Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meluasnya dampak perang dagang Amerika Serikat - Cina berpengaruh terhadap harga batu bara. Kontrak batu bara kokas berjangka di bursa Cina jatuh pada penutupan perdagangan akhir pekan dan mencatat kerugian mingguan terbesar sejak November 2018.
Berdasarkan data Bloomberg, kontrak batu bara kokas teraktif di Dalian Commodity Exchange untuk pengiriman Januari 2020, jeblok 1,5 persen menjadi 1.236 yuan per ton pada perdagangan Jumat, 27 September 2019. Artinya, harga komoditas itu turun 4,4 persen sepanjang pekan ini.
Sementara itu, batubara coke, bahan pembuat baja yang diproduksi oleh pemanasan batu bara kokas, turun 0,9 persen menjadi 1.876 yuan per ton dan turun 3,6 persen sepanjang minggu ini. Penurunan mingguan ini terbesar dalam dua bulan terakhir.
Adapun volume perdagangan sepanjang pekan ini cenderung tipis di bursa Cina menjelang liburan panjang pada pekan depan. Banyak pabrik baja Cina telah diperintahkan untuk menutup atau membatasi operasi mulai minggu ini di bawah kampanye anti-polusi yang ketat ketika negara itu bersiap untuk menandai peringatan ulang tahun Cina ke-70 pada 1 Oktober, atau masa liburan selama seminggu akan dimulai.
Sementara itu prospek permintaan untuk produk baja dan bahan baku di Cina mengalami ketidakpastian. Pasalnya, indikator ekonomi Negeri Panda terbaru menunjukkan perlambatan yang semakin dalam, dengan laba di perusahaan industri yang telah terkontraksi pada Agustus.
Edward Meir, konsultan komoditas di broker INTL FCStone mengatakan bahwa keraguan pasar terhadap kepastian China dan AS dapat menyelesaikan konflik perdagangan sesegera mungkin masih membayangi sentimen pasar. Padahal Presiden AS Donald Trump sempat mengatakan bahwa kesepakatan dengan China dapat terjadi lebih cepat daripada ekspektasi semua orang.
"Dapat dimengerti, investor menunjukkan sedikit reaksi terhadap pernyataan Trump, karena mereka telah belajar bahwa hal-hal dapat dengan mudah berubah seperti yang telah terjadi sebelumnya," kata Edward Meir seperti dikutip dari Reuters, Sabtu, 28 September 2019.
BISNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini