Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Industri retail kembali menjadi sorotan setelah rencana penutupan gerai kembali mencuat. Analis dari OSO Sekuritas, Sukarno Alatas, mengatakan isu tersebut dapat menjadi sentimen negatif bagi saham emiten retail.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sukarno, penutupan gerai menunjukkan penurunan daya beli konsumen. Meski di sisi lain, kata dia, penutupan gerai merupakan hal yang wajar untuk mengurangi beban perusahaan saat industri retail konvensional bersaing ketat dengan pedagang online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukarno mengatakan rata-rata saham industri retail menurun sejak awal tahun. Namun dia memperkirakan saham masih berpotensi bergerak positif, dengan pertumbuhan tahunan 20-50 persen. "Masih berpotensi naik, tapi sekarang masih wait and see," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Direktur Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, menuturkan investor akan berhati-hati menanamkan modal dengan melihat pola persaingan di sektor retail. Namun dia optimistis saham di sektor tersebut masih berpotensi tumbuh. Apalagi, kata Hans, perusahaan retail mulai beradaptasi, salah satunya dengan membuka gerai online. "Meskipun kita tahu tidak semua bisa membuka gerai seperti itu karena bersaing dengan e-commerce besar," katanya.
Analis dari Kresna Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy, mengatakan sektor retail menghadapi persaingan dalam dua tahun terakhir. Tantangan itu terutama datang dari e-commerce seiring dengan berkembangnya perusahaan rintisan.
Namun Robertus menilai perusahaan retail mampu mengatasinya dengan efisiensi, salah satunya melalui penutupan gerai. Ia menilai strategi tersebut tak akan langsung menurunkan omzet dan pendapatan perusahaan. "Jika gerai diganti di lokasi lain yang lebih menjanjikan, perusahaan dapat memperoleh untung lebih besar," katanya.
Penutupan gerai dilakukan PT Hero Supermarket Tbk. Emiten berkode HERO itu menutup enam gerai hipermarket Giant di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada 28 Juni, menyusul pembekuan 26 gerai Hero awal tahun ini. Pada 2016, Hero Supermarket juga memutuskan menutup seluruh gerai retail Startmart.
Melalui surat elektronik, Direktur PT Hero Supermarket Tbk, Hadrianus Wahyu Trikusumo, mengatakan penutupan gerai ini merupakan dampak persaingan retail yang meningkat akibat perubahan pola belanja konsumen. Perusahaan memutuskan mentransformasi bisnisnya untuk tetap bertahan. "Kami telah mengambil tindakan untuk mengatur kembali dan reenergize Giant untuk memastikan dapat memenuhi preferensi pelanggan yang terus berkembang," kata dia.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang menunggu penjelasan HERO perihal penutupan enam gerai mereka. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia, menyatakan telah menghubungi perusahaan sejak 24 Juni. "BEI memberikan waktu selama tiga hari," ujarnya.
Nyoman menuturkan penutupan gerai yang dilakukan HERO sejak 2016 berkaitan dengan operasi perusahaan dan efisiensi bisnis. Perusahaan itu mengevaluasi gerai yang bisa memberikan keuntungan dan membuat kerugian. Namun, kata Nyoman, BEI belum mengetahui rencana penutupan enam gerai Giant.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, mengatakan, untuk mendorong industri retail, pemerintah perlu turun tangan. Pengusaha retail saat ini dibebani biaya operasional, seperti biaya sewa, logistik, dan tarif listrik yang meningkat. "Margin pengusaha retail semakin tipis," ucapnya. Dia menyarankan agar ada keringanan pajak penghasilan (PPh) badan hingga diskon pajak pertambahan nilai (PPN) produk tertentu untuk menarik konsumen. HENDARTYO HANGGI | DIAS PRASONGKO | VINDRY FLORENTIN
Sebagian Melejit, Sisanya Terperosok
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo