Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH telah merancang skema penyelesaian piutang dana penerusan pinjaman luar negeri (subsidiary loan agreement) dan rekening dana investasi. Diharapkan persoalan kredit macet di puluhan perusahaan pelat merah itu bisa rampung akhir tahun ini. Dari total Rp 50-an triliun pokok utang plus bunga dan denda (per September 2007), Rp 15,481 triliun di antaranya macet di 44 BUMN.
Salah satu BUMN yang ”bandel” adalah PT Bahana Pengembangan Usaha Indonesia, dengan duit mangkrak Rp 1,6 triliun. Pada Desember 1997, lembaga keuangan ini meneken perjanjian pinjaman rekening dana investasi senilai Rp 250 miliar. Utang akan dibayar sekaligus pas jatuh tempo tiga tahun kemudian. Tak ada bunga pinjaman, hanya beban administrasi 20 persen untuk tahun pertama plus beban komitmen 0,25 persen.
Dengan duit itu, pemerintah menugasi perusahaan keuangan tersebut menstabilkan pasar modal dan pasar uang yang sedang ngos-ngosan diterjang krisis. Nyatanya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan, dana itu dipakai untuk membayar utang dan membiayai operasi perusahaan. Malah transaksi dalam laporan penggunaan pinjaman kepada pemerintah telah dilakukan lembaga ini sebelum pinjaman cair.
Penunggak lain adalah PT Pann Multi Finance. Pada 30 Juni 1994, Menteri Keuangan meneruskan pinjaman dari pemerintah Spanyol senilai tak lebih dari US$ 182 juta (sekarang setara dengan Rp 1,7 triliun). Perseroan itu ditunjuk menjadi executing agency untuk pembangunan 31 unit kapal ikan Mina Jaya senilai maksimal US$ 200 juta.
Pinjamannya berupa material equipment kapal ikan, dengan tingkat bunga 3,89 persen per tahun, termasuk jasa perbankan 0,15 persen. Jangka waktu pinjaman 15 tahun, dengan masa tenggang 5 tahun. Pembayaran pokok dicicil 20 kali, terhitung mulai Juli 2000 hingga Januari 2010.
Ternyata duit itu dipakai untuk yang lain-lain. Sekretaris Menteri Negara BUMN, Said Didu, pernah mengatakan pinjaman itu antara lain dipakai untuk membeli pesawat. Di antaranya tiga unit Boeing 737-200 yang disewa Merpati Airlines. ”Dulu memang ada penugasan dari pemerintah untuk mengadakan pesawat,” kata Said kepada pers. Tunggakannya kini sudah Rp 4,1 triliun.
PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) juga tercatat sebagai BUMN yang menunggak duit dari rekening dana investasi. Nilainya tak kalah seru, Rp 1,9 triliun. Pinjaman dari lender asing itu dipakai untuk membangun pabrik PIM 2.
Proyek ”mimpi” yang menelan biaya US$ 300 juta itu diresmikan Presiden B.J. Habibie, diwakili Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, pada 1998. Sekitar 30 persennya dibiayai dari kas internal perseroan. Misinya untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri dan menekan ketergantungan terhadap impor. Tapi kini pabrik itu kembang-kempis gara-gara kesulitan mendapatkan pasokan gas.
Itu hanyalah sekelumit dari kisah kredit macet di sejumlah perusahaan negara. Kredit itu sudah bertimbun bertahun-tahun dan jumlahnya terus membengkak. Namun hingga kini belum satu pun anggota direksi BUMN yang utangnya macet itu dimintai pertanggungjawaban. Kalaupun nanti utang tersebut dialihkan menjadi penyertaan modal negara, beban itu toh tetap berada di pundak pemerintah.
Retno Sulistyowati
Daftar Penunggak RDI (Rp)
- PT Pann Multi Finance 4,1 triliun
- PT Rajawali Nusantara Indonesia dan PT PG Rajawali 1,9 triliun
- PT Dirgantara Indonesia 1 triliun
- BUMN lain 2,2 triliun
- PT Pupuk Iskandar Muda 1,9 triliun
- PT Bahana Pengembangan Usaha Indonesia 1,6 triliun
- PT Kertas Leces 461,8 miliar
- PT PAL Indonesia 505,7 miliar
- PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) 488,1 miliar
- PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari 522,8 miliar
- Perum Perumnas 346,1 miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo