Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, menilai penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lewat bank pembangunan daerah (BPD) relatif lambat dibanding bank pemerintah. Realisasi penyaluran kredit lewat BPD, kata dia, membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu minimal dua kali lipat dari alokasi dana yang ditempatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, ada tujuh BPD yang telah mendapat penempatan dana sebesar Rp 11,5 triliun. “Penempatan dana di BPD lambat, yaitu kemampuan penyaluran kreditnya terbatas,” ujar Piter, kemarin. BPD umumnya menyalurkan kredit konsumsi bagi aparat sipil negara (ASN) di daerah. Dengan pasar jauh lebih sempit dibanding bank pemerintah atau bank umum konvensional lainnya, Piter mengatakan, BPD tak leluasa dalam menyalurkan kredit. “Bank-bank yang punya pasar luas saja sulit menyalurkan kredit, karena pada kondisi pandemi ini permintaan untuk semua jenis kredit sangat menurun,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan BPD mengalami persoalan dari sisi likuiditas. “Penempatan dana pemerintah lebih bersifat substitusi likuiditas, bukan untuk mendorong penyaluran kredit,” ucapnya. Pola penyaluran kredit yang lebih banyak mengandalkan nasabah ASN pun membuat BPD tak optimal dalam menyalurkan dana untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Artinya tidak bisa memacu BPD untuk lebih ekspansif karena butuh kesiapan sistem, personel, dan pengawasan,” ujar Bhima.
Bhima menuturkan cara yang lebih efektif dalam menyalurkan kredit oleh BPD adalah melalui mekanisme channeling, misalnya bekerja sama dengan bank perkreditan rakyat (BPR) atau koperasi. Jika tidak, kata dia, penyaluran kredit berjalan lambat.
Warga melakukan transaksi di ATM Bank DKI Balaikota Jakarta, November 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 16 September lalu, realisasi penyaluran kredit program PEN oleh BPD mencapai Rp 7,74 triliun atau 33 persen dari target minimal Rp 23 triliun. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya akan menjadikan BPD sebagai penyalur kredit utama untuk menjangkau zona hijau atau daerah dengan tingkat penularan Covid-19 rendah. “BPD masih perlu waktu,” ucap Wimboh.
Menurut Wimboh, penyaluran kredit BPD tumbuh konsisten. Dia berharap program PEN yang disalurkan BPD dapat menjadi katalisator untuk terus mengerek pertumbuhan ekonomi di daerah. “Kami akan bekerja sama dengan semua gubernur dan pemerintah daerah juga mengenai apa yang bisa kami lakukan untuk memberikan dampak besar, untuk membuat tenaga kerja, dan membuat konsumsi, utamanya yang kami lakukan untuk ekosistem UMKM,” katanya.
Sejumlah BPD yang mendapat penempatan dana pemerintah tahap 3 adalah Bank Sumut, Bank Sulselbar, Bank Jambi, dan Bank Kalbar. “Strategi yang kami siapkan adalah mensosialisasi semua produk-produk kredit, selektif memilih debitor, serta menerapkan prinsip kehati-hatian,” ujar Sekretaris Perusahaan Bank Sumut, Syahdan Ridwan Siregar. Bank Sumut memetakan rincian sektor yang akan mendapat kucuran kredit, antara lain konstruksi/investasi sebesar Rp 700 miliar, perdagangan Rp 682 miliar, dan pertanian Rp 348 miliar.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo