Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Surplus neraca perdagangan pada Maret 2023 mencapai US$ 2,91 miliar, turun dari Februari 2023 sebesar US$ 5,46 miliar.
Perlambatan surplus itu disebabkan impor yang meningkat lebih tinggi dibanding ekspor.
Pelemahan ekspor disebabkan oleh menurunnya harga komoditas dan pelemahan ekonomi global.
JAKARTA – Surplus neraca perdagangan pada Maret 2023 menyusut jika dibanding surplus pada bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Maret 2023 surplus US$ 2,91 miliar, lebih rendah dari Februari 2023 yang mencapai US$ 5,46 miliar.
Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, Imam Machdi, menuturkan perlambatan surplus itu disebabkan oleh kinerja impor yang meningkat lebih tinggi dibanding kinerja ekspor. Ekspor Indonesia meningkat 9,89 persen dibanding pada bulan sebelumnya, yaitu menjadi US$ 23,5 miliar. Sedangkan impor meningkat 29,33 persen menjadi US$ 20,59 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan impor barang modal sebesar 34,35 persen,” ujar Imam, kemarin, 17 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peningkatan ekspor terbesar terjadi pada bahan bakar mineral. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati, diikuti mesin dan perlengkapan elektrik, nikel dan barang daripadanya, bahan kimia anorganik, serta kendaraan dan bagiannya.
Pelemahan harga komoditas global juga disebut sebagai salah satu penyebab menurunnya kinerja ekspor Indonesia. Selama Januari hingga Maret 2023, sektor industri pengolahan menurun, yang disumbang oleh penurunan ekspor minyak kelapa sawit, produk pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sedangkan ekspor produk pertambangan masih meningkat, yang disumbang oleh ekspor batu bara.
Pelemahan Kinerja Ekspor Diperkirakan Berlanjut
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan sinyal pelemahan kinerja ekspor bakal berlanjut. Secara tahunan, ekspor diprediksi terkontraksi 19,4 persen, dari sebelumnya tumbuh 4,5 persen. “Untuk impor, kecenderungannya masih akan terkontraksi sebesar 20,4 persen dari sebelumnya 4,32 persen,” katanya.
Dinamika perekonomian global masih menjadi sentimen utama yang mempengaruhi kinerja neraca dagang. “Normalisasi harga komoditas menjadi penyebab susutnya pergerakan neraca dagang ke depan, di mana ekspor cenderung melandai lebih dalam dibanding kinerja impor,” ucapnya.
Foto udara kapal tongkang bermuatan batu bara melintasi Sungai Batanghari di Kasang, Jambi, 8 Maret 2023. ANTARA/Wahdi Septiawan
Josua menambahkan, pelemahan permintaan global cenderung disebabkan oleh pelemahan perekonomian Amerika Serikat dan Eropa, yang menunjukkan kontraksi pada Maret 2023. Sedangkan mitra dagang utama Indonesia, yaitu Cina, belum mampu menyumbang lonjakan permintaan sebagaimana yang diharapkan. “Kondisi reopening di Cina belum berdampak besar pada ekspor Indonesia. Ini sebagai dampak dari tensi geopolitik yang meningkat.”
Adapun ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Faisal Rachman, mengatakan lonjakan inflasi di negara-negara maju yang menjadi mitra dagang utama Indonesia juga memukul permintaan dan kinerja ekspor secara keseluruhan. “Kita masih harus mengantisipasi perlambatan surplus neraca dagang hingga ke semester II tahun ini,” katanya.
Di sisi lain, kinerja impor, menurut Faisal, masih akan diliputi ketidakpastian, yaitu bergantung pada penguatan permintaan dari dalam negeri setelah dicabutnya kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi. “Beberapa bahan baku untuk memproduksi barang ekspor juga didapat dari impor sehingga pelemahan ini patut diantisipasi karena tren ekspor masih akan melemah,” ucapnya.
GHOIDA RAHMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo