Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Paksa Badan Entah di Mana

Tiga direksi Karaha Bodas dikenai paksa badan dalam kasus pajak. Posisi Indonesia menguat.

29 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EPISODE baru itu dimulai di penjara. Setelah pemerintah Megawati Soekarnoputri enggan mengungkit dugaan korupsi pada proyek Karaha, pertengahan November lalu Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat paksa badan (gijzeling) atas tiga mantan direksi PT Karaha Bodas Company (KBC). Ketiganya dianggap menunggak pajak dan diduga terlibat dalam pidana pajak.

Menurut Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, mereka terdiri dari dua petinggi KBC, yakni mantan Presiden Direktur KBC berinisial RDMC yang memegang paspor Amerika, dan mantan manajer keuangan berinisial MC, yang diduga berpaspor Kanada. Satu-satunya orang Indonesia adalah LSP, mantan Direktur Utama PT Sumarah Daya Sakti?mitra KBC di Indonesia. Menurut catatan Tempo, RDMC dan LSP merupakan singkatan nama Robert D. McCutchen dan Loedito Setiawan Poerbowasi.

Tunggakan itu berjumlah US$ 146 juta dan Rp 12 miliar. Perinciannya, KBC menunggak PPh dan denda sekitar US$ 125 juta, yang diperolehnya setelah memenangi gugatan terhadap PT Pertamina di arbitrase Amerika Serikat sebesar US$ 271 juta pada 2000. Meski saat itu uang belum diterima, telah dianggap sebagai penghasilan KBC.

Perusahaan itu juga secara sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh 1998, sebesar US$ 21 juta, sehingga total menjadi US$ 146 juta ditambah tunggakan 1999 senilai Rp 12 miliar. Direktorat sudah memberi tahu KBC ihwal itu lewat surat keterangan pajak kurang bayar (SKKB), tetapi perusahaan enggan membayar hingga hari ini.

Berdasarkan SKKB itulah Ditjen Pajak mengeluarkan gijzeling. Direktorat juga sudah menerbitkan surat pemberitahuan dilakukan penyidikan (SPDP) kepada kepolisian dan kejaksaan, untuk menyelidiki terjadinya pelanggaran pidana pajak.

Menurut Menteri Negara BUMN, Sugiharto, temuan Ditjen Pajak itu bisa menjadi bukti baru (novum) sengketa bisnis proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Karaha Bodas. Pengadilan banding New Orleans, Amerika Serikat, akhir Maret lalu menguatkan keputusan arbitrase yang memenangkan klaim KBC terhadap Pertamina sebesar US$ 294 juta (sekitar Rp 2,6 triliun). Pengadilan juga menetapkan tanggal 22 November sebagai tenggat eksekusi keputusan itu. Namun, bila novum itu diterima pengadilan, "Klaim yang dibayar pemerintah Indonesia sangat mungkin dikurangi," kata Sugiharto.

Dengan novum itu, Menteri Keuangan Jusuf Anwar juga mengaku sudah mengirimkan nota keberatan (notice of appeal) kepada mahkamah agung Amerika Serikat, untuk menunda eksekusinya. Sedangkan Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie kepada Tempo mengatakan, temuan itu sangat membantu renegosiasi dengan KBC. "Tiap tunggakan pajak seharusnya kena denda dua persen per bulan, sehingga bisa saja klaim Karaha itu sudah habis untuk membayar denda," katanya.

Sayangnya, hingga akhir pekan lalu Direktur Jenderal Pajak belum bisa memastikan di mana dua di antara tiga pesakitan pajak itu berada. Jangankan membawa mereka ke balik jeruji sel, polisi malah ragu apakah kedua orang asing itu masih berada di Indonesia. Malah, "Satu orang sudah lari ke Amerika," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Suyitno Landung.

Menurut penelusuran Tempo, McCutchen dan MC hampir dipastikan telah meninggalkan Indonesia sejak tahun lalu. Untuk menyeret mereka ke sel, Dirjen Pajak mengatakan sudah meminta bantuan Interpol. Sedangkan Loedito, seperti dikutip kantor berita Kyodo, sudah menghuni sel penjara khusus para pengemplang pajak di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, sejak Selasa pekan lalu.

I G.G. Maha Adi, Bagja Hidayat, Dara M. Uning, M. Fasabeni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus