Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
OJK memantau secara khusus 11 perusahaan asuransi yang tidak memenuhi rasio-rasio keuangan tertentu.
Secara keseluruhan, tingkat RBC industri asuransi jiwa maupun asuransi umum masing-masing sebesar 462,80 persen dan 307,7 persen pada Mei 2023.
OJK memperketat pengawasan penempatan investasi yang dilakukan entitas asuransi.
JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melanjutkan upaya penyehatan industri asuransi nasional. Terakhir, otoritas menyampaikan setidaknya ada 11 perusahaan asuransi yang tengah dalam pemantauan khusus akibat tidak memenuhi rasio-rasio keuangan tertentu, seperti aspek permodalan risk based capital (RBC) dengan threshold atau ambang batas minimal 120 persen. Sejumlah entitas tercatat memiliki RBC di bawah ambang batas tersebut, bahkan negatif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan, secara keseluruhan, tingkat RBC industri asuransi jiwa ataupun asuransi umum masing-masing sebesar 462,80 persen dan 307,7 persen pada Mei 2023. Bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan RBC yang disyaratkan, otoritas mengambil langkah tegas untuk memastikan kualitas pelayanan terhadap konsumen tetap terjaga.
“Jadi, untuk perusahaan-perusahaan yang bermasalah itu, kami tangani dengan tim khusus. Ada direktur khusus yang mengawasinya secara spesifik dan meminta para pemegang saham menyusun rencana penyehatan keuangannya,” ujar Ogi, kemarin, 4 Juli 2023.
OJK pun tak segan mengambil alih kendali penyehatan jika pemegang saham dan manajemen perusahaan tak kooperatif serta menunjukkan iktikad melakukan perbaikan. “Kami akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi konsumen, memberikan kepastian kepada stakeholder, dan tentunya untuk memperbaiki citra industri asuransi nasional,” ucapnya.
Selain itu, otoritas berupaya memperketat pengawasan, khususnya dalam upaya penempatan investasi yang dilakukan entitas asuransi. Tujuannya agar otoritas dapat memastikan instrumen investasi yang dipilih untuk mengelola dan mengembangkan dana nasabah berada di tempat yang aman dengan risiko yang terukur.
“Para pengawas telah diberikan aplikasi tools yang bisa melihat transaksi dari dana yang dimiliki oleh asuransi yang dilakukan ke pihak ketiga, siapa pihak ketiganya, berapa transaksinya, dilakukan di pasar reguler atau di luar itu. Kami bisa memantau semuanya apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Ogi. Ihwal transaksi yang berkaitan dengan pihak terafiliasi, dia menyebutkan bahwa hal itu akan diatur lebih lanjut, dengan memberi batasan jumlah dan porsi transaksi yang, apabila dilanggar, dapat dikenai sanksi pidana maupun sanksi lainnya.
Petugas melayani pengaduan masyarakat melalui telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Meningkatkan Basis Permodalan Industri Asuransi
Terakhir, OJK berkomitmen terus meningkatkan kekuatan basis permodalan industri asuransi. Salah satunya dengan mengkaji aturan mengenai klasifikasi perusahaan asuransi berdasarkan tingkat permodalan. Otoritas berharap kebijakan itu dapat menguatkan struktur ketahanan dan daya saing, mendorong operasional yang lebih efektif dan efisien, melindungi kepentingan pemegang polis, serta memperkuat persiapan modal penyangga untuk mengantisipasi kerugian.
Ogi mengimbuhkan, OJK juga telah membahas dan meminta masukan atas usulan kebijakan tersebut kepada pelaku industri asuransi dan asosiasi. “Nantinya ada perusahaan asuransi dengan modal kelas satu dan kelas dua. Yang modalnya tinggi, boleh menjual produk yang sifatnya kompleks. Sedangkan yang modalnya rendah, hanya boleh menjual produk yang sifatnya sederhana,” kata Ogi.
Berdasarkan catatan OJK, industri asuransi nasional mencatatkan penurunan pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa sebesar 8,08 persen secara tahunan. Nilai presmi asuransi per Mei 2023 sebesar Rp 71,90 triliun. Adapun pada Mei 2022 sebesar Rp 78,23 triliun. “Hal ini didorong oleh penurunan premi di lini usaha unit-linked atau produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI),” ujar Ogi. Sedangkan akumulasi premi asuransi umum tercatat tumbuh positif 8,80 persen menjadi Rp 52,78 triliun.
Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus melanjutkan persiapan pembentukan Program Penjaminan Polis (PPP), mandat baru setelah diterbitkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, berujar bahwa saat ini lembaganya tengah menyusun kriteria perusahaan asuransi yang bisa mendapat program penjaminan polis. “Yang jelas, persyaratan minimalnya adalah perusahaan tersebut sehat menurut OJK, bisa dilihat dari RBC, tapi masih belum ditentukan berapa nilainya,” katanya.
Purbaya mengatakan LPS bakal memastikan PPP siap diimplementasikan pada 2028, sembari mensinergikan upaya penyehatan industri asuransi dengan OJK. “Jangan sampai setelah setahun diimplementasikan, ada 10-20 perusahaan asuransi jatuh, kita tidak mau, sehingga mau dirapikan dulu karena itu akan mempengaruhi kredibilitas PPP itu sendiri.”
GHOIDA RAHMAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo