Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Virus Skandal Tak Kalah Jahat

Yopie Hidayat
Kontributor Tempo

1 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAMPAK wabah virus corona kian mencekam pasar finansial global. Masalah terbesar bagi investor adalah ketidakpastian. Tak kunjung jelas bagaimana wabah ini bakal berakhir.

Alih-alih mereda, pada akhir Januari 2020, serangan virus justru melonjak pesat, sepuluh kali lipat dalam sepekan, menjadi hampir 10 ribu pasien di seluruh dunia. Di Cina saja masih ada 15 ribu lebih kasus suspect, yang bisa saja nanti benar-benar menjadi serangan virus corona. Jumlah korban jiwa sudah mencapai 213 orang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyatakan kondisi darurat internasional.

Pasar finansial sebetulnya sudah berpengalaman menghadapi meledaknya wabah virus mematikan yang bermula dari Cina. Wabah virus SARS, 17 tahun lalu, menunjukkan banyak kemiripan. Namun tampaknya bencana pagebluk kali ini bakal lebih dahsyat. Hanya dalam tempo dua pekan, jumlah pengidap virus corona sudah lebih besar daripada semua pasien serangan virus SARS pada 2003, yang di seluruh dunia tercatat 8.100 orang.

Kala itu, SARS memangkas pertumbuhan ekonomi Cina sebesar 2 persen, dari 11,1 persen pada kuartal pertama 2003 menjadi 9,1 persen pada kuartal kedua. Tentu saat itu ekonomi Cina belum sebesar sekarang. Nilai produk domestik Cina masih US$ 1,66 triliun. Kini perekonomiannya jauh lebih besar—tahun lalu mencapai US$ 14,3 triliun, hampir sepuluh kali lipat ukuran 2003.

Cina kini salah satu lokomotif yang menggelindingkan ekonomi dunia. Harga-harga komoditas utama, dari minyak bumi, mineral hasil tambang, sampai produk pertanian, sangat bergantung pada sehat atau tidaknya ekonomi Cina. Maka pukulan wabah yang lebih dahsyat daripada pagebluk SARS sudah pasti akan berdampak jauh lebih besar pada ekonomi Cina dan dunia. Bakal seberapa parah, itu yang tak bisa dipastikan.

Pemerintah Cina kini harus mengisolasi total Kota Wuhan dan sekitarnya, titik awal penyebaran virus corona. Isolasi praktis menghentikan seluruh kegiatan ekonomi di sana. Dan Wuhan merupakan salah satu pusat industri otomotif di Cina. Selain pabrik besar, jaringan rantai produksi berupa ribuan industri komponen berskala kecil sampai besar turut menghentikan produksi lantaran terkucil.

Hari-hari ini, berhentinya roda ekonomi pasti akan lebih terasa di seluruh dunia. Sejak pekan lalu, banyak negara sudah menolak menerima warga Cina datang berkunjung. Negara maju, seperti Amerika Serikat, juga sudah memberikan peringatan kepada warganya agar tak berkunjung ke Tiongkok daratan. Segala urusan bisnis dengan Cina agaknya bakal macet atau setidaknya tertunda.

Langkah drastis itu pun belum dapat memberikan kepastian. Apakah penyebaran virus bisa dibendung? Atau sebaliknya, apakah penyebarannya malah akan berlipat secara eksponensial?

Pasar pun mulai panik karena ketiadaan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Harga aset-aset yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah dan emas, langsung naik. Sebaliknya, harga saham bertumbangan. Harga saham di Amerika Serikat tahun lalu secara rata-rata naik 29 persen, dan pada awal 2020 pun sempat tetap menanjak kencang. Tapi, sejak pertengahan Januari lalu, harganya justru berbalik meluncur turun. Indeks S&P 500—salah satu indeks saham utama di Amerika—anjlok 2,5 persen hanya dalam dua pekan.

Di Indonesia, sejauh ini memang belum ada kasus positif virus corona. Tapi indeks harga saham gabungan sudah rontok 5,71 persen hanya dalam sebulan. Sepertinya ada virus lain yang tengah menghajar pasar modal Indonesia. Bukan virus corona asal Wuhan, melainkan virus skandal Jiwasraya.

Virus skandal memang tidak membuat orang jatuh sakit, tidak juga bakal mematikan. Namun, bagi pasar, ancaman virus skandal sungguh tidak kalah berbahaya. Sekali ia merontokkan kepercayaan investor pada pasar, sungguh susah menyembuhkan luka hati itu.

 

•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus