Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Maria dari cigentur

Penduduk cigentur mengolah limbah kapas dari industri tekstil jadi kapas kecantikan, belum mendapat sertifikat dari depkes dan belum diteliti. (eb)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAS dalam kemasan plastik yang memakai banyak huruf kanji itu bermerk Facial Cotton dan Maria. Jangan kaget kalau produk komersial ini - kapas kecantikan, kapas kesehatan, dan pembalut wanita - adalah hasil industri rumah tangga Desa Cigentur, Bandung. Di seluruh desa tercatat 144 unit industri semacam ini, yang melibatkan sekitar 1.000 tenaga kerja, yang setiap bulan menghasilkan 60 ton pelbagai produk kapas. Pada mulanya penduduk desa yang miskin itu, sekitar 30 km arah selatan Bandung, punya mata pencaharian sebagai penarik becak dan buruh pabrik tekstil. Perubahan segera terasa sesudah Utjin dan Otjid, yang diberhentikan sebagai buruh pabrik tekstil, 1971, berusaha mengolah limbah (buangan) kapas dari industri tekstil jadi kapas kecantikan. Oleh industri tekstil, kapas berserat pendek 1 sampai 3 cm itu memang disisihkan. Bagaimana mengolah limbah itu? Di dalam sebuah drum, kapas yang sudah dicuci dengan typol oleh Utjin dan Otiid direbus semalaman - biasanya dibubuhi pula soda api. Sesudah direbus, kapas masih dicuci dengan kaporit sebelum pada akhirnya direbus kembali dengan pemutih. Dari sini kapas tadi dibentuk menjadi lempengan setebal 2 cm dengan berbagai ukuran, lalu dijemur di bawah mataharn Bila kapas itu akan dijual sebagai kapas kecantikan, sebelumnya diberi banyak warna, sedang untuk pembalut wanita, kapas itu diberi kain kasa. Pengemasan kapas kering, yang siap dijual itu, hanya dilakukan dengan lampu senter. Metode itu kini sudah dipraktekkan secara massal. Bahkan bagi Jejen, bekas penarik becak, dari hasil mengolah kapas limbah itu dia bisa memperbaiki rumah gubuknya menjadi sebuah rumah tembok. Kini dia malahan sudah mempekerjakan 5 buruh dengan gaji tiap hari Rp 50a-Rp 1.500 per orang. Dari seorang bandar (makelar), limbah kapas tadi dibeli Jejen Rp 650, dan setelah diolah dijual Rp 1.000 per kg untuk kapas putih, dan Rp 1.250 per kg untuk kapas berwarna. Jika tiap hari Jejen mampu mengolah limbah kapas itu satu kuintal, penghasilannya jelas besar sekali. Kendati 50 orang dari perajin itu sudah memperoleh fasilitas Kredit Investasi Kecil (KIK), masing-masing Rp 600 ribu, banyak juga di antara mereka yang mendapat pinjaman dari bandar. Ny. Dina, 65 tahun, bandar besar, meng aku cuma mengambil untung Rp 100-Rp 150 dari setiap kilo penjualan limbah kapas pabrik pada para perajin itu. Dia, katanya, membeli limbah kapas itu Rp 500 per kg dari pelbagai pabrik pemintalan dan tekstil di sekitar Bandung. Ketika dikonfirmasikan, pabrik pemintalan dan tekstil keberatan mengungkapkannya. "Kami tak tahu kapas sisa dibikin apa. Yang jelas kami dapat untung," ujar S. Sinaga, direktur PT Unilon, pabrik pemintalan dan tekstil terkemuka di Bandung. Setiap bulan, Unilon memproses 140 ton kapas eks Amerika dan Australia untuk diolah jadi tekstil. Jika limbah itu tak dimanfaatkan penduduk Cigentur yang secara tak sengaja telah menyambung proses daur ulang, di pabrik itu tiap bulan akan menumpuk sedikitnya 10 ton kapas buangan. Karena bertahun-tahun pemanfaatan limbah kapas itu tak menimbulkan keluhan pemakainya, Sinaga menjamin limbah kapas itu terbebas dari zat kimia beracun. Toh sejauh ini, kapas Cigentur, yang sudah beredar sampai Jakarta, Bandung, Semarang Surabaya, dan Palembang itu, belum mendapat sertifikat Departemen Kesehatan. Karena itu, produk rumah tangga ini sulit masuk supermarket. Dalam kaitan itulah, KUD Cigentur kabarnya sedang berusaha agar kapas olahan tadi bisa memperoleh sertifikat tanda lulus uji dari instansi tersebut. Pihak Lembaga Ekologi Universitas Padjajaran, yang paling getol menangani soal limbah industri, sampai kini belum meneliti apakah kapas eks Cigentur tadi bisa merusakkan kulit pemakainya atau tidak. Jalan panjang tampaknya harus dilalui penduduk Cigentur, mengingat untuk memperoleh sertifikat sehat itu mereka harus memenuhi syarat higienis dalam pengolahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus