Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamis siang pekan lalu, ruas jalan tol Kanci-Pejagan tampak lengang. Setiap setengah jam, hanya 3-4 mobil melewati jalan bebas hambatan Trans-Jawa yang menghubungkan Jawa Barat ke Jawa Tengah ini. Kebanyakan kendaraan pribadi. Hampir tiga tahun ruas itu beroperasi, keramaian lalu lintas praktis hanya terjadi pada saat liburan panjang atau Lebaran.
Dikelola PT Semesta Marga Raya, anak perusahaan Bakrie Toll Road Development, jalan tol yang lengang itu menjadi salah satu ruas yang sedang ditawarkan untuk dilego oleh Grup Bakrie, yang mengantongi saham melalui Bakrieland. Tapi, seperti halnya para pengendara yang enggan memasukinya, banyak investor yang masih pikir-pikir untuk mengambil alih bisnis ini dari tangan Bakrie.
Banyak pengguna jalan memang menghindari ruas tol ini dan memilih jalan biasa di pinggir Pantai Utara atau Pantura. Baru masuk gerbang saja, mereka sudah disambut jalanan berlubang dan aspal yang mengelupas di sana-sini. "Rasanya kayak naik kuda, bukan naik mobil," kata Rudi, 32 tahun, pengguna jalan tol, saat ditemui Tempo di area peristirahatan.
Kondisi jalan tol sepanjang 38,1 kilometer itu, menurut Rudi, tak sepadan dengan tarif Rp 21.500 untuk mobil kecil golongan I dan Rp 65 ribu untuk truk gandeng. Ia membandingkannya dengan jalan tol Palimanan-Kanci sepanjang 26,3 kilometer, yang hanya bertarif Rp 9.000 untuk mobil pribadi seperti miliknya.
Dibangun dengan teknologi precast prestressed concrete pavement (PPCP), ruas tol Bakrie itu disebut-sebut mengadopsi model pembangunan jalan tol di Amerika Serikat. Kelemahannya, teknologi ini hanya cocok digunakan untuk tanah yang stabil. Bila PPCP digunakan untuk struktur tanah baru seperti Kanci-Pejagan, kemungkinan besar jalan akan jadi bergelombang.
Dengan kondisi itu, pengguna jalan tol Kanci-Pejagan tidak aman memacu kendaraan melebihi 80 kilometer per jam. Padahal, dalam rencana awal, batas kecepatan maksimum di jalan tol ini seharusnya 120 kilometer per jam.
Kepala Badan Pengaturan Jalan Tol Achmad Gani Gazali mengatakan indeks internasional jalan tol Kanci-Pejagan jauh dari ideal. Tak aneh bila angka rata-rata harian kendaraan yang keluar-masuk tol ini masih di bawah 10 ribu, meleset banyak dari target semula, yakni 17 ribu kendaraan. "Kami sudah berulang kali meminta operator melakukan perbaikan," kata Gani. "Mereka memperbaiki, tapi tak sekaligus."
Selain menguasai PT Semesta Marga Raya, Bakrie Toll Road memiliki konsesi di empat ruas jalan tol lain yang mangkrak. Keempatnya ialah Pejagan-Pemalang, Pasuruan-Probolinggo, Ciawi-Sukabumi, dan Batang-Semarang.
Pada pertengahan tahun ini, Bakrie mengutus Harya Mitra Hidayat dan Ade Erlangga untuk menawarkan Bakrie Toll Road ke PT Jasa Marga Tbk. Perusahaan milik pemerintah ini menyatakan berminat dan kebetulan sedang giat memperluas pengoperasian jalan tol dengan ruas-ruas baru.
"Keuangan perusahaan kami dalam kondisi prima," kata Direktur Utama PT Jasa Marga Adityawarman. Mereka menyiapkan dana Rp 25 triliun untuk menyelesaikan 10 ruas tol baru. "Masih ada ekuitas Rp 11 triliun untuk investasi," ujarnya.
Setelah banyak menimbang, Jasa Marga hanya berminat pada dua ruas yang ditawarkan, yakni Ciawi-Sukabumi dan Semarang-Batang. "Kami hanya akan mengakuisisi ruas yang terkoneksi langsung dengan jalan tol yang kami miliki. Ini soal efisiensi," Adityawarman memberi alasan.
Dengan situasi itu, perundingan di antara keduanya untuk sementara buntu. Bakrie mengungkapkan masih mencoba mendekati pihak lain dan akan melepas ruas tol miliknya ke penawar terbaik.
Selain mendekati Jasa Marga, Bakrie melobi Grup MNC. Menurut sejumlah sumber di perusahaan itu, penawaran dilakukan langsung oleh bos kelompok ini, yaitu Nirwan Bakrie, yang menemui juragan MNC, Hary Tanoesoedibjo.
Dalam pertemuan pada pertengahan September lalu, Hary mengatakan memang sedang melirik sektor infrastruktur dalam pengembangan bisnisnya. Tahun lalu, ia memberi contoh, kelompoknya mendirikan anak usaha baru, yaitu PT MNC Infrastruktur Utama, melalui PT Indonesia Air Transport Tbk. Saat ini MNC Infrastruktur tengah membangun pelabuhan batu bara di Kalimantan Timur, dengan investasi US$ 12 juta.
Singkat kata, tawaran Bakrie disambut MNC. Tiga pekan lalu, pihak MNC, yang diwakili PT Bhakti Investama, meneken non-disclosure agreement dengan Bakrieland. Direktur Utama PT Indonesia Air Transport Syafril Nasution mengakui pihaknya sedang dalam proses penjajakan pembelian saham Bakrie Toll Road. "Kami salah satu calon pembeli yang berpotensi dan serius," kata Syafril ketika dihubungi Tempo, Kamis malam pekan lalu. "Tapi sejauh ini belum ada kesepakatan akuisisi. Angka belum disebut."
MNC, menurut Syafril, masih mempelajari perusahaan yang akan dibeli. "MNC melihat perkembangan infrastruktur di Indonesia menjanjikan," katanya sambil menyebutkan dukungan dana yang kuat di perseroannya. Dia merujuk pada ekuitas keuangan Bhakti Investama yang mencapai Rp 13,7 triliun dalam laporan keuangan unaudited per 30 Juni 2012. MNC berminat menguasai semua ruas tol yang dimiliki Bakrie, kecuali ruas Batang-Semarang.
Head of Investor Relations Bakrieland Nurizman Nurdin mengatakan non-disclosure agreement telah diteken dengan sejumlah pihak. Namun dia enggan menyebutkan pihak mana saja yang terlibat. Menurut dia, rencana divestasi Bakrie Toll Road merupakan upaya optimalisasi perusahaan. "Memang agak lebih lambat, tapi masih on the right track. Harapan kami, divestasi bisa dilakukan sebelum tahun berganti," ujarnya.
Nurizman juga membantah kabar bahwa rencana pelepasan aset di Bakrie Toll Road itu disebabkan oleh lilitan utang yang menggunung di induk perusahaan. Di beberapa sayap bisnis utamanya, Bakrie sedang kelimpungan karena banyaknya utang yang jatuh tempo pada waktu yang berdekatan, misalnya di PT Bumi Resources Tbk dan beberapa kerabatnya di sektor pertambangan.
"Enggak ada hubungannya. Rencana divestasi sudah disampaikan sejak awal tahun. Kalau soal Bumi, itu kan baru enam bulan terakhir," ujar Nurizman. Pemegang saham, kata dia, ingin Bakrieland kembali ke bisnis utama, yaitu properti. "Mereka suka properti. Ini bagus. Intinya, mereka ingin kembali ke fitrah. Bukan karena bisnis jalan tol jelek."
Nurizman menjelaskan, investasi di jalan tol baru akan menguntungkan setelah melewati tahun ketiga pengoperasian. Sedangkan properti akan mendapat pemasukan 20 persen sebelum pembangunan. "Cashflow-nya lebih mudah diprediksi. Analisis kami, pada 2013-2014, pengembangan properti lebih besar," katanya.
Bila divestasi seluruh saham Bakrie Toll Road lancar, Bakrie hanya akan mempertahankan konsesi satu ruas tol, yaitu Cimanggis-Cibitung sepanjang 25 kilometer. Konsesi 35 tahun ruas tol ini dikelola melalui Cimanggis-Cibitung Tollways, yang sahamnya dimiliki Bakrie & Brothers sebanyak 15 persen dan Bakrie Toll Indonesia sebesar 85 persen.
Achmad Gani Gazali mengatakan telah memanggil pihak Bakrie dan MNC terkait dengan rencana divestasi saham Bakrie Toll Road. "Selama yang mengambil saham adalah partner yang punya uang, tidak jadi masalah," katanya. Untuk itu, ia meminta komitmen pihak MNC bila perseroan ini jadi mengakuisisi Bakrie Toll Road. "Saya minta komitmen agar Kanci-Pejagan diperbaiki dan MNC menyanggupinya."
Amandra Mustika Megarani, Agoeng Wijaya, Ivansyah (Cirebon)
Ruas Tol yang Dimiliki Bakrie
Cimanggis-Cibitung
Kanci-Pejagan
Ciawi-Sukabumi
Pejagan-Pemalang
Pasuruan-Probolinggo
Batang-Semarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo