Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Utang Ditebang, Garuda Terbang 

Garuda Indonesia menanti suntikan modal negara setelah tak jadi bangkrut. Menukar utang dengan saham, memangkas rute penerbangan. 

9 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Deretan pesawat Garuda Indonesia di Terminal 3 Sukarno Hatta, Tanggerang, Banten, November 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Garuda menyusun sejumlah strategi pemulihan bisnis setelah lolos dari gugatan PKPU.

  • Menteri BUMN dan manajemen Garuda mendekati maskapai asing sebagai calon investor.

  • Rights issue dan konversi saham kreditur bakal menggerus saham pemerintah dan investor lama.

UNGGAHAN Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pada Jumat, 1 Juli lalu, mengungkapkan upaya terbaru untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Melalui akun Instagram, Erick mengunggah foto pertemuannya dengan Mohammed Ali Al Shorafa, Chairman Etihad, maskapai penerbangan asal Uni Emirat Arab. “Tak ada niat baik yang berakhir sia-sia. Usaha kami dalam merestrukturisasi Garuda Indonesia mendapat apresiasi luar biasa dari beberapa pihak, termasuk dari Etihad,” demikian Erick menulis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua hari sebelumnya, Erick memasang foto pertemuan dengan Chairman Emirates Syekh Ahmed bin Saeed Al Maktoum. Teks yang menyertai foto itu menggambarkan upaya Erick bersama manajemen Garuda Indonesia melobi Emirates untuk menjalin kerja sama strategis. “Kami berharap kerja sama ini juga menciptakan ekosistem pariwisata yang makin baik,” katanya saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua foto ini membuat Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sedikit kelimpungan. Sebab, Irfan, yang dalam foto pertemuan tampak hadir bersama Erick Thohir, dikejar awak media yang meminta penjelasan. Dia pun kemudian mendapat pesan dari Erick untuk memberi jawaban. “Saya dengar semua hal di pertemuan itu. Tapi kan tak pantas kalau saya yang ngomong,” tutur Irfan saat ditemui Tempo pada Jumat, 8 Juli lalu.

Pertemuan dengan petinggi maskapai penerbangan asing itu berlangsung setelah Garuda Indonesia lolos dari jerat kepailitan. Pada Senin, 27 Juni lalu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan proposal perdamaian atau homologasi antara Garuda dan para kreditornya dalam skema penundaan kewajiban pembayaran utang.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (ketiga kiri), Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (keempat kiri), saat bertemu dengan Chairman Etihad Mohamed Ali Al Shorafa, yang diunggah pada 1 Juli 2022. Foto: Instagram

Melalui voting, sebanyak 95,07 persen kreditor menyetujui proposal perdamaian utang Garuda. Mereka adalah kreditor yang mewakili 97,46 persen klaim. Dengan putusan homologasi ini, Garuda bisa memulai upaya pemulihan bisnis. Kini, Irfan menjelaskan, dia berupaya menyelesaikan utang kepada sejumlah kreditor. Perjanjian penyelesaian utang akan mengacu pada proposal perdamaian yang disepakati di pengadilan.

Langkah Garuda kian enteng setelah pada Senin, 4 Juli lalu, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui usul Kementerian BUMN mengenai penanaman modal negara sebesar Rp 7,5 triliun bagi Garuda. Pencairan dana itu bakal menjadi amunisi bagi pemerintah dan manajemen Garuda untuk bernegosiasi dengan calon investor, termasuk Emirates dan Etihad.

•••

PUTUSAN penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Garuda Indonesia dan penyertaan modal negara (PMN) memberi maskapai ini nyawa untuk terbang kembali. Sudah lama maskapai flag carrier ini terlilit utang besar akibat beban operasi yang tinggi dan biaya pengadaan pesawat yang mahal di masa lalu. Di masa pandemi Covid-19, Garuda sekarat seiring dengan hancurnya bisnis penerbangan. Pendapatannya anjlok hingga 70 persen, sementara beban operasi seperti biaya bahan bakar, gaji karyawan, dan sewa pesawat tak bisa dikurangi.  

Saat gugatan PKPU diajukan pada akhir 2021 yang kemudian diverifikasi oleh tim kurator, utang Garuda mencapai US$ 10,1 miliar atau Rp 138 triliun. Yang terbesar adalah utang kepada lessor atau perusahaan yang membiayai pembelian atau penyewaan pesawat Garuda. Nilainya mencapai US$ 6,019 miliar.

Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan negosiasi utang dengan lessor adalah yang paling alot dibandingkan dengan kreditor lain, seperti bank, perusahaan katering, dan perusahaan bahan bakar. Kepada para lessor, Irfan mengajukan dua opsi. Yang pertama adalah perpanjangan dan perubahan kontrak sewa, termasuk tarif dan metode pembayarannya. Opsi kedua adalah pemutusan kontrak dan Garuda membayar utang kepada lessor dengan obligasi dan konversi saham. 

Dalam opsi perpanjangan kontrak, Irfan menyelipkan skema power-by-the-hour, yaitu sewa berdasarkan jam terbang pesawat. Skema ini, kata dia, memakai asumsi pandemi Covid-19 belum selesai dan operasi pesawat serta upaya menggaet penumpang belum maksimal karena pembatasan mobilitas. “Saat kami ajukan skema itu, mereka marah-marah,” ujar Irfan. 

Setelah melalui negosiasi alot, Garuda akhirnya mencapai sejumlah kesepakatan. Lessor mau menjalankan skema tersebut untuk pesawat berbadan ramping (narrow body) sampai Desember 2022. Sedangkan untuk pesawat besar atau wide body, skema ini bisa berlangsung pada 9 Desember 2022-30 Juni 2023. 

Dengan skema tersebut, biaya sewa bakal turun. Sewa pesawat besar seperti Airbus A330-300 bisa turun 65 persen dari US$ 1,1 juta menjadi US$ 388 ribu per bulan. Tarif sewa Boeing B777-300 pun berkurang 69 persen dari rata-rata US$ 1,570 juta menjadi US$ 484 ribu per bulan.

Konferensi Pers terkait proses PKPU dan outlook PT Garuda Indonesia yang dihadiri Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo (tengah) dan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kanan), di Jakarta, 28 Juni 2022. Foto: Kementrian BUMN

Sedangkan biaya pesawat narrow body seperti Airbus A320-200 yang selama ini dipakai Citilink, anak usaha Garuda, turun 35 persen dari US$ 330 ribu menjadi US$ 214 ribu per bulan. “Ada pihak independen yang memberikan penilaian soal berapa biaya sewa yang wajar. Dari hitung-hitungan konsultan itu, kami bernegosiasi lagi sampai turun sekian persen,” tutur Irfan.

Garuda dan lessor juga berupaya mencari jalan tengah. Irfan memberi contoh, dalam negosiasi sewa pesawat wide body Airbus, lessor ogah menurunkan harga yang relatif tinggi dibanding yang diterapkan ke maskapai lain. Namun dari lessor yang sama Garuda bisa mendapatkan biaya sewa yang lebih murah untuk pesawat Boeing seri 737. “Kalau tidak menerima proposal itu, pesawat ia tarik. Padahal kami yang butuh,” ucapnya.

Dengan negosiasi setelah PKPU, Irfan mengklaim Garuda sanggup memangkas utang hingga separuhnya atau tersisa US$ 5 miliar. Utang kepada lessor, misalnya, turun dari US$ 6 miliar menjadi US$ 2,584 miliar. Garuda tak mesti membayar semua utang itu secara tunai karena ada opsi konversi menjadi surat utang dan saham. “Ini upaya terbaik yang bisa kami lakukan,” ujar Irfan.

Utang besar juga harus dibayar Garuda kepada sesama BUMN. Nilainya US$ 1,784 miliar. Irfan mengatakan penyelesaian utang jenis ini memakai opsi pinjaman dan utang usaha jangka panjang (long-term loan and long-term payable). Pos ini kemudian digabung dengan utang kepada bank BUMN dan swasta. Hasilnya adalah kesepakatan utang bertenor 22 tahun dengan tingkat bunga 0,1 persen per tahun plus bullet payment atau tanpa angsuran. Garuda bakal membayar utang pokok dan bunga saat jatuh tempo 22 tahun mendatang.

Agar utang ini bisa dibayar, Garuda menyiapkan sinking fund atau tabungan yang diambil dari hasil penyisihan laba. Formulanya, kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Prasetio, mengurangi sisa kas setelah operasi dengan biaya tetap. Nantinya Garuda membayar utang pajak, tunggakan gaji dan tunjangan karyawan, serta utang kepada vendor atau penyedia barang dan jasa senilai maksimal Rp 255 juta. Skema ini bisa memberi Garuda ruang untuk bernapas sembari mengumpulkan uang akan dipakai buat melunasi utang di masa depan. 

•••

RENCANA pemulihan bisnis menjadi modal bagi manajemen Garuda saat bernegosiasi mengajukan permintaan keringanan utang kepada setiap kreditor. Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan hal yang selalu dipaparkan kepada kreditor adalah rencana pengurangan penerbangan ke rute-rute tertentu yang merugi. Garuda juga mengupayakan efisiensi di sektor armada hingga karyawan. Irfan mengaku sempat dianggap hanya memaparkan rencana pemulihan bisnis yang sederhana. “Saya bisa saja membuat rencana yang agresif. Tapi itu omong kosong. Tidak ada yang percaya.” 

Garuda memang tak lagi bakal terbang ke mana saja. Maskapai berlogo burung biru itu hanya mengarungi rute domestik yang menguntungkan. Dengan cara ini, Irfan menerangkan, jumlah pesawat Garuda bakal menyusut dari 210 menjadi 120 saja. 

Garuda juga hanya melayani penerbangan full service ke kota besar, sementara layanan low-cost carrier alias penerbangan murah ke kota-kota kecil dijalankan Citilink. Dengan strategi itu, Garuda mengalihkan 13 pesawat ATR 72-600 yang selama ini melayani penerbangan ke bandara-bandara kecil ke Citilink. Dalam sejumlah kesempatan, beberapa petinggi Garuda menyatakan pesawat-pesawat kecil ini sedianya akan dikembalikan kepada lessor karena cuma membikin rugi. Apalagi pengadaannya diduga sarat korupsi, seperti yang saat ini sedang diusut Kejaksaan Agung.

Dengan strategi baru ini, Irfan mengaku siap jika pangsa pasar grup Garuda di penerbangan domestik bakal anjlok. “Market share 80 persen apa artinya kalau rugi? Lebih baik 20 persen tapi untung,” ucapnya. Irfan juga membuang jauh-jauh definisi sukses yang mensyaratkan Garuda bisa terbang ke mana saja. Sebaliknya, dengan efisiensi rute dan armada, kata Irfan, Garuda dapat menuai laba dalam dua atau tiga tahun ke depan. 

Opsi lain penyelamatan Garuda adalah menjalankan kembali puluhan pesawat yang sedang grounded di hanggar. Untuk upaya ini, Garuda membutuhkan tambahan modal segar. Irfan mengatakan, meski arus kas Garuda mulai membaik dengan pendapatan bulanan US$ 120 juta sejak April lalu, tetap saja diperlukan modal baru. Aspek operasi Garuda selama ini tertolong pemotongan gaji karyawan.

Garuda pun menanti terwujudnya janji pemerintah untuk menambah modal Rp 7,5 triliun. Menurut Irfan, pencairan penyertaan modal negara tinggal menunggu rapat umum pemegang saham yang bakal digelar pada 12 Agustus mendatang.

Rapat ini akan mengesahkan pengucuran PMN lewat skema rights issue atau penerbitan saham baru sekaligus konversi utang lessor menjadi saham. Ada pula konversi obligasi Rp 1 triliun dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang sudah cair dan potensi tambahan modal dari pemegang saham lain, seperti PT Trans Airways milik pengusaha Chairul Tanjung. 

Pada Januari lalu, Chairul telah berkomitmen akan ikut menyuntikkan tambahan modal buat Garuda. Syaratnya sama dengan yang diajukan pemerintah, yaitu Garuda selamat dari gugatan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. 

Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada Rabu, 6 Juli lalu, ada sejumlah proyeksi komposisi pemegang saham Garuda seusai rights issue, termasuk tambahan modal dari Trans Airways. Jika rencana PMN dan tambahan modal Trans Airways terwujud, saham pemerintah naik dari 60,54 persen menjadi 65,88 persen, sementara saham Trans Airways meningkat dari 28,27 persen menjadi 30,76 persen. Sebaliknya, saham publik terdelusi atau turun dari 11,19 persen menjadi 3,36 persen. 

Proyeksi ini belum selesai karena masih ada konversi obligasi SMI dan konversi utang lessor menjadi saham. Setelah konversi ini terwujud, saham pemerintah bakal turun menjadi 52,23 persen, saham Trans Airways tersisa 21,76 persen, dan saham publik hanya 2,83 persen. Sebaliknya, saham kreditor konversi mencapai 23,64 persen.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Prasetio mengatakan proyeksi ini bergantung pada harga saham pada rights issue. “Harga saham mengacu pada subject to appraisal penilai independen, yang akan disepakati oleh Komite Privatisasi,” ujarnya. 

Setelah putaran pertama tambahan modal dan konversi saham ini selesai, Garuda masuk ke tahap pemulihan fase kedua. Di sini, Garuda membuka peluang masuknya investor baru seperti Etihad dan Emirates. Selain itu, Kementerian BUMN membuka pintu bagi perusahaan finansial asing yang hendak menyuntikkan dana segar.

Analis penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, mengatakan upaya pemulihan bisnis Garuda tidak hanya dilakukan lewat restrukturisasi utang dan penambahan modal, tapi juga melalui perbaikan semua aspek di perusahaan. Penyusunan ulang rute penerbangan dan fokus layanan pun menjadi pilihan satu-satunya agar Garuda tak terlilit biaya tinggi dan kembali merugi. “Yang tak kalah penting, harus ada corporate culture yang baru.” 

AISHA SHAIDRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus