Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menarik MinyaKita kemasan 1 liter yang diedarkan hanya 750–800 mililiter dari pasaran. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan langkah ini usai menghadiri Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Kesiapan Pengamanan Idulfitri 2025 di Jakarta pada Senin, 10 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Santoso mengatakan, Kemendag pada 7 Maret 2025 menemukan penyunatan volume MinyaKita ini dilakukan PT AEGA yang berlokasi di Depok. Tapi saat didatangi, perusahaan tersebut telah tutup. Ternyata, PT AEGA telah memindahkan pabriknya ke Karawang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tim kami sudah bergerak ke produsen yang terindikasi mengurangi takaran. Jadi, kami antisipasi dan kejar langsung ke perusahaannya. Selain itu, MinyaKita yang tidak sesuai takarannya sudah mulai kami tarik,” ujar Budi Santoso dalam keterangan resminya.
Kemendag sebelumnya mengklaim telah menyelesaikan temuan pertama pada 24 Januari 2025 oleh PT NNI di wilayah Mauk, Tangerang. Kementerian ini bekerja sama dengan Satgas Pangan, Polri, TNI, serta pemerintah daerah telah menindak kecurangan yang dilakukan tersebut. Perusahaan langsung disegel dan tak bisa lagi beroperasi.
“Kami rutin melakukan pantauan ke pasar maupun penindakan ke pelaku usaha nakal, namun memang tidak kami blow-up agar tidak menimbulkan panic buying,” ujar Budi Santoso.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang menambahkan, Kemendag telah mengawasi repacker MinyaKita tak sesuai ketentuan. Pengawasan tersebut meliputi pasokan, pendistribusian, stok, harga beli dan harga jual, dan pelaporan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kemendag secara aktif dan intensif melakukan pengawasan distribusi MinyaKit ke semua lini termasuk produsen, repacker, distributor, pengecer, ritel modern, dan pasar rakyat,” ujar Moga.
Moga menjelaskan, bahan baku MinyaKita yang terindikasi dicurangi diduga menggunakan minyak goreng non-domestic market obligation (DMO) sehingga repacker mengurangi volume isi untuk menutupi biaya produksi dan bahan baku. Selain itu, repacker tersebut juga menaikan harga jual sehingga harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen tidak akan tercapai.
“Repacker tersebut melakukan modus pelanggaran karena memanfaatkan momen saat minyak goreng MinyaKita sangat diminati konsumen, khususnya momen Ramadan dan Idul Fitri 2025,” ujar Moga.
Moga menambahkan, sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan yaitu teguran tertulis, penarikan barang dari distribusi, penghentian sementara kegiatan berusaha, penutupan gudang, denda, dan/atau pencabutan perizinan berusaha.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan 18 tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
“Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana untuk pelaku usaha dan/atau kegiatan usaha berisiko tinggi. Adapun terkait sanksi kami terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri,” ujar Moga.