Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan untuk memperpanjang masa keringanan dan restrukturisasi kredit nasabah yang terkena dampak pandemi Covid-19. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan debitor bank diproyeksikan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang serta masa pelonggaran kredit. “Memang agak berat bagi debitor untuk bisa recovery sampai akhir tahun. Jadi, kelihatannya perlu kami perpanjang, Oktober nanti kami putuskan,” ujarnya kemarin. Semula, stimulus pelonggaran tersebut dijadwalkan berakhir pada Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wimboh, keringanan dalam pemenuhan kewajiban kredit dinilai efektif untuk membantu debitor, khususnya segmen korporasi. Menurut dia, korporasi akan mengalami kesulitan arus kas (cashflow) hingga permodalan jika restrukturisasi kredit tak diberikan. “Sehingga ini menjadi tugas bersama, termasuk bank. Kami juga akan bekerja sama dengan asosiasi pelaku usaha agar bisa bangkit dan berusaha kembali.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan catatan OJK, hingga 6 Juli 2020 perbankan nasional telah memberikan keringanan kredit kepada 6,72 juta nasabah, dengan nilai kredit sebesar Rp 769,55 triliun. Sebanyak 5,41 juta nasabah di antaranya merupakan nasabah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), senilai Rp 326,38 triliun. Sedangkan nasabah non-UMKM yang mendapat restrukturisasi sebanyak 1,31 juta, dengan nilai Rp 443,17 triliun.
Di sisi lain, Wimboh mengatakan rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) perbankan melonjak pada Mei 2020 menjadi 3,01 persen. Angka tersebut naik dari posisi akhir tahun lalu sebesar 2,9 persen. “Kami melihat beberapa bank ada yang tidak 100 persen mengoptimalkan skema restrukturisasi, dalam arti membuat cadangan, tapi direstrukturisasi juga iya,” ucapnya.
Menurut Wimboh, kondisi itu turut tecermin pada peningkatan NPL di sejumlah perbankan. “Untuk itu, saat ini kami melakukan tracking pada dua angka, yaitu angka NPL berdasarkan yang direstrukturisasi dan yang tidak direstrukturisasi,” kata dia.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menyatakan perbankan tetap membentuk cadangan terhadap kredit yang direstrukturisasi untuk meminimalkan risiko. “Ini bahayanya restrukturisasi, seperti kamuflase karena bisa membuat kredit bermasalah jadi lancar,” kata dia. Adapun hingga Juni 2020, tingkat NPL BCA tercatat naik signifikan mencapai 2,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 1,4 persen.
Untuk menekan lonjakan NPL, BCA menghapusbukukan pinjaman yang macet secara administratif (write off). Dengan demikian, tingkat NPL dapat menurun dan meningkatkan kondisi kesehatan bank.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan, sepanjang semester 1 2020, perseroan telah menghapusbukukan kredit sebesar Rp 1 triliun. “Hapus buku dilakukan untuk kredit yang sudah lama proses penagihannya,” ucapnya.
Hal senada dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, di mana pada kuartal 1 2020 perseroan telah menghapusbukukan kredit sebesar Rp 4,38 triliun. Angka tersebut naik dibanding periode yang sama 2019 sebesar Rp 3,19 triliun. “Kami memperkirakan langkah write off akan kembali naik tahun ini,” ujar Direktur Finance, Planning, and Treasury BTN, Nixon L.P. Napitupulu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan kenaikan NPL di tengah situasi pandemi merupakan hal yang sulit dihindari. “Meski ada restrukturisasi, itu hanya bisa menahan laju pemburukan agar tidak meningkat terlalu tajam sehingga membahayakan perbankan,” kata dia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan salah satu penyebab belum optimalnya kebijakan restrukturisasi adalah perbedaan kapasitas yang dimiliki perbankan. “Kemampuan kecepatan dalam memproses restrukturisasi antara bank kecil dan bank besar berbeda. Ini harus jadi perhatian pemerintah untuk tidak disamaratakan,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH
OJK Perpanjang Periode Restrukturisasi Kredit
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo