Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIKAP pekerja PT Kertas Leces untuk tetap tenang di saat susah patut diacungi jempol. Tak ada demonstrasi anarkistis kendati, sejak perusahaan beroperasi kembali Juni lalu, gaji mereka terkatung-katung tak dibayar hingga September.
Serangkaian rapat dan mediasi antara serikat pekerja dan manajemen belum membuahkan hasil. Karyawan berencana menggugat melalui Pengadilan Hubungan Industrial di Surabaya, Jawa Timur. “Mental karyawan jatuh, terjadi demotivasi," kata Sekretaris Serikat Karyawan PT Kertas Leces, Arham, kepada Tempo di area pabrik di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Selasa pekan lalu.
Perusahaan pelat merah itu, menurut Arham, mempunyai tunggakan gaji sebesar Rp 4 juta tiap karyawan. Padahal jumlah karyawan total 1.800 orang. Ia tak berani memastikan apakah semua karyawan memiliki "piutang" itu. Namun setidaknya 800 karyawan anggota serikat bernasib sama: belum menerima gaji Juni-September 2012.
Lantaran motivasi kerja merosot, produksi tak kunjung memenuhi target. Padahal manajemen sudah mencanangkan produksi digenjot 100 persen sejak Oktober lalu. “Malah cenderung terus merugi," ucap karyawan yang dekat dengan jajaran direksi.
Kondisi lesu darah ini diakui Direktur Utama Leces Budi Kusmarwoto. Ia mengaku kecewa terhadap keadaan itu. Para karyawan semestinya bersemangat ketika pabrik beroperasi kembali setelah sejak Mei 2010 mandek. Budi lantas membuat gebrakan. Pada 27 November lalu, ia menerbitkan surat terbuka kepada semua karyawan yang isinya meminta mereka bekerja keras sepenuh hati demi kemajuan bersama.
Dalam surat tiga halaman itu, Budi juga mengancam mundur dari Leces per Februari tahun depan jika sampai Januari tak ada tren positif dalam produksi dan finansial perusahaan. “Orang yang kelamaan tidur harus ditampar sedikit biar bangun," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Budi dilantik menjadi Direktur Utama Leces pada 28 Mei lalu oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Sebelumnya, ia direktur di PT PLN Engineering, anak usaha PT PLN (Persero).
Di awal Budi menggerakkan Leces, 12 Juni 2012, produksi baru 20 persen dari kapasitas dengan mengandalkan tiga mesin. “Untuk menunjukkan kepada publik dan pemerintah bahwa Leces masih berproduksi," ujarnya. Gaji karyawan juga menjadi perhatian khusus.
Empat bulan kemudian, manajemen menetapkan target produksi 100 persen dengan menggerakkan semua mesin, yang berjumlah lima unit. Mesin menderu memproduksi kertas medium liner, HVS, dan tisu. Budi mengklaim bisa menghasilkan 550 ton produk kalau sudah beroperasi penuh.
Keputusan "lari kencang" itu muncul setelah, pada 15 Oktober, Leces mendapat kredit berjangka waktu setahun dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) sebesar Rp 50 miliar. “Bunga kredit lumrah, 12-14 persen," ujar Direktur Utama PPA Boyke Mukijat di kantornya, Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Selasa pekan lalu.
Boyke menuturkan kredit itu bersifat business to business dan diproses setelah PPA menerima surat permohonan dari Menteri Dahlan. Manajemen Leces pun mesti bolak-balik merevisi business plan sebelum duit mengucur.
Dana utang itu bak siraman air hujan di musim kemarau bagi Leces. Setelah mati suri selama dua tahun, Leces dicoret dari daftar BUMN strategis penerima dana penyertaan modal negara (PMN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Padahal rapat Komisi BUMN dengan Menteri Dahlan menjelang pengesahan APBN 2012 pada Oktober 2011 sepakat menggelontorkan uang Rp 200 miliar itu. Sejumlah BUMN lain yang kesulitan keuangan juga memperoleh dana PMN, yang totalnya Rp 2 triliun.
Mengapa Dahlan enggan menggelontorkan uang untuk Leces? “Saya yakin uang saja tak bisa menyelesaikan masalah Leces," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. “Sudah beberapa kali diberi duit seperti itu dan enggak ada hasilnya." Leces pernah menerima dana PMN pada 2006-2007, masing-masing Rp 100 miliar dan Rp 175 miliar.
Mantan Direktur Utama PLN ini berpendapat, untuk menghidupkan Leces, mesti dipasang direktur utama yang andal. Nakhoda itulah yang harus piawai berinovasi dan mencari kredit untuk membiayai produksi. “Kalau dirut yang sekarang tak mampu menghidupkan, Leces ditutup," ucap Dahlan enteng.
Anggota Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Hendrawan Supratikno, tak sepakat bila pabrik yang berdiri sejak 1939 itu begitu mudah dimatikan. Perusahaan kertas tertua ini dia nilai berhasil bertransformasi dari sekadar perusahaan menjadi komunitas. Di area pabrik terdapat fasilitas publik yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar.
Leces juga bisa menghasilkan profit jika dikelola secara serius. “Makanya kami setuju dana PMN untuk Leces," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, Selasa pekan lalu, di ruang kerjanya.
Wakil Ketua Komisi BUMN Aria Bima menjelaskan, dana PMN Rp 200 miliar diputuskan setelah Panitia Kerja PMN Komisi BUMN meminta penjelasan manajemen Leces. Sebelumnya, ia memimpin tim untuk melihat pabrik itu. Leces, menurut Aria, memiliki dimensi ekonomi, sejarah, dan politik sehingga harus terus dikembangkan. Pabrik itu merupakan perusahaan yang dinasionalisasi tanpa jalur diplomasi. “Leces direbut secara paksa oleh pejuang kita. Dengan pengorbanan darah," ujarnya.
Dalam rapat dengan perwakilan Kementerian BUMN dan sejumlah direksi BUMN pada 5 Oktober 2011, untuk pertama kalinya Komisi BUMN setuju menyuntikkan dana PMN kepada Leces. Rapat digelar untuk membahas Rancangan APBN 2012.
Saat rapat dengan Menteri Dahlan pada 17 Oktober 2011, Komisi BUMN kembali menegaskan permintaan jatah dana PMN untuk Leces. Namun, dalam surat Dahlan kepada Ketua Komisi BUMN tertanggal 21 Oktober 2011, Leces tak ada dalam deretan sejumlah BUMN strategis calon penerima dana PMN, yang totalnya Rp 2 triliun.
Anehnya, dalam rapat komisi dengan Dahlan enam hari kemudian, disepakati Leces mendapat alokasi dana PMN sebesar Rp 200 miliar, bersama PT PAL (Rp 600 miliar), PT Pindad (Rp 300 miliar), PT IKI (Rp 200 miliar), PT Dirgantara Indonesia (Rp 400 miliar), PT MNA (Rp 200 miliar), dan PT Garam (Rp 100 miliar).
Keputusan ini dilaporkan Komisi BUMN kepada pimpinan DPR via surat 8 Februari 2012. Lima hari kemudian, pimpinan DPR menyampaikan kepada Menteri BUMN dan Menteri Keuangan. Tapi, berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh Tempo, pada April 2012 kedua kementerian tadi memutuskan Leces tak memperoleh dana PMN dan jatahnya diberikan kepada PT Dirgantara Indonesia (DI). Walhasil, DI bakal memperoleh Rp 600 miliar.
Sumber Tempo di DPR dan pemerintah membisikkan, Dahlan tak mau mengguyur Leces dengan dana PMN agar dananya tak dipakai membeli kembali hak tagih (cessie) utang Leces dari Kalimantan Asset Management (KAM) senilai Rp 150 miliar. Perusahaan investasi itu pada 2004 membeli cessie utang Leces dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) seharga Rp 88 miliar. “Nanti KAM yang untung," kata sumber tadi. Dahlan membantah ketika dimintai konfirmasi. “Bukan itu," ujarnya.
Budi Kusmarwoto sangat berharap bisa membeli kembali cessie agar Leces bisa mengelola aset-aset yang selama ini dikuasai KAM. “Demi menyelamatkan aset negara," katanya. Itu sebabnya, ia ingin pemerintah mengurungkan niat tak membagi dana PMN kepada Leces. Ia menganggap sekarang belum terlambat karena peraturan pemerintah tentang alokasi dana PMN untuk BUMN pada 2012 belum diterbitkan.
Aria Bima berjanji melobi pemerintah supaya melaksanakan keputusan bersama DPR soal dana PMN untuk Leces. Selama peraturan pemerintah tentang PMN belum ada, Aria berharap Leces masih berpeluang mendapatkan haknya. “Leces butuh beli kembali cessie dari KAM agar bisa mengembangkan bisnisnya, bukan sekadar untuk hidup," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Jobpie Sugiharto, Retno Sulistyowati, David Priyasidharta (Probolinggo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo