NAZIR Tamara masih harus bersumpah tidak akan menyiarkan berita
bohong di depan seorang pejabat Kedutaan sesar Iran di Paris
sebelum mendapat visa ke Iran. Maklum pemerintah Khomeini sudah
demikian gusar membaca tulisan 'bohong' para wartawan asing.
Padahal Nazir Tamara, koresponden Sinar Harapan di Paris pernah
menginjak Mehrabad, Teheran, bersama rombongan Khomeini. Dengan
pesawat carteran dari Paris, hanya 150 wartawan terbawa ketika
itu (1 Februari) di antara 400 wartawan yang berminat turut.
Belakangan ini Nazir terbang dari Paris melalui Amman, Jordania,
menuju Teheran. Penerbangan langsung tertutup. Teheran
dijumpainya (26 November) tidak sekacau seperti bayangan
pemberitaan pers Barat. Dari Hotel Park, Teheran, Nazir
mengirimkan laporannya ke SH dengan teleks dan telepon.
Penugasan dari boss di Jakarta -- lebih sering lewat teleks --
kini dengan mudah diterimanya. Kini ia juga mudah dihubungi
lewat telepon, meski sering pergi ke luar Teheran. Nazir tampak
tidak banyak menemui kesulitan memperoleh sumber berita berkat
hubungannya dengan para pembantu dekat Khomeini, sejak pemimpin
revolusi Iran itu masih tinggal di Desa Neaupule-le-Chateau, 45
km di luar kota Paris.
Dulu ketika Khomeini baru saja menggusur Perdana Menteri Dr.
Syahpur Bakhtiar, hubungan telekomunikasi Jakarta-Teheran sulit
diselenggarakan. Untuk bertelepon, misalnya, orang harus menanti
lebih 2 jam lewat sambungan Frankfurt, Jerman Barat. Karena
perbedaan waktu, "saya dulu sering begadang menunggu jawaban
dari Nazir," kata drs. Samuel Pardede redaktur luar negeri SH.
Juga ketika itu hanya ada satu nomor teleks untuk hubungan
internasional di Madrasah Alisi, Teheran, yang dipakai sebagai
markas sementara pendukung Khomeini. Ke nomor itulah dengan
mengucap Assalamu alaikum dan menyebut mayoritas 140 juta
penduduk Indonesia Islam, redaksi SH berhubungan dengan Nazir
dan jurubicara markas Khomeini untuk memperoleh berita
perkembangan terakhir. Namun kini semuanya lebih cepat bagi SH
dan orangnya di sana.
Lahir di Kalianda, Lampung, 29 tahun lalu, Nazir Tamimi
Abdurrachman yang diubah jadi Nazir Tamara sebelumnya adalah
wartawan berbagai majalah di Jakarta. Pernah ia kuliah di
Fakultas Sastra UI dan Sinematografi LPKJ. Ia belajar di
Universitas Paris I di Pantheon, Sorbonne, Paris, sejak 5 tahun
lalu. Keberhasilan Nazir mewanwancara banyak tokoh teras
revolusi Iran merupakan kebanggaan tersendiri buat SH.
"Tapi sampai kini dia masih sulit ketemu Khomeini," kata
Pardede.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini