PERANG Irak-Kuwait di Timur Tengah ternyata tak cuma merepotkan negeri-negeri Arab. Dampaknya terasa pula di Indonesia. Sejumlah proyek yang dibiayai bantuan Kuwait, kini, terancam tak bisa dilanjutkan. Pemerintah Kuwait, lewat KFAED (Kuwait Fund for Arab Economic Development) sudah sejak 1977 telah memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia dengan dana-dana petrodolar mereka untuk proyek-proyek pembangunan jalan dan kelistrikan. Sampai dengan tahun 1988 yang lalu, misalnya, ada enam proyek yang sudah disepakati pemerintah dibangun dengan dana bantuan negara tersebut. Dengan jumlah keseluruhan bantuan US$ 186,64 juta atau Rp 345 milyar lebih. Dan tersebut harus dikembalikan dalam jangka waktu 20 tahun dengan tenggang waktu repayment -- saat pembayaran utang selama lima tahun dengan bunga 3,5 persen plus biaya administrasi 0,5 persen. Keenam proyek itu adalah Bandung Power Distribution Network for PLN, Greater Bandung Electric Power Distribution, Jalan Tol Belawan -- Medan Tanjung Morawa, Jalan Tol Jakarta Cikampek, Jalan Tol Padalarang -- Cileunyi, dan Road Betterment. Untungnya, empat proyek yang pertama sudah selesai. Yang jadi persoalan kini adalah kelangsungan proyek pembangunan jalan tol Padalarang -- Cileunyi dan Road Betterment atau proyek perbaikan jalan. Proyek pembangunan jalan tol Padalarang -- Cileunyi, yang diteken Mei 1977 lalu dan direncanakan selesai Desember 1990, bisa-bisa tidak ketahuan nasibnya. Proyek yang menurut perjanjian akan dibantu Kuwait dengan pinjaman Rp 119 milyar itu, sampai Maret 1990, baru dua pertiganya -- Rp 71 milyar -- yang sudah cair. Sedangkan proyek perbaikan jalan atau Road Betterment yang meliputi lima ruas jalan, dan satu jembatan ini -- antara lain, Sukabumi-Ciawi-Bogor dan Bogor-Ciputat-Jakarta, juga akan memanfaatkan dana dari Kuwait sebesar Rp 40 milyar. Proyek yang diteken pada tahun 1988 dan diharapkan selesai tahun 1992 itu baru Rp 500 juta yang cair. Padahal, menurut Ir. Djoko Asmono Direktur Pembinaan Jalan Kota Ditjen. Bina Marga, kepada Nunik Iswardhani dari TEMPO, setiap proyek pembangunan yang dananya berasal dari bantuan luar negeri merupakan proyek-proyek prioritas. Maksudnya, proyek-proyek itu harus dilaksanakan dalam tahun anggaran yang ditetapkan karena sudah masuk dalam RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kota). Maka itu, pihak Direktorat Investasi dan Kerja Sama Keuangan Deplu jadi pusing dengan situasi di negara Teluk Persia yang sedang bergolak itu. "Kalau situasi di negara tersebut belum juga selesai dalam waktu dua bulan ini, kita harus segera mencarikan jalan keluar," kata pejabat di Direktorat Investasi dan Kerja Sama Keuangan Deplu. Sebetulnya, kasus terhentinya dana bantuan dari luar negeri bukan baru kali ini dialami oleh Indonesia. Ketika membangun Rumah Sakit Umum Manado, misalnya, Pemerintah sudah sempat menandatangani pinjaman dari pemerintah Italia. Entah karena sebab apa, dana pinjaman dari negara tersebut tidak juga kunjung datang. Akhirnya Pemerintah mencari negara donor lain, yakni dari Spanyol. Selama ini, dalam proyek-proyek yang menggunakan pinjaman luar negeri, tapi kemudian terhenti di tengah jalan, biasanya Pemerintah menerapkan tiga jalan keluar. Yakni dengan menghentikan proyek tersebut sama sekali, atau mencari dana dari negara donatur lain. Cara ketiga, ditutup dengan dana rupiah alias dana yang berasal dari APBN. Ketika proyek Banjarmasin Water Supply yang juga macet dananya, diatasi Pemerintah dengan cara yang ketiga. Rustam F. Mandayun dan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini