Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, ekstensifikasi atau perluasan program dana pensiun dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan akumulasi dana pensiun agar mencapai 20 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir Antara, Ogi menyebutkan salah satu upaya ekstensifikasi tersebut adalah dengan adanya tambahan iuran peserta program pensiun bagi masyarakat berpendapatan tertentu. Selain itu, ada juga intensifikasi dengan menambah iuran pensiun masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi bersama-sama intensifikasi dan ekstensifikasi sehingga akumulasi dana pensiun itu akan meningkat,” ujar Ogi, dikutip dari Antara, Jumat, 6 September 2024.
Dia juga berharap dengan semakin meningkatnya nilai PDB Indonesia, akumulasi dana pensiun akan semakin tumbuh sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian nasional serta menjadi pendorong pembangunan nasional.
“Kan PDB kita juga meningkat, jadi kalau akumulasi dana pensiun naik 5 persen, PDB juga naik 5 persen, ya persentasenya tidak berubah gitu kan. Jadi, peningkatannya harus lebih tinggi dari peningkatan PDB kita,” kata Ogi.
OJK, dia menambahkan, pengaturan batas gaji pekerja yang akan dikenakan program pensiun tambahan itu masih menunggu peraturan pemerintah (PP). “Isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan. OJK dalam kapasitas pengawas,” kata Ogi dalam konferensi pers Dewan Komisioner yang dipantau Tempo secara daring pada Jumat, 7 September 2024.
Tempo mencatat, dengan adanya rencana penambahan iuran program pensiun itu, membuat potongan gaji karyawan di Indonesia semakin besar dan banyak. Sebelumnya, terdapat beberapa iuran wajib yang harus dibayarkan karyawan Indonesia dari penghasilannya. Apa saja? Berikut rinciannya:
Selanjutnya: 1. BPJS Kesehatan....
1. BPJS Kesehatan
Mengacu Pasal 16B ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dalam bpk.go.id, PNS, anggota TNI dan Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS wajib membayar sebesar 5 persen dari gaji per bulan untuk Iuran BPJS Kesehatan.
Potongan gaji sebesar 5 persen itu dibayar dengan ketentuan, 4 persen dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan dan 1 persen lainnya dibayar oleh peserta.
2. BPJS Ketenagakerjaan (JKM dan JKK)
Iuran BPJS Ketenagakerjaan terbagi dalam berbagai program. Salah satunya adalah Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). JKM adalah iuran yang manfaat uangnya akan diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.
Sedangkan JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Adapun terkait besaran iuran yang harus dibayarkan untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja adalah mulai 0,24 persen sampai dengan 1,74 persen dari upah dan ditanggung oleh perusahaan. Nilainya berbeda-beda tergantung risiko pekerjaan. Adapun iuran Jaminan Kematian dibayarkan sebesar 0,3 persen dari upah yang ditanggung oleh perusahaan.
3. BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua
Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program jangka panjang yang diberikan saat peserta memasuki masa pensiun, kecelakaan, dan bisa diterimakan kepada ahli waris apabila peserta meninggal dunia.
Besar iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja penerima upah sebesar 5,7 persen dari upah. Angka tersebut terdiri dari 2 persen yang dibayarkan oleh pekerja dan 3,7 persen dibayarkan oleh pemberi kerja. Sedangkan besar iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja bukan penerima upah sebesar 2 persen dari upah yang dilaporkan setiap bulan.
4. BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun
BPJS Jaminan Pensiun (JP) adalah program perlindungan yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak ketika peserta kehilangan atau kekurangan penghasilan karena pensiun atau cacat total tetap. Peserta iuran JP adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara dan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.
Untuk program ini, besaran iuran yang dibebankan untuk pekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara atau perusahaan swasta, yaitu sebesar 3 persen. Angka tersebut 2 persennya dibayarkan oleh pemberi kerja/perusahaan dan 1 persen ditanggung peserta.
Selanjutnya: 5. Pajak Penghasilan (PPh 21)....
5. Pajak Penghasilan (PPh 21)
PPh adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada individu dan badan yang memiliki penghasilan tertentu. Pajak ini dibayarkan oleh karyawan dengan penghasilan di atas ambang Penghasilan Kena Pajak (PKP), yakni Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan.
Adapun tarif pajak ini beragam, mulai dari 5 persen hingga 35 persen, tergantung pada besarnya penghasilan seseorang. Melansir dari DJPB Kemenkeu, berikut besaran potongan untuk Pajak Penghasilan 21.
- Penghasilan tahunan mulai dari Rp 60 juta terkena pajak 5 persen.
- Penghasilan tahunan lebih dari Rp 60 - 250 juta terkena pajak 15 persen.
- Penghasilan tahunan lebih dari Rp 250 - 500 juta terkena pajak 25 persen.
- Penghasilan tahunan lebih dari Rp500 juta - 5 miliar terkena pajak 30 persen.
- Penghasilan tahunan lebih dari Rp5 miliar terkena pajak 35 persen.
6. Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Pada PP baru ini, PNS, CPNS, Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, prajurit siswa TNI, anggota Polri, pejabat negara, karyawan swasta, dan pekerja mandiri (freelance) juga mengalami pemotongan gaji sebesar 3 persen setiap bulannya.
Dari besaran potongan tersebut, pemberi kerja menanggung 0,5 persen biaya simpanan, sedangkan 2,5 persen lainnya ditanggung oleh pekerja dari total gajinya setiap bulan. Iuran Tapera maksimal dibayar tanggal 10 setiap bulan.
Namun, pembayaran Iuran Tapera ini baru akan berlaku pada 2027 nanti. Merujuk Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020, pemberi kerja untuk pekerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut. Karena itu, pemotongan Tapera berlaku paling lambat pada 2027, karena PP Nomor 25 Tahun 2020 telah disahkan Jokowi pada 20 Mei 2020.
Antara, Rachel Farahdiba Regar, Putri Safira Pitaloka, Delfi Ana Harahap, Melynda Dwi Puspita, berkontribusi dalam artikel ini