Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SITI Mufattahah baru bisa mengempaskan punggungnya ke kursi ruang sidang setelah perolehan suara Achsanul Qosasi melewati batas aman. Sambil memejamkan mata, politikus Partai Demokrat itu berusaha melepaskan ketegangan. Tak lama kemudian, kolega Siti sesama anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat datang mengucapkan selamat.
Dalam pemungutan suara, Rabu petang, 25 September lalu, Achsanul, anggota Badan Pemeriksa Keuangan inkumben yang menjadi Wakil Ketua Komisi Keuangan pada 2009-2012, mendulang 31 suara. Petahana lain, Harry Azhar Azis, memperoleh 29 suara. Harry mengungguli Ahmadi Noor Supit, koleganya dari Partai Golkar, yang kebagian 17 suara.
Perolehan suara itu memastikan Achsanul dan Harry tetap berkantor di Pejompong-an, kantor BPK, untuk lima tahun ke depan. Tiga anggota BPK terpilih lain adalah Pius Lustrilanang, politikus Partai Gerindra, yang mendapat 43 suara; Daniel Lumban Tobing, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (41 suara); dan Hendra Susanto, auditor utama BPK (41 suara).
Selepas pemilihan, politikus Gerindra, Nizar Zahro, menghampiri dua politikus Golkar, Muhidin Mohammad Said dan Maman Abdurahman, yang sedang berdiskusi sambil berdiri di depan ruang sidang. “Nyaris saja tadi Bang Harry tidak lolos,” kata Nizar saat mendatangi keduanya.
Harry unggul tipis atas Dadang Suwarna, bekas Direktur Penegakan Hukum Pajak Kementerian Keuangan, dan Tjatur Sapto Edy, politikus Partai Amanat Nasional yang gagal melenggang ke Senayan pada Pemilihan Umum 2019. Mereka hanya mendapat 24 suara.
Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi Keuangan dari PDI Perjuangan, sempat berpikir bahwa Daniel akan mendapat suara tertinggi. “Pemilihan kemarin dinamis dan Pius ternyata berada paling atas,” ucapnya, Kamis, 26 September lalu.
TIDAK hanya dinamis, pemilihan lima anggota Badan Pemeriksa Keuangan juga bergejolak sejak awal. Mulanya, Komisi Keuangan langsung menyeleksi makalah semua pendaftar. Setelah itu, Komisi memutuskan 32 nama calon layak maju ke tahap berikutnya. Sedangkan 28 kandidat dari kalangan akademikus, swasta, auditor, dan akuntan publik rontok dalam seleksi awal.
Komisi Keuangan selanjutnya menyetorkan 32 nama tadi ke petinggi Dewan Perwakilan Rakyat agar diteruskan ke Dewan Perwakilan Daerah untuk dimintai pertimbangan. Namun, pada 11 Juli lalu, petinggi parlemen menyurati Komisi dan meminta semua nama pendaftar sesuai dengan Undang-Undang BPK.
Surat diteken Utut Adianto, Wakil Ketua DPR Bidang Akuntabilitas Keuangan Negara dan Badan Urusan Rumah Tangga. “Kalau tetap 32 nama yang diproses, nanti Dewan digugat calon yang dirugikan,” kata Ketua DPR Bambang Soesatyo pada 1 Agustus lalu. Maka, pada 29 Agustus, Bambang mengirim dua versi daftar kandidat anggota BPK ke DPD. Daftar pertama berisi 32 nama dan yang kedua semua 62 calon.
Sehari kemudian, DPD membalas surat tersebut meminta kepastian soal mana yang hendak dimintai pertimbangan, hanya 32 nama atau semua pendaftar. Pada hari yang sama, DPR menjawab bahwa DPD diminta memberi pertimbangan untuk semua nama.
Masalahnya, 62 nama itu datang tanpa berkas. Bundelan berkas baru tiba pada 11 September. Padahal Bambang meminta DPD menyetorkan hasil pertimbangannya maksimal pada 13 September. DPR ingin calon terpilih sudah ditetapkan dalam sidang paripurna pada 16 September.
Pasal 192 Undang-Undang BPK memang menyebutkan DPR sebagai pemilih anggota BPK wajib menyetorkan nama terpilih paling lambat satu bulan sebelum masa jabatan anggota BPK berakhir. Jabatan lima anggota BPK berakhir pada 16 Oktober 2019. Makanya anggota baru sudah harus terpilih pada 16 September. Rupanya, terjadi kesepakatan di Komisi Keuangan. “Yang penting sebelum 16 Oktober,” tutur I Gusti Agung Rai Wirajaya, anggota Komisi dari PDI Perjuangan.
DPD baru merampungkan penilaian terhadap calon anggota BPK pada 18 September. Lima belas nama masuk rekomendasi dan dikirim ke DPR sehari setelahnya. Komisi membahas rekomendasi DPD pada hari yang sama. Dalam rapat internal pada Kamis, 19 September, Komisi memutuskan menggelar uji kelayakan dan kepatutan bagi semua pendaftar.
Sebelumnya, DPR menguji 28 calon. Uji kelayakan dan kepatutan untuk nama-nama lain baru dilaksanakan pada 23-25 September lalu.
MESKI pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan melalui uji kelayakan dan kepatutan, beberapa fraksi di Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat sudah bulat dengan jago masing-masing. PDI Perjuangan mengusung Daniel Lumban Tobing, sementara Gerindra menyorongkan Pius Lustrilanang. Tapi tidak demikian dengan Golkar.
Pada Kamis, 19 September lalu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menerbitkan surat pemindahan sementara tujuh anggota Fraksi Golkar dari Komisi Keuangan. Sebagian besar yang digeser adalah penyokong Bambang Soesatyo, yang berencana maju menjadi calon Ketua Umum Golkar. Mereka di antaranya Agun Gunanjar, Misbakhun, dan Ahmadi Noor Supit.
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sejak jauh hari mewanti-wanti bahwa partainya kali ini mengusung Harry Azhar Azis sebagai calon anggota BPK. Airlangga menyatakannya saat bersantap malam dengan Tempo, akhir Juli lalu. “Tapi, kalau partai lain sudi Golkar dapat dua, ya tidak apa-apa,” ujar Airlangga, terbahak. Ia tahu kubu Bambang menyokong Ahmadi Noor Supit.
Rotasi satu-satunya cara paling aman untuk menjamin satu kursi buat Harry. “Namanya politik, ya jangan ambil risiko,” kata Muhidin Mohammad Said, politikus Golkar yang duduk di Komisi Perhubungan dan Infrastruktur sebelum digeser ke Komisi Keuangan untuk mengamankan suara Harry “Jadi semua komando ada pada ketua umum.” Supit sadar pencalonannya dijegal partainya sendiri. “Itu hak ketua umum,” ujar Supit.
Semua partai, kata Muhidin, menerapkan strategi serupa untuk menjamin calonnya terpilih. Dia menunjuk Gerindra. Selain Pius, politikus Gerindra, Willgo Zainar, mengadu peruntungan sebagai kandidat anggota BPK 2019-2024. Menurut Nizar Zahro, politikus Gerindra lain, fraksinya sudah memutuskan mengusung Pius. “Pak Willgo sudah kami minta mundur, tapi tidak mau,” tutur Nizar seusai pemilihan, Rabu, 25 September lalu.
Makanya, sebelum pemilihan, Gerindra menggeser enam anggotanya sekaligus di Komisi Keuangan, termasuk Willgo. Demokrat mengambil taktik sama dengan menganjak Nurhayati Ali Assegaf dari Komisi Keuangan untuk mengamankan pilihannya pada Achsanul Qosasi. Nurhayati juga maju menjadi calon anggota BPK.
Menurut seorang politikus di Komisi Keuangan, setelah fraksi-fraksi bulat dengan jago masing-masing, negosiasi segera dimulai untuk mencari satu paket calon yang berisi lima anggota. Sebab, setiap anggota Komisi berhak memilih lima calon. Hasilnya: empat partai terbesar di Komisi Keuangan, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, dan Demokrat, masing-masing mendapat jatah satu anggota BPK.
Ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, satu hari setelah pemungutan suara, Pius mengatakan tidak ada masalah bekas anggota DPR menjadi pemimpin BPK. Setelah melenggang ke Pejompongan, bekas aktivis yang gagal terpilih menjadi anggota Dewan periode 2019-2024 dalam pemilihan legislatif lalu itu berjanji mundur dari partainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Caesar Akbar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.