Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan perkembangan penyelesaian potensi kerugian negara Rp 394,1 miliar akibat penyewaan gedung Wisma Mulia I yang tak terpakai. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara dari transaksi tersebut, sehingga OJK mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian pada 2023 atas temuan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Sentosa bercerita bagaimana institusinya saat ini berupaya menyelesaikan temuan BPK ini. Ia juga menjawab cerita seorang sumber Tempo yang mengatakan OJK belum menindaklanjuti temuan BPK ini. “OJK dan pihak Wisma Mulia 1 sedang komunikasi intensif,” kata Aman kepada Tempo di Hotel Four Season, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mei 2024, BPK merilis laporan hasil pemeriksaaan atas kinerja OJK sepanjang periode 2023. Dari 12 temuan BPK, penyewaan gedung Wisma Mulia I menjadi salah satu sorotan karena OJK dinilai mengeluarkan anggaran secara percuma. OJK menyewa Gedung Wisma Mulia berdasarkan Surat Perjanjian Nomor SPJ-01/MS.4/PPK/PSGKPWISMA MULIA I /2016 tanggal 27 Desember 2016 dengan PT Sanggarcipta Kreasitama (SCKT) yang ditandatangani oleh Deputi Komisioner Manajemen Strategis JIB selaku Pejabat Pembuat Komitmen OJK dan Direktur Utama SCKT.
OJK melunasi sewa Gedung Wisma Mulia I sebesar Rp 412,3 miliar pada awal masa kontak dan biaya pelayanan (service charge) sebesar Rp 57,05 miliar. Realisasi pembayaran kontak ini terjadi pada 30 Desember 2016. Sementara, service change dibayar sebanyak dua kali sesuai invoice pada 12 Februari 2018 sebesar Rp 44,85 miliar dan pada 17 Maret 2018 sebesar Rp 12,19 miliar.
Awalnya, penyewaan gedung ini untuk menjadi kantor pusat dan menampung seluruh pegawai OJK. Sejak masa kontrak Wisma Mulia I dari 2018-2021, OJK setidaknya telah membayar Rp 412,30 miliar. Namun, gedung itu tak dimanfaatkan alias dibiarkan. “Pada saat itu OJK sudah melakukan upaya pemulihan atas atas biaya sewa tersebut, namun belum sepenuhnya berhasil,” kata Aman.
Setelah berjalan beberapa tahun sejak penyewaan ini bermasalah, BPK menilai OJK belum mempertanggungjawabkan sewa Gedung Wisma Mulia I ini. BPK menyebut hal ini mengakibatkan adanya indikasi kerugian pada keuangan OJK.
Namun OJK mengemukakan alasan tak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia I itu lantaran institusi pengawas sektor jasa keuangan ini telah mendapat Gedung Menara Radius Prawiro milik Bank Indonesia dan Gedung Sumitro Djojohadikusumo milik Kementerian Keuangan. OJK beranggapan menempati kedua gedung ini lebih hemat anggaran dibandingkan menggunakan Gedung Wisma Mulia I. “Sudah dibayarkan, namun tidak jadi pakai karena Gedung BI dan Kemenkeu dapat diperpanjang kembali penggunaannya,” kata Aman.
Dalam temuan BPK, OJK diketahui pernah berperkara dengan pihak Wisma Mulia I atas sewa-menyewa gedung. Pada 2022, Perjanjian Sewa Gedung Wisma Mulia I pernah masuk perkara kasasi di pengadilan. OJK pernah menggugat pembatalan banding untuk membatalkan perjanjian sewa gedung dan pengembalian dana. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta selatan menolak dan OJK mendaftarkan memori kasasi pada 7 Maret 2022.
Namun, manajemen Wisma Mulia melalui PT SCKT menggugat balik OJK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam perkara dengan nomor register 435/PDT.G/2020/PN.JKT.PST itu, majelis memutus perjanjian sewa gedung Wisma Mulia I sah dan menetapkan OJK telah berbuat wanprestasi karena tidak membayar service charge. Pengadilan menghukurn OJK untuk membayar service charge sebesar Rp 131.06 miliar serta membayar bunga sebesar 6 persen per tahun dari jumlah service charge termasuk PPN sebesar 10 persen kepada PT SCKT. OJK mengajukan upaya banding dengan nomor perkara 723/PDT.G/2021 /PT.DKI.JKT. “Diketahui bahwa OJK dan PT SCKT menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi secara damai,” kata BPK dalam laporan hasil pemeriksaan. Kedua institusi ini sepakat untuk mencabut gugatan.
Meski demikian, BPK menilai OJK lalai dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk mempertanggungjawabkan sewa Gedung Wisma Mulia I ini. Karena itu, BPK juga merekomendasikan BPK segera mengambil langkah strategis untuk memulihkan indikasi kerugian negara sebesar Rp 394,10 miliar tersebut.
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Juni 2024, temuan BPK ini juga menjadi sorotan anggota dewan. Anggota Komisi XI Melchias Marcus Mekeng menilai OJK telah membiarkan uang yang ditarik dari publik keluar begitu saja alias tanpa pertanggung jawaban. “Ini sangat memalukan,” kata Mekeng. Politikus Golkar itu juga meminta OJK ditutup kalau masalah ini tak segera diselesaikan. “Ini sangat memalukan. “Kalau tahun ini tak diselesaikan, saya yakin tahun depan disclaimer. Dan kalau sudah disclaimer, tutup ini OJK karena tak proper.”
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Sentosa pun memastikan institusinya akan menyelesaikan masalah ini. Dia menyebut timnya juga telah berdiskusi dengan manajemen Wisma Mulia I.
Aman berharap pada triwulan I 2025, OJK dan manajemen Wisma Mulia I sudah menemukan opsi penyelesaian atas polemik ini. “Opsi-opsi terbaik yang disepakati bersama untuk melakukan pemulihan atas uang sewa tersebut,” kata Aman.