Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Peringkat Obligasi Terancam Memburuk

Permintaan obligasi, baik dari investor asing maupun lokal, masih tinggi.

22 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nasabah memantau pergerakan saham dari rumah di Jakarta, 15 Juli 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PPKM darurat yang terlalu lama bisa menurunkan peringkat obligasi.

  • Obligasi perusahaan di sektor yang tidak terkena dampak Covid-19 menarik bagi investor.

  • Investor masih melirik obligasi pemerintah dan BUMN.

JAKARTA – Lambatnya pertumbuhan ekonomi akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat mempengaruhi surat utang atau obligasi, baik yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, mengatakan PPKM darurat yang terlalu lama bisa menurunkan peringkat obligasi. “Jika PPKM hanya 1-2 bulan, kami perkirakan penurunan rating relatif kecil,” kata Handy, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah menerapkan pembatasan kegiatan pada 3-20 Juli lalu dengan harapan menurunkan lonjakan jumlah kasus Covid-19 dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit. Namun, setelah dua pekan, kondisi tak membaik. Presiden Joko Widodo kemudian memutuskan memperpanjang kebijakan itu hingga 25 Juli mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Handy optimistis pengetatan PPKM darurat hingga dua bulan tak membuat pertumbuhan ekonomi turun tajam seperti pada kuartal II tahun lalu. Sebab, kata dia, saat ini terdapat fleksibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah menambah dana sebesar Rp 55 triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Faktor lainnya adalah dukungan dari ekspor dan investasi asing. 

Harapan perbaikan pertumbuhan ekonomi tersebut ditambah suku bunga yang rendah, menurut Handy, berpotensi meningkatkan permintaan di pasar obligasi. Secara keseluruhan, Handy menyatakan permintaan obligasi, baik dari investor asing maupun lokal, masih tinggi. Tingginya permintaan dari dalam negeri salah satunya disebabkan oleh likuiditas perbankan masih longgar, yang tecermin pada loan to deposit ratio di level 80 persen.

Petugas menjelaskan tentang obligasi negara ritel atau obligasi ritel Indonesia (ORI) 15 di kantor cabang Bank Mandiri, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Investor asing pun mulai memasuki pasar surat berharga negara seiring dengan turunnya imbal hasil US Treasury. Menurut Handy, sentimen positif juga berasal dari potensi penurunan pasokan surat berharga negara karena pemerintah menggunakan saldo anggaran lebih untuk mengurangi target penerbitan utang sebagai upaya menutupi defisit anggaran. Permintaan terhadap obligasi korporasi juga diperkirakan meningkat. “Investor mencari rating yang bagus dan tenor yang agak pendek untuk obligasi korporasi,” kata Handy.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan investor juga akan cenderung memilih surat utang yang diterbitkan perusahaan di sektor yang tidak terkena dampak Covid-19. Perusahaan dengan masalah arus kas dan mengalami kenaikan beban utang selama masa pandemi, menurut dia, masih sulit mendapatkan pendanaan melalui surat utang.

Josua memperkirakan permintaan surat utang dari perusahaan pelat merah cenderung dilirik investor. “Pemerintah sudah menyatakan akan ada penyertaan modal negara dan restrukturisasi,” ujar dia. Dewan Perwakilan Rakyat pun telah menyetujui suntikan dana sebesar Rp 106 triliun untuk perusahaan milik negara, pekan lalu.

Dukungan untuk obligasi juga datang dari Bank Indonesia. Ekonom dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Anthony Kevin, memperkirakan bank sentral mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5 persen dalam rapat Dewan Gubernur bulan ini. “Kepemilikan Bank Indonesia atas surat utang pemerintah juga jumlahnya terus naik, bahkan mencetak rekor tinggi sampai akhir Juni kemarin,” ujarnya.

Berdasarkan laporan lembaga pemeringkat global, S&P Ratings, peringkat surat utang negara Indonesia per April lalu adalah BBB dengan outlook negatif. Peringkat obligasi tersebut dipertahankan dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus