Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Konsumsi listrik 2020 turun dibanding tahun sebelumnya.
Porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional baru mencapai 11,51 persen.
Persaingan untuk mendapatkan pendanaan bagi proyek energi bersih semakin ketat.
JAKARTA — Pemerintah masih mencari celah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menuturkan pemanfaatan energi bersih terhambat beberapa kendala. Pasokan listrik yang berlimpah merupakan salah satunya. Program pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35 ribu megawatt saat ini terus berlanjut, sementara di sisi lain pandemi menghambat laju konsumsi energi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga akhir 2020, konsumsi listrik hanya sebesar 242,6 terawatt-hour (tWh), turun dibanding 2019 yang sebesar 243,06 tWh. Sedangkan kapasitas pembangkit listrik bertambah sebanyak 1,2 gigawatt (GW) menjadi 71 GW. Dengan kondisi ini, Kementerian Energi memperkirakan, saat proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW rampung pada 2029, Indonesia akan mengalami kelebihan pasokan listrik sebesar 40-60 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini bottleneck (hambatan) untuk energi bersih bisa masuk," kata dia, kemarin.
Menurut Arifin, pemerintah sedang menghitung ulang kebutuhan listrik dalam beberapa tahun ke depan. Hasilnya nanti dijadikan landasan untuk merevisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030. Dia berharap pembangkit energi bersih bisa mendapatkan porsi yang cukup untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025 serta pengurangan emisi karbon hingga 29 persen pada 2030.
Sepanjang 2020, kapasitas pembangkit listrik dari energi baru terbarukan hanya naik 1,71 persen atau 176 megawatt dari tahun sebelumnya menjadi 10.467 MW. Adapun porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2020 hanya mencapai 11,51 persen, lebih rendah daripada target pemerintah sebesar 13,4 persen.
Petugas mengecek panel surya di Kampung Wejim Timur, Distrik Kepulauan Sembilan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, 3 Februari 2021. ANTARA/Olha Mulalinda
Arifin menyatakan terdapat potensi 400 gigawatt listrik dari energi bersih di seluruh Indonesia. Energi dari matahari mendominasi potensi tersebut, sehingga ke depan pembangkit listrik tenaga surya akan menjadi tumpuan transisi energi bersih. Tantangan berikutnya adalah menyiapkan energi cadangan lantaran pasokan energi PLTS yang tidak stabil alias intermittent.
Pemerintah mencoba menyiasati sifat intermittent itu dengan membangun PLTS di atas waduk yang memiliki pembangkit listrik tenaga air. Arifin mengungkapkan terdapat potensi listrik sebesar 3,06 gigawatt yang tersebar di 24 waduk serta 8,9 gigawatt di empat danau. "Yang penting harus ada permintaan yang masuk supaya kita bisa menghasilkan skala yang ekonomis," kata dia.
Melihat minat berbagai negara untuk segera beralih ke energi bersih, Arifin menuturkan, persaingan untuk mendapatkan pendanaan akan semakin ketat di masa depan. Eropa telah mendeklarasikan target bebas dari pemakaian fosil pada 2040, Jepang pada 2050, dan Cina pada 2060. Dia optimistis peraturan presiden terkait tarif listrik dari energi baru terbarukan serta rancangan undang-undang energi baru terbarukan yang sedang dibahas bisa menarik minat investor.
Kerja sama antarnegara dan antarlembaga juga didorong untuk mendapatkan pendanaan program energi bersih. Kementerian Energi dan Korea International Cooperation Agency (KOICA), Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) di Indonesia dan Timor Leste, serta Ministry of State Administration Republik Timor-Leste bergandengan tangan meluncurkan inisiatif peningkatan akses energi bersih bagi wilayah perdesaan dan terpencil.
Instalasi jaringan listrik Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jelok di Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, 2015. Dok Tempo/Budi Purwanto
Melalui proyek bernama Accelerating Clean Energy Access to Reduce Inequality, KOICA mengucurkan dana sebesar US$ 18,5 juta untuk menyediakan akses listrik serta air bersih dari tenaga surya bagi 20 ribu warga di daerah terpencil di Indonesia dan Timor Leste. "Indonesia memperoleh dukungan US$ 15,5 juta untuk 2.964 keluarga yang tinggal di 23 desa terpencil di Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana. Pemerintah akan membangun PLTS off-grid (tidak terhubung dengan jaringan listrik) yang dilengkapi dengan remote monitoring system berkapasitas 1,2 megawatt.
Peneliti zero carbon energy dari Australia National University, Paul Burke, menuturkan bahwa Indonesia dapat belajar dari pengalaman India untuk menggenjot kapasitas energi baru terbarukan. Salah satunya dengan menerapkan skema reserve auctions untuk proyek-proyek pembangkit, khususnya solar dan angin. Skema ini akan membantu menurunkan biaya proyek serendah mungkin, sehingga bisa menarik minat industri untuk melakukan transisi energi.
Upaya lainnya yang diusulkan Paul adalah penerapan tarif emisi karbon dalam bentuk pajak. Saat ini ada 46 negara yang menerapkan skema tersebut. Singapura, dia mencontohkan, mengenakan pajak senilai Sin$ 5 per ton karbondioksida sejak 1 Januari 2019. Paul melalui penelitiannya yang berjudul "Carbon Pricing Efficacy: Cross-Country Evidence" menemukan bahwa negara yang menerapkan tarif emisi karbon lebih cepat beralih ke energi bersih. "Pertumbuhan emisi di negara-negara tersebut 2 persen lebih rendah secara tahunan dibanding negara yang tidak menerapkan tarif emisi karbon," tuturnya.
Di Indonesia, kebijakan ini dapat membantu mengurangi masalah polusi udara. Paul menuturkan target pengurangan emisi gas rumah kaca juga bisa lebih cepat tercapai. Selain itu, tarif emisi karbon dapat meningkatkan kontribusi pajak dalam produk domestik bruto nasional.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo