Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Periksa dulu, dan cium

Penyakit mulut berjangkit, pemotongan hewan tidak menurun, karena beberapa perusahaan melakukan pemeriksaan. (eb)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA saja akal Bob Sadino, pemilik supermarket Kem-Chicks di Kemang, Jakarta, untuk menarik minat pembeli. Pekan lalu, dalam iklan cukup besar di sebuah koran, Bob tampil menjajakan daging sapi dagangannya - muncul dengan wajah bak Kolonel Sanders, penemu Kentucky Fried Chickens. Di situ dia menjamin, kendati sebagian-ternak rumah potong hewan Cakung di Jakarta terserang penyakit mulut dan kuku, daging sapi dagangannya "telah diseleksi dan siap olah." Hingga pekan ini, menurut Irama B. Chazanul, direktur Kem-Chicks, volume penjualan daging segar, daging beku, dan daging olahan perusahaan itu tak menurun. Daging segar yang terjual pada hari sibuk Jumat, Sabtu, dan Senin, tiap hari rata-rata tetap 750 kg - dan lebih dari separuhnya daging sapi. "Pembeli daging di tempat kami sekitar 90% orang asing yang tinggal di daerah Kemang," katanya. Menurut Irama, Kem-Chicks memperoleh daging sapi segar itu dari sembilan pensuplai utama yang mengirim komoditi itu secara bergantian. Daging yang dibeli ratarata Rp 2.500 per kg ini terlebih dulu diperiksa dengan mata telanjang dan dicium. Jika diperlukan, pemeriksaan kimia pun dilakukan dengan mengetes tingkat keasaman dan kadar airnya. Tapi "untuk mendeteksi penyakit pada daging segar memang sulit," katanya. Secara fisik, sapi yang terserang penyakit mulut dan kuku ini mudah dikenali karena bagian mulut dan kukunya meradang. Jika daging sapi itu akan dimakan, menurut seorang dokter, bagian yang terserang penyakit, juga bagian jeroan, harus direbus dulu, kemudian disimpan dalam kamar pendingin 24 jam. Sesudah itu daging bisa diolah. Belum jelas benar apa 50 sapi di rumah potong hewan (RPH) Cakung yang terserang penyakit ini sudah disembelih atau disisihkan sama sekali. Yang pasti saja, menurut Mustafa Said, direktur utama PD Dharma Jaya, RPH Cakung setiap hari masih tetap memotong sekitar 600 sapi. "Permintaan daging tetap seperti hari-hari biasa," katanya. RPH Pegirian, Surabaya, juga masih menyembelih rata-rata 200 ekor sapi setiap harinya. Sapi yang berasal dari Banyuwangi, Besuki, Pasuruan Tuban, dan Madura itu dibeli rumah potong tadi dengan Rp 2.000 per kg dalam keadaan hidup. Setelah sapi disembelih, daging segar tadi dijual ke distributor Rp 2.000. Dari sini daging tadi dijual kepada konsumen antara Rp 2.000 dan Rp 2.400 per kg. Menurut Soewadji, kepala Perusahaan Pembantaian Pegirian, rumah potong yang dipimpinnya "tak mungkin kebobolan" sapi yang terkena penyakit mulut dan kuku. Sebab, sebelum dipotong, sapi yang masuk ke rumah potong itu harus mendapat semacam surat tanda lulus sehat dari Dinas Peternakan. Sesudah dipotong pun, daging sapi tadi masih perlu diperiksa lagi, apakah binatang itu terserang penyakit hati atau tidak. Bila hati sapi kedapatan rusak, "maka langsung dimusnahkan," katanya. Sementara itu, di Medan, rumah potong milik Pemerintah Daerah Sum-Ut setiap hari juga masih memotong sapi sekitar 30 ekor. Tak ada penurunan permlntaan kendati sebagian sapi di Aceh kejangkitan penyakit kelamin. Kenyataan itu tampaknya membuktikan, sebagian besar konsumen masih percaya rumah potong cukup hati-hati menyeleksi sapi yang bakal disembelih. Atau karena kurang periksa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus