Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang bertugas memberikan sertifikat halal produk makanan dan minuman. BPJPH diresmikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Rabu, 11 Oktober 2017. Badan ini menjalankan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Kepala BPJPH Soekoso mengatakan terdapat sejumlah cara penerbitan sertifikat halal pasca-peresmian BPJPH oleh pemerintah tengah pekan ini. Sebelum BPJPH diresmikan, sertifikat halal pada umumnya dikeluarkan LPPOM Majelis Ulama Indonesia terhadap makanan, minuman, dan produk gunaan lain.
Baca juga: 2018, Produk Indonesia Sudah Bersertifikat Halal
"Proses penerbitan sertifikat halal setidaknya akan melibatkan tiga pihak, yaitu BPJPH, Majelis Ulama Indonesia, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)," kata Soekoso dalam siaran pers di Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2017.
Dia mengatakan tata cara penerbitan sertifikat halal saat ini sesuai dengan BAB V Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan sertifikat halal, kata dia, pertama, pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal secara tertulis kepada BPJPH.
"Pelaku usaha mengajukan permohonan dengan menyertakan dokumen data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, serta proses pengolahan produk," ujarnya.
Kedua, kata Soekoso, pelaku usaha memilih LPH yang telah terdaftar. Terdapat sejumlah LPH yang telah ditunjuk dan bisa dipilih secara leluasa oleh pelaku usaha.
Menurut dia, pelaku usaha diberi kewenangan memilih LPH untuk memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. LPH adalah lembaga yang mendapatkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. LPH bisa didirikan pemerintah dan/atau masyarakat. Saat ini, LPH yang sudah eksis adalah LPPOM-MUI.
"LPH yang dipilih pelaku usaha kemudian akan ditetapkan BPJPH. Penetapan LPH paling lama lima hari sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap," ucapnya.
Tahapan ketiga, dia melanjutkan, adalah pemeriksaan produk yang telah didaftarkan. Pemeriksaan dilakukan auditor halal LPH, yang telah ditetapkan BPJPH. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha saat proses produksi dan/atau di laboratorium.
"Pengujian di laboratorium dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan produk terdapat bahan yang diragukan kehalalannya. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk kemudian diserahkan kepada BPJPH," tuturnya.
Keempat, kata Soekoso, penetapan kehalalan produk. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk. MUI lalu menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal.
"Sidang fatwa halal digelar paling lama 30 hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH," katanya.
Kelima, Soekoso menambahkan, penerbitan sertifikat. Produk yang dinyatakan halal oleh sidang fatwa MUI dilanjutkan BPJPH untuk mengeluarkan sertifikat halal. Penerbitan sertifikat halal paling lambat tujuh hari sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI.
"Pelaku usaha wajib memasang label halal beserta nomor registrasinya pada produk usahanya," ujarnya.
Soekoso mengatakan BPJPH juga akan mempublikasikan penerbitan sertifikat halal setiap produk. Untuk produk yang dinyatakan tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal kepada pelaku usaha beserta alasannya. Semua aturan proses sertifikasi halal ini, kata Soekoso, akan diatur dalam peraturan Menteri Agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini