Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Indonesia berpeluang merebut pasar Rusia untuk sejumlah komoditas di tengah maraknya sanksi embargo ekonomi yang dilancarkan negara-negara barat terhadap negeri beruang putih itu. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia bisa mengambil alih produk yang sebelumnya dipasok oleh Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kemungkinannya sangat terbuka lebar,” tutur Bhima saat dihubungi pada Ahad, 27 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rusia, kata Bhima, selama ini merupakan produsen pupuk pertanian yang cukup besar. Produksi pupuk di negara itu menembus US$ 7 miliar per tahun.
Dengan adanya konflik geopolitik Rusia dan Ukraina akibat operasi militer, Indonesia disebut-sebut bisa mengambil kesempatan emas untuk memenuhi kebutuhan pupuk dari negara pengimpor. Namun, Indonesia harus lebih dulu meningkatkan produksi pupuk dalam negeri.
“Indonesia masih memiliki cadangan gas yang besar untuk bahan baku pupuk,” ucapnya. Selain pupuk, negara dapat mengambil alih pasar untuk produk kayu, mesin, hingga besi baja yang selama ini banyak dihasilkan oleh Rusia.
Namun untuk bisa meraih peluang ini, Indonesia harus menaikkan kualitas produk, menurunkan hambatan bea keluar maupun bea masuk di negara tujuan ekspor, hingga membantu sertifikasi bagi pemain ekspor. Tujuannya agar Indonesia memiliki akses di pasar-pasar yang ditinggalkan oleh Rusia.
Asal beberapa syarat terpenuhi, seperti intelijen pasar yang kuat untuk memetakan rantai pasok Rusia ke negara-negara mitra dagangnya, Indonesia dapat memanfaatkan peluang dagang dengan optimal. Sementara itu, dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy, Mahmud Syaltout, mengatakan tidak semua pihak merugi saat perang terjadi.
Menurut dia ada beberapa negara yang justru diuntungkan dengan adanya perang terbuka. “Berita terakhir menunjukkan bagaimana konflik Rusia versus Ukraina justru menaikkan sangat drastis beberapa komoditas, khususnya minyak, gas bumi, perak, emas, nikel dan alumunium, serta beberapa mineral lainnya seperti palladium dan lain-lain,” katanya.
Mahmud berujar, Indonesia saat ini dikenal sebagai negara penghasil emas, perak, alumunium, dan nikel. Untuk mendapatkan untung besar dari peningkatan harga komoditas, kata dia, perlu strategi di sektor pertambangan, baik di hulu maupun hilir.
“Termasuk pembangunan smelter dan lain-lainnya. Di sini lah politik bebas aktif Indonesia menemukan relevansi dan signifikansinya,” kata Mahmud.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.