Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Koordinator Perekonomian, Aburizal Bakrie, yakin betul bisa membangun infrastruktur Indonesia dengan modal dalam negeri. Ia tak gamang akan anggaran pemerintah yang lagi seret. Mantan bos Bakrie and Brothers itu percaya, ada dana besar di dalam negeri yang bisa dipakai memancing duit dari luar mengalir ke Indonesia. "Total ada Rp 230 triliun yang bisa digunakan membiayai proyek infrastruktur," katanya.
Agar lebih nyaman, menurut Bakrie, pemerintah akan memberikan comfort letter pada proyek tertentu dengan kriteria terbatas. Kepada Leanika Tanjung, Nugroho Dewanto, dan Febrina Siahaan dari Tempo, mantan pengusaha itu menguraikan kiat menjadikan dana itu sebagai umpan dalam wawancara di kediamannya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat malam pekan lalu.
Bagaimana pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam lima tahun ke depan?
Kita membutuhkan modal besar. Modal dari luar akan datang kalau dari dalam negeri ada modal menalangi dulu. Akan sulit modal luar negeri datang kalau semua risiko dibebankan pada mereka. Karena itu mesti dimulai dari dalam negeri.
Apakah kita punya?
Uang riil di perbankan yang bisa digunakan membangun infrastruktur sekitar Rp 190 triliun. Ada dana jangka panjang di Jamsostek yang jumlahnya Rp 40 triliun. Kalau ditotal menjadi Rp 230 triliun atau US$ 25 miliar. Ini sangat besar dan bisa menjadi kekuatan dalam negeri.
Berapa yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur Indonesia?
Studi Kadin dan beberapa kamar dagang internasional menunjukkan dana yang dibutuhkan Indonesia 10 tahun ke depan untuk infrastruktur US$ 150 miliar. Dari US$ 150 miliar itu, US$ 98 miliar bisa didapat dari swasta. Sisanya, US$ 52 miliar, dari pemerintah. Untuk lima tahun berarti separuhnya.
Dana swasta itu dari mana?
Yang US$ 49 miliar diharapkan dari luar negeri, yaitu 60 persen. Sisanya dari dalam negeri. Agar bisa mengundang investor luar negeri, kondisi investasi mesti sangat bagus. Proyek infrastruktur bukan investasi 1-2 tahun, tapi 7-10 tahun. Kalau tidak kondusif, orang tidak mau masuk. Yang selalu diminta adalah kontrak dan penghormatan terhadap kontrak. Semua yang tertulis dalam kontrak harus ditaati.
Soal lainnya apa?
Keamanan fisik, manusia, dan barang proyek. Lainnya, apakah pemerintah mau mengambil atau paling tidak mengetahui risiko investasi dengan memberikan dukungan finansial secara off balanced sheet. Ini bisa dilakukan dengan memberikan comfort letter. Selama comfort letter tidak membebani neraca, pemerintah bersedia memberikannya. Ini bukan guarantee letter atau surat jaminan.
Apa bedanya?
Pemerintah tidak menjamin. Comfort letter berbunyi, pemerintah mengetahui sebuah perusahaan melakukan investasi dengan sejumlah pinjaman. Tidak ada bail out dan tidak masuk balanced sheet. Pemerintah dulu tidak memberikannya. Hanya dua yang pernah diberi, yaitu proyek listrik. Sekarang pemerintah akan memberikan comfort letter dengan kriteria dan batas tertentu. Misalnya investasi di jalan tol, yang produknya tidak bisa diangkut. Pemerintah bisa memberikan comfort letter selama tidak membebani balanced sheet. Kalau jaminan, pasti saya juga tidak mau.
Sampai di mana perencanaan pembangunan infrastruktur ini?
Kami sedang membuat skema pendanaan, baik dari perbankan maupun non-perbankan. Jika ada US$ 10 miliar saja yang bisa digunakan untuk infrastruktur, banyak proyek yang bisa dimulai. Asing akan melihat kesungguhan pemerintah sehingga mereka akhirnya mau masuk.
Proyek apa yang akan dibangun pemerintah dalam waktu dekat?
Angkasa Pura II kita tugasi membangun lapangan terbang Hasanuddin yang membutuhkan biaya Rp 1 triliun. Tahap pertama dibutuhkan Rp 400 miliar. Tadinya pembiayaannya akan menggunakan dana luar negeri. Sekarang, kita minta Angkasa Pura yang meminjam sehingga pemerintah tidak dibebani. Prinsip saya, kalau dalam negeri bisa investasi, kenapa harus diberikan ke luar negeri?
Ini juga akan diterapkan di proyek jalan tol?
Ya, pengusaha Indonesia bisa melakukannya dengan kredit perbankan. Nah, dana pemerintah yang US$ 26 miliar itu bisa dipakai pada proyek infrastruktur yang pengembalian investasinya tidak memungkinkan. Misalnya, proyek kereta api Jakarta-Surabaya. Proyek air minum di Gunung Kidul dan listrik desa di Kalimantan Tengah, investasinya tidak mungkin kembali dari proyeknya. Pemerintah berharap pengembalian dari ekonomi yang tumbuh dengan adanya infrastruktur itu. Kami akan membuat infrastructure road map yang berisi proyek yang akan dibangun, termasuk pendanaannya.
Apakah juga akan meminta pendanaan dari CGI untuk proyek pemerintah itu?
Belum tentu ke CGI. Jalur kereta api Cirebon-Kroya, yang menelan biaya US$ 150 juta, sudah diarahkan ke Cina.
Apa kendala terberat membangun jalan tol?
Pembebasan lahan. Ini harus diselesaikan. Diharapkan ada keputusan pemerintah yang menyatakan pembebasan lahan dengan harga tetap. Sering ada 1-2 orang yang tidak setuju dan meminta harga lima kali lipat, sementara yang lain sudah setuju. Untuk mengatasinya, harus ada keputusan penetapan harga tanah. Bentuknya sedang saya pikirkan.
Mengapa proyek jalan tol Indonesia macet dibanding Malaysia atau Cina?
Karena kita tidak mempunyai rencana seperti sekarang. Kedua, tidak berani melakukannya. Di Malaysia, ada yang seluruh pembangunannya dilakukan swasta. Ada yang total dijamin peme-rintahnya.
Bagaimana soal mark up?
Mark up bisa diatasi dengan tender terbuka. Selesai. Tidak ada mark up.
Beberapa proyek jalan tol dibangun Bukaka yang ada kaitannya dengan Jusuf Kalla. Kendati tender, bagaimana meyakinkan bahwa ini akan fair?
Anda harus percaya sistem. Kalau tidak, kita tidak akan pernah maju. Enggak fair juga kalau mereka tidak boleh ikut tender. Bahwa akan ada kebocoran, saya mengatakan pasti ada. Tapi jumlahnya makin kecil.
Anda optimistis proyek jalan tol sepanjang 1.600 kilometer bisa direalisasikan dalam lima tahun?
Itu masih kecil sekali kalau dibandingkan dengan Cina. Mereka bisa membuat 1.000 kilometer jalan tol per tahun. Kita masih sepertiga Cina.
Dengan kompleksitas masalah tadi, yakin bisa berhasil?
Masalahnya cuma satu, yaitu pembebasan tanah. Dana tidak masalah. Saya yakin bisa berhasil, sekarang kita mencari cantolan hukum untuk pembebasan tanah.
Proyek jalan tol sebenarnya proyek lama yang tidak diselesaikan pemerintah sebelumnya?
Mau pemerintah lama atau baru, namanya tetap jalan tol. Rencana yang sudah ada kita bangun kalau belum dibangun. Masa, kita mulai dari awal lagi. Maksud saya begini, tidak semua rencana lama itu jelek. Melanjutkan rencana lama juga tidak jelek.
Untuk jalan tol, apakah ada kemungkinan menerbitkan obligasi?
Tergantung laku tidaknya obligasi itu. Biasanya penerbitan obligasi untuk lanjutan proyek lama. Bisa saja proyek baru, tapi arus kas perusahaan harus cukup kuat, paling tidak untuk memberikan bunga, baru perusahaan bisa mengeluarkan obligasi.
Apakah pengerjaan tol akan dilakukan serempak?
Ya. Departemen Pekerjaan Umum sudah punya daftar jalan yang akan dikerjakan. Kontraktor, pembiayaan, dan tempat juga berbeda, sehingga tidak ada alasan untuk tidak simultan.
Berapa tingkat pengembalian investasi jalan tol?
Menteri PU mengatakan tingkat pengembaliannya sekitar 18 persen, bahkan ada yang 23 persen. Dengan tingkat bunga pinjaman 12 persen, bisa dibiayai. Beberapa perusahaan asing tertarik untuk melakukan BOT (bangun, operasi, transfer) Lapangan Terbang Hasanuddin. Pak Jusuf Kalla bilang ngapain, pakai dalam negeri saja. Angkasa Pura saja yang melakukan. Ketika Angkasa Pura mengatakan bisa membayar bunga, saya bilang, ya sudah jalankan. Ini soal cara berpikir. Jangan semua dibebankan pada pemerintah karena tidak akan kuat.
Berapa besar dana Jamsostek bisa digunakan untuk proyek jangka panjang?
Dari Rp 40 triliun itu, menurut Pak Sugiharto (Menteri Negara BUMN?Red.), Rp 28-30 triliun bisa digunakan untuk proyek jangka panjang. Cara berpikir yang meminta pemerintah yang berutang harus diubah. Proyeknya sendiri menjanjikan.
Jika berhasil, bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi lima tahun ke depan?
Saya sedang menghitung berdasarkan proyeksi jangka menengah. Drafnya sudah ada, hampir selesai. Juga soal proyek dan sektor mana yang akan dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo