Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kejar bagi "Inem"

Dharma wanita dki menyelenggarakan kelompok belajar bagi pembantu rumah tangga. tujuannya untuk meningkatkan harga diri mereka yang umumnya masih muda-muda. (pdk)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NY. SUDIRO, istri bekas walikota Jakarta, Kamis pekan lalu mendapat giliran mengajarkan etika kepada 40 pembantu rumahtangga. Antara lain bagaimana menyodorkan piring, berdandan rapi, menerima telepon. Ini berlangsung dalam Kelompok Belajar (Kejar) bagi para pembantu di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang diselenggarakan oleh Dharma Wanita DKI. Di Jakarta sekarang ternyata ada 90 Kejar yang telah resmi disetujui Kepala Bidang Pendidikan Masyarakat Kanwil P&K DKI -- rapi baru satu-satunya (yang tercatat) yang khusus bagi pembantu rumahtangga. Yang lain untuk umum, biasanya yang drop-out sekolah -- mengajarkan misalnya jahit-menjahit atau lainnya dengan gratis. Ini usaha sosial swadaya masyarakat, terhitung sejak 1976, memenuhi anjuran pemerintah sebagai kelanjutan usaha pemberantasan buta huruf. Dan Menteri P&K sendiri, ketika membuka Lokakarya Kewajiban Belajar di Cibogo Jumat pekan lalu, menyebut Kejar ini sebagai salah satu bentuk untuk memberi kesempatan belajar yang dimaksud Kejar pembantu rumahtangga itu kini punya murid 40 orang -- 35 wanita, 5 orang pria. Tempatnya: bagian belakang rumah kediaman resmi Gubernur DKI di Jalan Taman Surapati. Masih muda-muda mereka -- berumur 20-an tahun. Ny Soetoto, wakil ketua penyelenggara, memberi alasan mengapa Kejar bagi para pembantu rumahtangga perlu: "Mereka perlu juga memperoleh pengetahuan lain, kecuali membantu pekerjaan rumahtangga," katanya. Melihat program pelajarannya memang begitu: ada baca-tulis, ada kesehatan, ada pengetahuan umum --bahkan ada pelajaran tentang GBHN dan P4. Suminem, 18 tahun, asal Boyolali Jawa Tengah, yang bergaji Rp 25 ribu sebulan, mengaku senang ikur pelajaran ini. "Bisa bikin kue dan merangkai bunga segala," kata jebolan kelas 11 SD ini. Dan ia memang tak ingin selama hidup jadi pembantu rumahtangga. Jasimun, 21 tahun asal Pacitan, Jawa Tengah, juga begitu. Sekolahnya hanya sampai kelas V SD karena tak ada biaya. Setelah selesai mengikuti Kejar, rencan,nya akan kursus mengemudi. Kata Gubernur Tjokropranolo kepada TEMPO: "Menimbulkan harga diri tak mungkin tanpa meningkatkan pendidikan." Dan salah seorang pengajar, Ny. Rudy Saharuddin, memang melihat kegairahan para pembantu itu. "Harapan mereka, nantinya lantas bisa kirim surat ke kampung," katanya. Dan itu memang setidak-tidaknya harga diri. Seminggu dua kali -- Senin dan Kamis -- 40 pembantu itu "sekolah". Bagus, memang. Siapa tahu akan ada yang mengalami nasib seperti Si Inem dalam film Inem Pelayan Sexy. Atau jadi bintang film, malah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus