SEPULANG dari Wina, Ginandjar Kartasasmita akhirnya bicara juga soal minyak - sesuatu yang meInang dinanti-nantikan wartawan. Menteri Pertambangan dan Energi itu, kabarnya, sempat mengecoh nyamuk pers dua pekan silam. Tapi hal itu tak terulang Senin pekan ini, ketika wartawan diundangnya ke kantor BKPM. Dan di kantornya yang lama itulah - kini berada di bawah "kekuasaan" Ketua BKPM baru Sanyoto - Menteri Ginandjar pertama kali berbincang mengenai lika-liku emas hitam. Tapi sebelumnya Ginandjar banyak bergurau dengan Mensesneg Murdiono sehingga gelak tawa terus bergema di BKPM. Padahal. di saat yang sama, suatu riak spekulasi tengah berlangsung di kalangan perbankan. Itu tecermin dari tingginya suku bunga antarbank, yang sempat melompat dari 15% menjadi 19% sejak pekan lalu. Sumber dari kalangan perbankan dan korps diplomatik berspekulasi bahwa pemerintah Indonesia mungkin akan mengambil langkah drastis di bidang fiskal dan moneter. Apalagi harga minyak cenderung merosot terus sejak Januari lalu Berita dari Jepang memang melaporkan bahwa minyak kita telah mulai dijual dengan potongan harga sampai sekitar US$ 1,56 per barel. Harian ekonomi terkemuka Jepang, Nikkei, dan buletin khusus soal minyak yang tepercaya di Jepang, RIM, akhir Maret lalu melaporkan bagaimana FEOT (Far East Oil Trading Co.) dan JIOC aapan Indonesia Oil Co.) telah bersedia memberi diskon US$ 1,56 per barel, untuk penjualan minyak bulan April. Ginandjar membantah. "Pertamina tetap menjual dengan harga patokan pemerintah yang disusun menurut harga patokan OPEC, US$ 17,56 per barel," katanya pasti. FEOT dan JIOC memang anak perusahaan Pertamina, tapi mereka sebenarnya merupakan importir minyak di Jepang. Bahwa keduanya menjual kembali minyak Indonesla kepada perusahaan-perusahaan pengilangan atau pembangkit listrik dengan harga diskon, itu bisa saja terjadi. "Mereka 'kan dagang. Katakanlah mereka memberikan semacam subsidi karena ada untung di tempat lain. Ketika harga minyak naik melewati US$ 18 per barel, tahun lalu, kita tetap menjual dengan harga GSP (harga patokan pemerintah Indonesia). Waktu itu mereka sudah menikmati untung," kata Ginandjar. Pasar minyak Indonesia di Jepang masih cukup bagus. "Jepang masih menianiikan jatah sekitar 13% dari total impor minyak," kata Menteri Pertambangan dan Energi itu. Kendati Jepang terus menekan agar Pertamina memberi diskon 3-4 dolar, pemerintah mempertahankan harga resmi US$ 17,56 per barel. Dan tiga bulan mendatang, permintaan minyak di Jepang diduga akan melonjak. "Sebab, mulai 1 Agustus, pemerintah Jepang akan mengenakan pajak 1% atas minyak impor. Berarti harga minyak di sana akan naik sekitar US$ 1,6 per barel. Sehingga, tentu para konsumen akan berlomba-lomba menimbun stok pada bulan Mei, Juni, dan Juli," kata Ginandjar yakin sekali. Seperti diketahui, Ginandjar pekan lalu mengikuti sidang lima menteri pemantau OPEC di Wina. Katanya, sidang sehari itu membicarakan dua masalah: mendengarkan laporan perusahaan Belanda Klyneveld Kraayenhof, yang ditugasi OPEC untuk mengaudit produksi minyak para anggota OPEC dan mengevaluasi pasar minyak yang cenderung menurun sejak Januari 1988. Kraayenhof melaporkan bahwa ada negara anggota OPEC yang menolak dikunjungi, sehmgga diduga mereka berproduksl melampaui kuotanya. Sebaliknya, ada pula negara yang tidak berproduksi sesuai kuota. Namun, secara total, produksi 13 negara anggota OPEC (termasuk Iran) masih tetap sekitar 17 juta barel per hari. Ini berarti, produksi OPEC secara total hanya sekitar 200.000 barel di atas kuota. Ginandjar tidak menyebutkan nama anggota OPEC yang telah melanggar konsensus OPEC. Tapi pers internasional mensinyalir Iran dan Uni Emirat Arab termasuk pelanggar kuota. Sementara itu. Arab Saudi. kabarnya, cuma bisa menjual minyaknya sekitar 3,9 juta barel, sedangkan kuotanya menurut OPEC adalah 4,3 juta barel. Meluncurnya harga minyak sejak awal tahun ini sebenarnya berpangkal dari produksi minyak pertengahan tahun silam. Juli-Agustus 1987, harga minyak per barel melampaui 18 dolar patokan OPEC. Beberapa negara produsen memanfaatkan harga tinggi itu dengan memompa sumur minyak lebih kencang terutama dilakukan oleh para penghasil minyak bukan OPEC. Produsen minyak nonOPEC terbagi tiga kelompok. Ada kelompok industri maju yang disebut OECD (seperti Inggris, Norwegia, AS, dan Australia), negara-negara sosialis (Uni Soviet dan RRC), dan negara-negara berkembang (Malaysia, Meksiko, dan Mesir). Baru sekarang, setelah harga minyak menyusut sampai di bawah US$ 14 per barel, negara-negara di luar OPEC itu waswas. Toh produksi non-OPEC sekarang diperkirakan masih l 500.000 barel di atas produksi tahun silam. Namun, tahun ini pertambahan produksi non-OPEC bisa meningkat sampai 800.000 barel, yang berarti mereka memompa 28 juta barel per hari. Beberapa pengamat berpendapat, harga minyak bisa kembali naik sampai US$ 18 per barel, jika produksi dunia dipoton sekitar 1 juta barel. Tapi, menurut Ginandjar, OPEC tak akan mengambil langkah pemotongan kuota kembali. "Yang penting para anggota OPEC mematuhi dulu kuotanya, dan produsen di luar OPEC kembali ke produksi 1987. Kalau dipotong, negara patuh seperti Indonesia yang rugi." Sidang OPEC memutuskan akan berunding dengan para produsen di luar OPEC, 23 April, kemudian menyusun strategi OPEC, 25 April mendatang. Belum jelas strateginya apa, tapi dampak pertemuan itu cukup lumayan. Harga minyak di pasar tunai Tokyo dan London sudah memuai sampai hampir satu dolar. Harga Brent dari Inggris, misalnya, Senin lalu naik 80 sen dolar dan diperdagangkan pada harga US$ 16,30 per barel. Max Wangkar, Sidartha Pratidina (Jakarta), Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini