Robby Djohan cemburu. Bukan pada siapa-siapa tapi pada nasib baik Bank BNI. Gara-garanya, kanker kredit macet di bank berlogo perahu layar yang nilainya Rp 19,1 triliun itu dialihkan ke BPPN. Hasilnya, tubuh BNI kini bersih tanpa kanker.
Sekarang, bandingkan dengan Bank Mandiri yang dipimpin Robby. Gabungan empat bank BUMN itu juga punya timbunan kredit macet Rp 16,5 triliun. Tapi hingga sekarang Mandiri tak kunjung berhasil menyerahkan kredit macetnya ke BPPN. Akibatnya, keuntungan mandiri terus terkuras sekitar Rp 3 triliun tiap bulan.
Lalu mengapa BPPN membedakan perlakukan Mandiri dengan BNI? Menurut juru bicara BPPN, Franklin Richard, beda perlakuan ini disebabkan karena Bank Indonesia keberatan memberi status ''bank dalam penyehatan" alias BDP bagi Mandiri. Padahal, menurut peraturan, hanya BDP-lah yang bisa mengalihkan kredit macetnya ke BPPN.
Nah, BI tak mungkin memberikan status BDP kepada Mandiri karena rasio kecukupan modal alias CAR (perbandingan antara modal dan aset yang tertimbang menurut risiko) Mandiri sudah 12,44 persen. BDP hanya diberikan untuk bank yang CAR-nya di bawah 4 persen—yang perlu direkapitalisasi. Singkat kata, pengalihan kredit macet itu bisa dilakukan jika permodalan bank sudah menipis, jauh lebih kecil dari ketentuan. ''BI tidak rela bank sehat dibilang sakit," kata Franklin.
Kecemburuan Robby berpangkal pada patokan CAR yang ''diskriminatif" itu. Menurut Robby, pengalihan kredit macet tak ada hubungannya dengan CAR. Menurut kesepakatan dengan IMF, katanya, semua kredit macet bank BUMN harus dialihkan ke BPPN paling telat akhir tahun lalu. ''Peraturannya bilang begitu," katanya. Itulah sebabnya, menjelang akhir tahun lalu, Mandiri segera menghapus-bukukan kredit macet dengan harapan penyakit ini segera berpindah ke BPPN.
BI sendiri berencana untuk menyiasati kriteria BDP dengan mendongkrak batas minimal CAR di atas 4 persen. ''Ini bukan untuk mengakomodasi Mandiri saja, tapi untuk semua bank," kata Gubernur BI Syahril Sabirin.
Namun, solusi Syahril mengundang protes. Seorang petinggi BPPN mengecam rencana jangka pendek ini. Pelebaran batas CAR ini akan mengusung kredit macet di bank-bank sehat (CAR di atas 4 persen) ke BPPN. Akibatnya, ongkos rekapitalisasi bank yang harus ditanggung rakyat jadi tambah bengkak. Kok, enak?
Mardiyah Chamim, Iwan Setiawan, Agus Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini