Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perginya nakoda grup eka

Rudy maeloa meninggal dalam usia 42 th. namanya kurang dikenal. tapi sedikitnya ia mengurus 22 perusahaan. masuk dalam sepuluh besar bankir indonesia. grup eka maju berkat andilnya. dipuji berbagai pengusaha.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan lalu, banyak orang dibuat tercengang dan bertanya-tanya siapa Rudy Maeloa. Begitu besarkah pengaruh tokoh ini di dunia bisnis? Sesudah kepergiannya, ucapan turut berdukacita banyak memenuhi halaman surat kabar terkemuka di Jakarta. Dan belasungkawa itu datan bukan dari perusahaan atau orang kebanyakan, tapi namanama besar di cakrawala bisnis Indonesia. Di antaranya United City Bank, PT Raja Garuda Mas, Charoen Pokphand Group, Pondok Indah Group, Sinar Mas Group, dan Bambang Trihatmojo. Nama-nama ini siapa yang tidak kenal? Apalagi, ketika jenazahnya disemayamkan selama empat hari di RS Sumber Waras. Banyak pejabat dan pengusaha terkemuka yang datang melayat. Di antaranya tampak Menko Polkam Sudomo, Menpora Akbar Tanjung, Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, Ciputra, Lim Sioe Liong, dan William Soeryadjaya, serta tokoh-tokoh pengusaha dan bankir. Nah, kalau yang datang sudah dari kalangan itu, tidaklah mengherankan kalau 14 kamar jenazah di Sumber Waras semuanya diborong, plus dilengkapi dengan karpet merah wall to wall. Lantas siapa Rudy Maeloa yang lahir di Ambon 42 tahun yang lalu itu? Kalau dilihat dari iklan turut berdukacita yang dimuat, Rudi menduduki kursi pimpinan, sedikitnya pada 22 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Mulai dari perbankan, minyak sawit, sampai real estate. Tidak sebagai orang nomor satu, memang. Tapi kalau seorang direktur merangkap sebagai komisaris, wakil presiden komisaris, dan wakil presiden direktur di 22 perusahaan, tentu ini bukan orang sembarangan. Paling tidak, orang ini akan turut menentukan matihidupnya perusahaan-perusahaan tersebut. Dugaan itu dibenarkan oleh salah seorang pengusaha terkemuka di Jakarta. "Di perusahaan-perusahaan itu, dia bukan pemilik modal mayoritas, tapi kemudi ada di tangannya," kata tokoh yang enggan disebut namanya ini. Sebagai contoh, adalah pabrik minyak goreng Bitung Manado Oil Company, atau lebih dikenal dengan Bimoli, yang sejak ditangani Rudy bisa menguasai 60% pasar minyak goreng Asia Tenggara. Tidak hanya itu. Berkat kelincahannya, grup ini pun bisa berkembang ke berbagai sektor bisnis, seperti kelapa sawit, pabrik susu, pabrik sabun, industri kayu lapis, pabrik kertas pulp di Surabaya, perkebunan, dan perbankan. "Kalau dibanding-banding, posisinya bisa disejajarkan dengan grup Lim Sioe Liong, tapi dalam hal cashflo Lim kalah encer," ujar pengusaha tersebut. "Sebagai pendatang baru, dia tergolong pengusaha yang cukup hebat," puji Ir. Ciputra, Direktur Utama PT Pembangunan Jaya. Pada pengamatan Ciputra, salah satu kunci keberhasilan Rudy adalah kemampuannya mempersatukan kekuatan dari semua anggota keluarga. Memang kalau dilihat, awal karier Rudy dimulai ketika ia mengawini anak kedua dari Eka Cipta Wijaya, seorang pengusaha yang padat modal. "Hingga akhirnya beliau dianggap sebagai tangan kanan Pak Eka," kata Indra Wijaya, Presdir Bank Internasional Indonesia (BII), yang adalah adik ipar Almarhum. Menurut Indra, kelebihan yang tampak menonjol pada Rudy, sebagai pengusaha ulung, adalah kemampuannya dalam membina hubungan. "Kemampuannya dalam membuka relasi yang luas merupakan salah satu faktor yang mendorong sukses BII," ujar Indra. Konon, tanpa adanya Rudy, mungkin keluarga Eka Wijaya takkan pernah menjadi pemilik BII. Begitu juga dalam pengembangannya. Ketika BII dibeli pada 1982, asetnya - termasuk cabang di Surabaya - hanya sekitar Rp 10 milyar. Tapi kini, enam tahun kemudian, dengan 10 cabang yang bertebaran di Jakarta, Balikpapan, Semarang, Cimahi, dan Ujungpandang, aset keseluruhan BII tidak kurang dari Rp 400 milyar. "Si Tangan Kanan" ini pulalah yang terus-menerus selalu mencari peluang untuk melakukan diversifikasi. Buktinya, hampir setiap perusahaan yang didirikan di bawah bendera grup Eka selalu disertai andil Rudy. "Beliau dikenal sebagai pelaksana yang baik, dan bertanggung jawab. Semua yang ditanganinya selalu beres," kata Indra lebih lanjut. Sejak Rudy memperkuat Eka Group, dari tahun ke tahun, pamor Eka Wijaya semakin naik. Seperti dikemukakan Ir. Ciputra, di kalangan bankir nama Rudy Maeloa sudah layak masuk ke dalam sepuluh besar, setelah Mochtar Riady, dan delapan bankir lainnya. Juga di bidang industri dan perkebunan, namanya bisa dimasukkan ke dalam paling tidak - lima besar. Hanya kalau dalam hal minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, "Semua orang tahu, dialah orang nomor satu di Indonesia," ujarnya. Menurut Ciputra, yang juga sering disebut Ci, di Indonesia sudah banyak pengusaha yang memiliki kemampuan yang tajam dalam mencium peluang, tapi tidak banyak yang bisa merealisasikannya dengan cepat. Lain halnya dengan Rudy, yang dianggap Ci sebagai man of action yang tangguh. Contohnya ketika Ci dan Rudy menjalin kerja sama. Hanya karena sama-sama menyaksikan gerhana matahari total, lima tahun lalu di Serpong Jawa Barat, maka kerja sama pembangunan real estate Bumi Serpong Damai pun langsung bisa terwujud. "Sayang, sebelum peletakan batu pertama, dia sudah meninggal," katanya. Kelebihan-kelebihan ini diakui juga oleh seorang pengusaha terkemuka lainnya. Menurut dia, tanpa Rudy, tak mungkin grup Eka masuk ke dalam sepuluh besar. Dan karena Rudy pulalah, konon, ekspor kertas grup ini bisa mencapai Rp 150 milyar per tahun. Belum lagi jasa Rudy yang telah berhasil menambah aset Eka dengan tanah perkebunan di Riau seluas 60 ribu hektar, dan lahan yang diperuntukkan membangun perumahan di kawasan Bekasi dan Tangerang seluas enam ribu hektar. Sukses Rudy, menurut sumber tadi, tak lepas dari bantuan orang-orang yang dilobinya. Di antaranya adalah Sudomo ketika masih menjabat sebagai Pangkopkamtib. Kemudian dukungan dari Akbar Tanjung kini Menpora - muncul, ketika masuk ke perusahaan susu Indomilk. "Dari dialah orang sadar bahwa minyak goreng itu bisnis yang sangat menguntungkan," ujarnya. Sayang, orang yang otaknya cemerlang itu telah tiada. Dua pekan lalu, penyakit ginjal dan liver telah menggiringnya ke alam lain. Kini tinggallah Eka bersama anak menantu, yang merasa sangat kehilangan. "Dengan perginya Almarhum, Eka Group akan mendapat kesulitan, terutama dalam membina relasi yang lebih luas," demikian Indra. Budi Kusumah, Moebanoe M., Agung F., Max Wangkar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus