Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pasaran Peka, Bergaung Saja

Empat perusahaan mobil toyota bergabung menjadi pt toyota astra motor. demi menguatkan modal & meningkatkan produksi. beberapa perusahaan mobil lain melakukannya, guna bersaing di pasaran bebas.

21 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK dua tahun terakhir pemerintah menganjurkan supaya perusahaan-perusahaan melakukan diversifikasi usaha -- jika ada untung. Tapi Toyota -- sudah dua tahun merajai pasaran mobil di Indonesia kini justru menciutkan diri. Empat perusahaan yang menangani mobil itu telah dilebur jadi satu: PT Toyota Astra Motor (TAM) tepat pada Tahun Baru 1989. Ada apa? "Semua perusahaan berjalan bagus dan efisien," ujar Direktur Umum dan Personalia TAM Soemitro Soerachmad. TAM didirikan tahun 1971, semula menjadi agen tunggal dan penyalur semua kendaraan Toyota. Sesudah TAM -- sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah -- muncullah tiga perusahaan lagi. Ketika pemerintah mewajibkan semua mobil dirakit di Indonesia, lahirlah perusahaan asembling Multi Astra (1974). Tak lama kemudian, setiap kendaraan bermotor niaga sederhana (KBNS) juga diharuskan diproduksi lengkap di Indonesia, sehingga lahirlah PT Toyota Mobilindo (1977). Dan ketika pasaran mobil mengalami boom dengan total penjualan 212.000 unit pada 1980, pemerintah melihat saat yang tepat untuk mengarahkan industri mobil masuk ke tahap menuju industri penuh (full manufacturing). Dan lahirlah PT Toyota Engine Indonesia pada tahun 1983. Modal yang telah ditanamkan pada keempat perusahaan itu, menurut Soemitro, sekitar Rp 19,5 milyar (ketika itu kurs dolar sekitar Rp 415). Jepang (Toyota Motor Company) memegang saham 49% di TAM 53% di Mobilindo, dan 51% di TEI. Sisanya dipegang kelompok William Soeryadjaya, termasuk 100% di Multi Astra. Malang, pasar mobil yang semula diproyeksikan akan berkembang pada dekade 1980-an, ternyata mengerut. Sejak 1981 total penjualan mobil menciut jadi 207.000 unit lalu merosot tinggal sekitar 150.000 unit pada 1985. Tiga tahun terakhir ini naik lagi, tapi sangat lamban. Diperkirakan bahwa pasaran 1988 mencapai 160.000 unit. Dalam pasar yang menipis itu, persaingan pun jadi tajam. Banyak merk menghilang dari peredaran, beberapa bergabung dengan kelompok kuat. Nissan, Mazda, dan Volvo misalnya, bergabung dengan grup Suzuki (PT Indo Mobil). Ford bergabung dengan kelompok Mercedes, BMW, dan FIAT bergabung dengan kelompok Daihatsu (PT National Astra Motor, anak perusahaan PT Astra International). Tapi empat perusahaan Toyota tersebut di atas masih bisa bertahan dalam jaringan sendiri. Namun menghadapi persaingan tajam, akhirnya keempat Toyota itu merasa perlu dipersatukan. "Supaya menjadi lebih efisien, lebih kuat untuk jangka panjang," kata Soemitro. Masalahnya: dewasa ini pasar mobil cukup peka, dan sulit diproyeksikan. "Misalnya, pabrik perakitan Multi Astra sudah menargetkan produksi per bulan, 2.500 unit Kijang. Maka jam kerja buruh disesuaikan. Tapi di luar dugaan, permintaan naik jadi 3.000 unit. Tentu pabrik perakitan harus tambah kerja, hingga perlu penyesuaian jam kerja. "Siapa yang harus menanggung uang lembur, misalnya?" tanya Soemitro. Apalagi Toyota sedang giat membuka pasar ke luar negeri. Pasar ekspor yang sudah bagus adalah Brunei -- sejak Mei 1988, setiap bulan mengimpor 40 unit Kijang. Juga Papua Nugini sudah mengimpor 50 unit Kijang. Selain itu -- menurut rencana perusahaan TMC -- mulai 1992 TAM akan menjadi basis perakitan Kijang dan mesin-mesin Toyota 5 K. Maka TMC dan Astra merasa perlu manajemen yang terkoordinasi. Ternyata pemerintah setuju sehingga izin penggabungan itu -- diajukan pada Oktober lalu bisa diproses cepat, dan sudah terlaksana dalam tempo tiga bulan. "Tinggal pengesahan aktenya oleh Departemen Kehakiman," tutur Soemitro. Saham perusahaan yang kini memiliki aset sekitar Rp 87 milyar itu, terbagi 51% di kelompok Astra, dan 49% di kelompok Jepang (TMC). Wajarlah kalau manajemen dipegang orang Indonesia. Presiden Direktur TAM adalah Rudyanto Hardjanto dari Astra, sedangkan Wakil Presiden Direktur adalah Y. Katayama dari TMC. "Dalam usaha penggabungan ini tak akan terjadi penciutan karyawan," ujar Soemitro. Yang di pabrik akan tetap di pabrik. Rupanya juga tenaga-tenaga di pucuk-pucuk pimpinan tak perlu diciutkan, sehingga tak mengherankan kalau jumlah direktur TAM sampai 10 orang, dengan komposisi 5 orang Indonesia dan 5 orang Jepang. Mereka adalah Alam Wiyono dan K. Hasegawa (masing-masing Direktur Pemasaran), Yap T.S. dan K. Imai (Direktur Keuangan), Adirizal Nizar dan N. Takahashi (Direktur Teknik), kemudian tiga Direktur Pabrik: Suryadji Sulistiyo, Yasugi, dan K. Takahashi, serta Direktur Umum dan Personalia: Soemitro Soerachmad tadi. Rupanya pepatah lama "Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh" pas dan pantas buat TAM dan Astra. MW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus