Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Aksi sampai ke cina

Sidang escap ke-44 di hotel borobudur dihadiri 800 peserta dari 48 negara. sasaran sidang, mengupayakan penataran kembali struktur ekonomi internasional. dirumuskan sejumlah resolusi membantu si miskin.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH sidang PBB, Komisi Ekono mi dan Sosial untuk kawasan Asia Pasifik (ESCAP) ditutup Rabu pekan ini di Hotel Borobudur Inter-Continental, Jakarta. Sejumlah resolusi bersama diusulkan, yang akan menjadi pedoman pragram aksi anggotanya. Beberapa negara usul, untaian rumusan keputusan sidang yang dihadiri 800 peserta dari 48 negara disebut saja Jakarta Action Plan. Sidang tahunan ke-44 lembaga yang bermarkas besar di Bangkok, dan dulu bernama Ecafe, terselenggara di Jakarta setelah 33 tahun lepas dari Indonesia. Maka, sebagai tuam rumah Indonesia siap menawarkan gagasan. Misalnya Presiden Soeharto yang melemparkan usul agar ESCAP bisa merumuskan secara nyata rencana kerja efektif di bidang pengembangan sumber daya manusia. Maksudnya, tentu, demi meningkatkan kesempatan kerja dan pengembangan teknologi di Asia Pasifik (Aspas) yang dihuni 70% penduduk negara berkembang, atau 54% penduduk dunia. Masalah akan semakin rumit karena rata-rata pertumbuhan penduduk (1,8%) dan angkatan kerja (1,4%) tergolong tinggi. Tahun ini angkatan kerja di Aspas bertambah 22 juta orang, jauh di atas penduduk Australia yang 16,2 juta. Nah, angka pertumbuhan itu tak cukup untuk menyerap tambahan angkatan kerja setiap tahun. Untuk mendongkraknya juga sulit, karena masih loyonya harga komoditi primer, naiknya gengsi beberapa mata uang kuat, terutama yen terhadap dolar AS (curency realignment), dan tingkat suku bungayang tetap tinggi. Sasaran sidang ESCAP agaknya sejalan dengan gagasan Menlu Ali Alatas yang secara aklamasi dipilih sebagai ketua sidang. Alatas mendesak semua negara untuk bersama-sama mengupayakan penataan kembali struktur ekonomi internasional yang menguntungkan semua pihak. Kritik dan desakan mereka ternyata ditanggapi negara maju. Takujiro Hamada, Wakil Menteri Urusan LN delegasi Jepang, setuju untuk menciptakan kemakmuran internasional. Misalnya Jepang menyediakan pinjaman lunak Rp i6,5 trilyun atau 8,8% lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sementara rasio impor ke Jepang dari negara Aspas selama empat tahun terakhir naik dua kali atau 40% dari impor total negara itu tahun lalu. AS tampil dengan mengecam, "Proteksionisme dan berbagai peraturan pemerintah yang berlebihan akan mengancam usaha perbaikan sosio-ekonomi," kata pimpinan delegasi Eugene J. McAllister, Pembantu Menteri Urusan Ekonomi dan Bisnis Deplu AS. AS menunjukkan rasa "iba" terhadap negara berkembang yang tergilas penghapusan GSP (Sistem Preferensi Umum). Penghapusan perlakuan GSP itu terutama ditujukan bagi Negara Industri Baru (NICs) yang sudah dianggap mampu bersaing dan tak perlu perlakuan istimewa di pasar AS seperti Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan. Indonesia sendiri hanya terkena pencabutan GSP untuk plyqlood dan kayu lunak. Di antara negara peserta kelihatannya iuga terjadi tukar pendapat. Baik untuk masalah bilateral maupun upaya menciptakan tatanan ekonomi yang lebih baik. Sebagai misal, Deputi Menlu RRC Liu Shu Qing sempat bertemu Menlu Ali Alatas. Pertanyaan lantas muncul apakah disinggung perihal pecairan hubungan diplomatik kedua negara. Pihak Indonesia kelihatannya masih tetap pada syarat yang pernah disodorkan seperti "tidak membantu gerakan komunisme di Indonesia". Sementara hubungan dagang kedua negara tidak ada masalah karena sudah dibuka sejak beberapa tahun lalu, baik langsung maupun tidak langsung. Yang kemudian tercantum dalam keputusan bersama ESCAP adalah sejumlah resolusi dan rekomendasi. "Rencana Aksi Jakarta mengenai Pengembangan Sumber Daya Manusia" akan dijadikan tonggak program aksi ESCAe dan berlaku sampai tahun 2000. Terdiri atas 33 rekomendasi dan 106 usulan khusus. Tekanan pada peningkatan kesempatan kerja dan kualitas tenaga kerja, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lingkungannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus