Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pasar batu bara hingga 2023 diprediksi masih akan stabil meski saat ini masih didera masalah fluktuasi harga. Wakil Ketua Umum Bidang Sumber Daya Mineral, Batu Bara, dan Listrik, Garibaldi Thohir, mengatakan, "Outlook batu bara diproyeksikan masih positif, didukung oleh meningkatnya permintaan dari India dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia," kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini senada dengan temuan dari International Energy Agency, yang menyebutkan bahwa tren pertumbuhan permintaan (demand) terhadap batu bara ini terjadi sejak 2017. Direktur Pemasaran dan Ketahanan Energi IEA, Keisuke Sadamori, mengatakan tren ini muncul setelah dua tahun sebelumnya, permintaan terhadap emas hitam ini anjlok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sadamori mengatakan dengan adanya perdagangan batu bara termal melalui jalur laut dan tidak ada laginya penambangan baru berkapasitas besar, membuat harga batu bara akan tetap tinggi. "Harga tinggi akan mendorong produksi batu bara di negara eksportir yang sensitif terhadap harga, seperti Amerika Serikat dan Indonesia," kata Sadamori.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per November 2018, produksi batu bara nasional mencapai 441,853 juta ton. Sedangkan untuk pemasarannya mencapai 426.278 juta ton. Dari angka ini, kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) mencapai 100,37 juta ton. Itu terbagi ke dalam kebutuhan untuk listrik sebesar 82,3 juta ton dan non-listrik 18.07 juta ton.
Meskipun harga tinggi, Sadamori mengatakan investasi di tambang baru akan tetap kecil. Hal ini tak terlepas dari adanya risiko aturan baru di tiap negara yang memperketat pelaksanaan pertambangan batu bara. Selain itu, aturan masing-masing negara juga akan sangat berpengaruh.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Pandu Patria Sjahrir, mengatakan gairah pelaku usaha batu bara pada tahun depan tidak akan terlalu tinggi. Hal ini tak terlepas dari rencana pemerintah mengubah kontrak Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. "Apa pun keputusannya kalau itu belum dibuat kepastian, investasi akan lambat," kata Pandu.
Selain itu, Pandu berharap kebijakan terkait dengan kewajiban pemenuhan pasokan batu bara DMO juga perlu diperjelas. "Jadi dari posisi hari ini, kemungkinan besar (produksi) akan flat di 480 sampai 500 juta ton untuk 2019," kata Pandu.
Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid Agung, menyebutkan, hingga 2023-2050, batu bara masih akan menjadi tulang punggung energi di Indonesia. Batu bara diperkirakan masih mendominasi bauran energi nasional.
HENDARTYO HANGGI | EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo