipidana Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Kewajiban IM2 membayar kerugian negara dihapus. Indar mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.


    TUDUHAN JAKSA

    IM2 dan Indosat melanggar:

    Pasal 33 Undang-Undang Telekomunikasi
    (1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin pemerintah.
    (2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
    (3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.

    Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
    Menteri mengumumkan peluang usaha untuk menyelenggarakan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi kepada masyarakat secara terbuka.

    Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000
    Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dibebankan secara penuh kepada tiap pengguna.


    PEMBELAAN IM2 dan Indosat

    Kerja sama penggunaan jaringan 2,1 GHz sesuai dengan peraturan:

    Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
    Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
    a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi (Indosat, Telkom, dll)
    b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi (IM2 dan penyedia jasa akses Internet lainnya)
    c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus (lembaga pemerintah)

    Pasal 9 Undang-Undang Telekomunikasi
    Penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan dan/atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Selama tersedia, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib melayani permohonan penggunaan frekuensi yang diajukan penyelenggara jasa telekomunikasi.

    DUKUNGAN

    Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menyatakan IM2 tidak wajib membayar penerimaan negara bukan pajak berupa upfront fee dan biaya hak penyelenggaraan frekuensi. Alasannya, IM2 tidak menggunakan spektrum frekuensi sendiri, tapi menggunakan milik Indosat. IM2 hanya wajib membayar BHP telekomunikasi dan upfront fee. Indosat dan IM2 sudah melunasi kewajiban masing-masing.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus