Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTARUNGAN seru kini tengah berlangsung di Komisi IX DPR RI. Berdiri di satu kubu, fraksi terbesar PDI Perjuangan dan fraksi terkecil Kesatuan Kebangsaan Indonesia (KKI). Di kubu lain bergerombol Fraksi Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Reformasi, Partai Bulan Bintang (PBB), dan TNI/Polri. Pangkal soal yang membuat kedua kubu itu saling berhadap-hadapan tak lain adalah perkara pemilihan kandidat Deputi Gubernur Bank Indonesia. Kedua kubu berselisih tentang cara dan waktu yang tepat untuk melakukan pemilihan itu.
Secara resmi, PDIP dan KKI telah meminta agar proses beauty contest untuk memilih tiga deputi gubernur baru BI itu ditunda. Alasan yang dikemukakan Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (F-KKI) adalah prosedur pencalonannya melanggar Undang-Undang Bank Indonesia. Dalam Pasal 41 Undang-Undang Bank Sentral, memang disebut pergantian Deputi Gubernur BI yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan berkala setiap tahun, paling banyak dua orang. Nah, kali ini bahkan akan dipilih tiga deputi gubernur sekaligus untuk mengisi posisi kosong yang ditinggalkan Dono Iskandar, Burhanudin Abdullah, dan Achwan.
Adapun PDIP lebih mengacu pada keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, yang telah menyatakan menunda proses pemilihan tersebut. PDIP menolak bila proses itu diteruskan hingga tahap pemilihan. "Kalau hanya sebatas presentasi dari tiap-tiap calon, tidak masalah," kata Didi Supriyanto, juru bicara fraksi banteng gemuk itu. Didi ingin hasil seleksi tersebut dimasyarakatkan dulu agar memperoleh masukan tentang para kandidat. "Jangan sampai terulang kasus Aulia Pohan, yang diluluskan DPR tapi karyawan BI sendiri menolaknya," Didi menandaskan.
Kubu lain yang dimotori Fraksi Partai Golkar ternyata ingin jalan terus sampai proses pemilihan. Mereka mendasarkan pendiriannya pada hasil rapat internal komisi yang telah menghasilkan mekanisme dan tata tertib pemilihan Deputi Gubernur BI. Nah, sikap PDIP yang mendadak mundur dari kesepakatan itu dianggap mengecewakan. "Padahal Benny Pasaribu ikut tanda tangan," kata Rizal Djalil, anggota Fraksi Reformasi. Kendati berseberangan, mereka kemudian tampaknya mau melakukan kompromi. "Kita memang tak punya cukup waktu," kilah Paskah Suzetta dari Fraksi Partai Golkar, "sehingga pemilihan mungkin ditunda sampai masa persidangan berikut." Dikatakan waktu tak cukup karena DPR segera akan reses, lalu pada 1-8 November akan mengikuti Sidang Tahunan MPR. Jadi, penundaan oleh Bamus itu pada dasarnya sangat bersifat teknis.
Namun, harus diakui juga bahwa sejak awal proses memilih tiga orang deputi gubernur baru BI memang terlalu dipaksakan. Bayangkan, hanya dalam sisa waktu seminggu menjelang masa reses, anggota Komisi IX harus bekerja keras memilih tiga dari sembilan kandidat Deputi Gubernur BI. Itu pun jadwal yang disediakan untuk proses seleksi dan wawancara dengan para kandidat cuma dua hari, yaitu 16-17 Oktober. Sangat mepet. Padahal tugas itu jelas tidak ringan, apalagi menyangkut lembaga penting seperti bank sentral, yang dulu sering diolok-olok sebagai "sarang penyamun".
Tak pula bisa dianggap sepele sikap mencurigakan Gubernur BI Syahril Sabirin. Seharusnya ia lebih memusatkan segenap perhatiannya pada upaya menahan kejatuhan nilai rupiah, tapi ia malah begitu bersemangat mendesak DPR agar segera memilih deputi gubernur baru. Syahril, yang masih berstatus tersangka kasus Bank Bali, bahkan dengan gagah berani menjamin integritas dan moralitas para kandidat. Pendeknya, ia menggaransi bahwa kandidatnya itu tak mengandung cacat: bersih dari "dosa" BLBI ataupun politik uang yang acap terjadi dalam proses pilih-memilih di DPR.
Suasana di Gedung BI pun mirip negara yang sedang memasuki masa kampanye. Di dinding dan papan pengumuman, terpasang wajah para kandidat deputi gubernur dengan pose tersenyum. Tercantum dalam poster itu kata-kata "Mereka putra terbaik BI". Poster-poster semacam itu tak pelak mengundang sinisme dari sebagian karyawan BI sendiri. Bahkan seorang pensiunan BI menulis pada kolom surat pembaca di harian Kompas dengan nada bertanya: apa kriterianya mereka disebut sebagai putra terbaik?
Soal kriteria memang menjadi tanda tanya besar. Bagaimana seseorang bisa diajukan menjadi kandidat, padahal itu rahasia yang tak boleh keluar dari laci Gubernur BI. Namun, anggota DPR bukannya tak mencium keanehan sikap Syahril dan suasana di Gedung BI itu. "Apa yang terjadi di Gedung BI," kritik Rizal Djalil, "seperti gaya para politisi, padahal katanya deputi gubernur jabatan karir."
Jaminan Syahril tentang kebersihan kandidat dari praktek moral hazard juga dipertanyakan. Padahal, sesuai dengan usul PDIP yang juga menjadi kesepakatan komisi, Syahril mestinya membuat surat bertanggung jawab atas kebersihan kandidat yang diajukannya. Bukti hitam atas putih itu dianggap penting karena ada seorang kandidat yang dicurigai terlibat secara langsung dalam pengucuran BLBI yang ngawur itu.
Tapi bahwa Syahril berani pasang badan, tentu ia punya alasan-alasannya sendiri. Apa pun alasan itu, kepentingan Syahril pribadi tampaknya berimpit dengan kepentingan Partai Golkar. "Akbar Tandjung kan sudah ngomong di Kalimantan," kata Benny Pasaribu, "untuk menanam orang di mana-mana demi memenangi Pemilu 2004." Nah, operator untuk rencana itu adalah Paskah Suzetta, Wakil Ketua Komisi IX yang berasal dari Partai Golkar.
Nama Paskah memang disebut-sebut sebagai promotor dalam pertemuan di Hotel Grand Melia dengan kesembilan kandidat Deputi Gubernur BI, yang sangat pekat bersuasana money politics. "Ya, saya mendengar ada pertemuan itu," ujar Benny. Namun, Made Sukada, salah satu kandidat deputi gubernur, menyangkalnya. "Saya tidak ikut. Lagi pula saya hanya bersedia diangkat jadi deputi gubernur bila dinilai mampu. Kalau karena yang lain, maaf saja," kata Made. Paskah ganti melempar bola panas soal adanya lobi-lobi VIP itu. "Setahu saya, yang secara resmi mengundang para kandidat adalah PPP," ujarnya.
Sebaliknya, PDIP dan Benny Pasaribu juga tak sepi dari berita miring. Tindakan Benny berbalik dari kesepakatan komisi dan sikap PDIP tak mau pemilihan berlangsung saat ini juga dicurigai gara-gara mereka punya agenda tersendiri. Apa? "Mereka ingin pemilihan deputi gubernur berlangsung bersamaan dengan deputi gubernur senior," begitu dibisikkan sumber TEMPO di DPR. Saat itulah, mereka berharap Presiden Megawati akan menunjuk seorang kader PDIP menjadi kandidat Deputi Gubernur Senior BIhal yang memang diperbolehkan menurut undang-undang.
Dan orang itu kabarnya adalah Benny Pasaribu sendiri. Benarkah? "Saya tak ingin masuk ke BI. Saya bukan orang yang suka mengejar-ngejar jabatan," Benny menyangkal, ketus. Penolakan juga datang dari Didi Supriyanto, tapi dengan intonasi berbeda. "PDIP memang tak punya calon dan tak punya keinginan masuk ke BI, tapi tidak tahu kalau Benny sendiri," tutur Didi, berteka-teki.
Nugroho Dewanto, Purwani Diyah Prabandari
Mereka Diduga Terlibat Penyaluran BLBI | No | Nama | Jabatan di Tahun 1997-1999 | Jabatan Sekarang | 1 | Maulana Ibrahim Soemadipradja | Wakil Kepala Urusan /Koordinator Urusan Pengawasan Bank Umum I | Direktur Pengawasan Bank II | 2 | Siti Chalimah Fadjridjah | | Direktur Pengawasan Bank I | 3 | Bun Bunan E.J. Hutapea | | Financial Controller | 4 | Maman H. Somantri | | Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan | 5 | Made Sukada | | Direktur Pengelolaan Devisa | Sumber: Diolah dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo