Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemanfaatan beragam insentif yang digulirkan pemerintah masih terhambat oleh beragam masalah administrasi dan ketidakjelasan dalam perizinan usaha. Wakil Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, mencontohkan banyak persyaratan dokumen yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk memanfaatkan insentif pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance). "Ini membutuhkan transparansi yang lebih baik, tak hanya soal dokumen apa saja yang harus dikumpulkan perusahaan, tapi juga soal clarity serta traceability dalam proses review," kata Shinta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sejumlah pengusaha juga mengeluhkan tidak adanya kejelasan waktu yang dibutuhkan untuk proses pengajuan insentif. Kepastian semacam ini diperlukan investor untuk memproyeksikan rencana usaha, termasuk dalam urusan penghematan pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinta juga mengungkapkan bahwa sistem pengajuan insentif lewat sistem Online Single Submission (OSS) belum sempurna. "Sistemnya masih harus diperbaiki agar insentif fiskal bisa berhasil," ujarnya.
Sejak tahun lalu, pemerintah terus menggulirkan beragam insentif untuk mendongkrak investasi yang jeblok di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pada saat yang sama, pemerintah membutuhkan peningkatan produksi untuk meningkatkan produk bernilai tambah, terutama berorientasi ekspor. Tingginya defisit neraca perdagangan sepanjang tahun lalu telah mendorong defisit pada neraca transaksi berjalan di atas level aman 3 persen.
Namun hingga triwulan I tahun ini, tren penanaman modal yang pada 2018 hanya tumbuh single-digit berlanjut. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga Maret 2019, realisasi investasi hanya naik 5,3 persen atau sebesar Rp 195,1 triliun. Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong berujar bahwa capaian itu terdiri atas penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp 107,9 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 87,2 triliun. "Tapi prediksi kami untuk keseluruhan tahun ini tetap optimistis, baik PMA maupun PMDN, bisa tumbuh ke double-digit, terutama PMA," ujarnya.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengklaim implementasi kebijakan insentif pajak yang digulirkan selama ini telah cukup efektif mengundang minat investor. Dia mengungkapkan, hingga Maret lalu, permohonan insentif dari 20 perusahaan telah disetujui dengan nilai investasi mencapai Rp 266,6 triliun. "Ini ditambah lagi oleh investasi yang datang dari investor-investor lain yang masih wait and see menunggu sengketa pemilihan presiden selesai," ujarnya.
Iskandar optimistis minat investasi akan tetap tinggi kendati masih terdapat kekurangan dalam eksekusi kebijakan insentif. Dia pun memastikan pemerintah terus memperbaiki sistem untuk perizinan usaha.
Pemerintah dalam waktu dekat juga akan merilis insentif pajak baru, berupa super deduction tax atau model pengurangan pajak hingga di atas 100 persen. Insentif itu akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi, serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi. Beleid itu akan diatur melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Sedianya insentif itu dirilis kemarin, tapi ditunda karena masih dalam tahap finalisasi akhir. "Posisinya sudah di meja Presiden, tidak lama lagi akan dirilis," ucap Iskandar.
VINDRY FLORENTIN | GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo