Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertamina memastikan kelanjutan hasil tender desain megaproyek kilang olefin TPPI.
Pelaksanaan tender kilang olefin TPPI sempat dipersoalkan Dewan Komisaris Pertamina.
Sejumlah kejanggalan dilayangkan peserta yang kalah tender kilang olefin TPPI.
SURAT yang telah lama ditunggu peserta tender desain proyek pembangunan kilang olefin PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, akhirnya dikeluarkan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Senin, 6 September lalu. Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang membawahkan TPPI itu menunjuk dua penawar sebagai pemenang lelang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua peserta tender itu adalah joint operation Hyundai Engineering Co Ltd-PT Rekayasa Industri-PT Enviromate Technology International-Saipem SpA dan konsorsium Technip Italy SpA-PT Tripatra Engineers and Constructors-PT Technip Indonesia-Samsung Engineering Co Ltd. “Durasi: 270 hari kalender sejak kick-off meeting,” begitu bunyi surat yang diteken Vice President Procurement Project, Contract, and Services KPI Muchamad Lutfi selaku ketua tim tender.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nilai lelang di paket desain ini memang tak seberapa. Merujuk pada surat KPI, joint operation Hyundai dan konsorsium Technip menawarkan harga tak jauh berbeda, yakni sekitar Rp 789,5 miliar belum termasuk pajak pertambahan nilai. Dengan tambahan dana tak pasti senilai Rp 22 miliar untuk setiap peserta, nilai total kontrak diestimasikan hanya Rp 1,57 triliun.
Namun kemenangan dalam lelang paket desain ini begitu vital. Kedua kubu pemenang akan kembali berkompetisi menyusun desain dan rekayasa teknik awal (FEED). Dalam sembilan bulan ke depan, mereka akan menyusun estimasi lebih akurat tentang biaya rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC). Penawaran yang paling murah akan dipilih untuk meneruskan pembangunan pabrik.
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama di kilang PT TPPI di Tuban, Jawa Timur. BPMI Setpres
Megaproyek olefin TPPI dirancang menjadi kompleks kilang terintegrasi. Kompleks ini akan terdiri atas empat pabrik, yaitu pabrik olefin cracker berkapasitas 1.000 kiloton per tahun, high-density polyethylene atau linear low-density polyethylene (700 kiloton per tahun), low-density polyethylene (300 kiloton per tahun), dan polypropylene atau high-impact polypropylene (600 kiloton per tahun). Total nilai investasinya diperkirakan menembus Rp 50 triliun.
Di area operasi TPPI di Desa Remen, Tasikharjo, Tuban, saat ini sebenarnya telah terbangun kilang aromatik. Dulu infrastruktur ini dirancang menjadi kilang petrokimia yang menghasilkan aromatik dan olefin. Produk turunan dari kondensat (naphtha) tersebut merupakan bahan baku bagi industri serat sintetis dan tekstil, juga industri plastik untuk kebutuhan kemasan, bangunan, serta otomotif.
Namun krisis moneter 1998 mengandaskan ide itu. Rencana pembangunan kilang olefin batal karena masalah pendanaan. Walhasil, keekonomian TPPI yang hanya berupa kilang aromatik menjadi tidak optimal. Harga jual produk yang dihasilkan selama ini, berupa naphtha ringan, lebih rendah ketimbang harga bahan bakunya. Idealnya, naphtha ringan itu menjadi bahan baku untuk memproduksi olefin.
Pada akhir 2019, Presiden Joko Widodo mencanangkan kelanjutan proyek kilang olefin TPPI. Kala itu pemerintah lewat PT Pertamina resmi mengambil alih pengendalian TPPI setelah mengkonversi utang macet pemilik lama, Honggo Wendratno. Jokowi bertitah: proyek pembangunan kilang harus kelar dalam tiga tahun.
Namun laju proyek ini tak sekencang titah Presiden. Sejak Pertamina membuka pendaftaran prakualifikasi tender awal tahun lalu, sederet persoalan muncul. Bahkan hasil lelang paket desain yang telah berbulan-bulan tersendat kali ini juga menyimpan sejumlah masalah.
•••
DIBUKA pada akhir Februari 2020, tender proyek kilang olefin Trans-Pacific Petrochemical Indotama dirancang menggunakan konsep design build competition. Skema ini meliputi empat pekerjaan sekaligus, yakni seleksi teknologi, desain teknik dasar, FEED, dan EPC. Dalam pengumuman awal, Pertamina mengundang konsorsium yang memiliki pengetahuan, keahlian, kualifikasi teknis, pengalaman, dan kemampuan finansial dalam proyek serupa.
Dari enam pendaftar, tahap prakualifikasi menyisakan empat peserta. Selain joint operation Hyundai dan konsorsium Technip, dua peserta tersisa adalah konsorsium GS Engineering & Construction Corp-PT Adhi Karya (Persero) Tbk-Tecnimont SpA dan konsorsium Daelim Industrial Co Ltd-PT Wijaya Karya (Persero) Tbk-PT McDermott Indonesia. Belakangan, konsorsium GS Engineering dan Daelim terdepak dari putaran final tender pada September 2020.
Persoalan muncul menjelang akhir 2020. Dewan Komisaris Pertamina menyoal sejumlah hal. Dua pejabat di Grup Pertamina yang mengikuti proses tender ini mengungkapkan, Dewan Komisaris menilai manajemen Pertamina tak menyiapkan lelang secara layak. Pelaksana tender, misalnya, menyerahkan rencana pembiayaan dan pemilihan teknologi kepada para peserta lelang.
Kawasan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, 21 Desember 2019.ANTARA/Moch Asim
Umumnya, pemilik proyek menyiapkan dulu berbagai rencana proyek untuk memastikan kilang yang dibangun kelak sesuai dengan sasaran perusahaan. Klasifikasi teknologi yang akan dipakai, misalnya, ditentukan dengan target jenis produk olefin yang diinginkan. Dengan begitu, perencanaan proyek juga memerlukan pemetaan terhadap proyeksi pasar dan strategi pemasaran di masa mendatang.
Masalahnya, kata dua sumber Tempo, PT Kilang Pertamina Internasional sebagai pelaksana tender ditengarai tak melibatkan manajemen TPPI, yang akan menjadi pelaksana operasi dan pemasaran produk kilang. Kabar ini yang membikin Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama geram. Dia khawatir kilang TPPI tak akan memberikan pendapatan yang optimal bagi perusahaan jika tender tak dirancang dengan maksimal. Ia meminta direksi mengkaji pelaksanaan tender, termasuk kemungkinan menggelar lelang ulang.
Dalam surat bertajuk “Arahan Dewan Komisaris terkait Proyek Olefin TPPI” tertanggal 19 Januari 2021, Dewan Komisaris Pertamina menegur direksi Kilang Pertamina Internasional agar melibatkan PT Tuban Petrochemical Industries, induk TPPI, dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Perencanaan yang dimaksud, seperti tertulis dalam surat itu, meliputi segi bisnis, teknis, keuangan, pemasaran, dan hukum. Surat arahan itu mengacu pada rapat Komite Audit dan Komite Investasi Dewan Komisaris bersama Direktorat Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Kilang Pertamina Internasional serta Tuban Petrochemical pada 7 Januari 2021.
Basuki, yang biasa disapa Ahok, tak bersedia memberikan penjelasan mengenai hal itu. “Tanya direksi saja,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Ketegangan antara direksi dan Dewan Komisaris Pertamina inilah yang membuat proses tender berbulan-bulan jalan di tempat. Dewan Komisaris juga mempertanyakan lolosnya Hyundai Engineering, yang sebelumnya memenangi lelang proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, dalam konsorsium yang beranggotakan PT Rekayasa Industri alias Rekind dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
Semula konsorsium ini dipimpin SK Engineering & Construction Co Ltd, kontraktor ternama asal Korea Selatan. Belakangan, SK mengundurkan diri, hingga kemudian digantikan Hyundai Engineering sebagai pemimpin konsorsium.
Dewan Komisaris mencium ketidakberesan proyek RDMP yang nilai kontraknya mencapai Rp 57,8 triliun tersebut. Selain biayanya membengkak, realisasi pekerjaan dianggap tidak sesuai dengan harapan. Proyek dipastikan molor dari rencana awal. Belakangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan diminta turun untuk mengaudit proyek ini.
Sekretaris Perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya mengakui proyek RDMP Balikpapan terhambat. Dia berdalih pandemi Covid-19 membuat sejumlah negara pembuat alat utama kilang memberlakukan lockdown. Akibatnya, penyediaan peralatan utama terlambat. Demikian pula masalahnya pada mobilisasi tenaga kerja. “Serta adanya temuan unforeseen material saat land clearing lahan untuk konstruksi proyek,” kata Ifki, Jumat, 17 September lalu. "Terlepas dari kendala-kendala tersebut, performance proyek oleh joint operation Hyundai-Rekind cukup baik."
•••
DALAM surat “Arahan Dewan Komisaris” terungkap bahwa direksi Pertamina mengusulkan proyek olefin TPPI dilanjutkan dengan strategi design build competition (DBC). Untuk itu, perlu contract awarding DBC stage 1 pada akhir Januari untuk mencapai target pengoperasian pabrik pada akhir 2024. Kala itu manajemen juga menyatakan telah mengantongi nama dua peserta terbaik, yakni joint operation Hyundai dan konsorsium Technip.
Dua peserta tender yang melaju ke babak final tersebut menawarkan teknologi berbeda di setiap jenis pabrik. Untuk kilang olefin, misalnya, Hyundai menawarkan teknologi Kellogg Brown & Root (KBR)–pernah satu grup dengan Halliburton, Amerika Serikat. Sedangkan Technip mengusung teknologi Technip dari Prancis.
Menurut seorang pejabat yang mengikuti proses ini, TPPI tidak menginginkan teknologi KBR ataupun Technip untuk pabrik olefin. Alasannya merujuk pada kecenderungan penggunaan teknologi kilang olefin di dunia. Saat ini, sumber Tempo menjelaskan penolakan manajemen TPPI, sebanyak 55 persen dari populasi pabrik olefin di dunia yang dibangun dalam 10 tahun terakhir menggunakan teknologi Lummus. Teknologi Technip menguasai 25 persen. Sedangkan sisanya memakai teknologi lain, termasuk KBR. “Tuban Petro dan TPPI maunya yang proven, dan banyak dipakai adalah Lummus,” ujarnya.
Perbedaan juga terjadi di desain pabrik polipropilena. Hyundai membawa teknologi Grace, Amerika Serikat. Adapun Technip membawa Lummus Novolen Technology Polypropylene. Dalam tender, lisensi teknologi yang terpilih adalah Grace. Tapi, dalam surat tersebut terungkap, TPPI membutuhkan teknologi LyondellBasell, Belanda. Jenis teknologi ini sempat masuk daftar lisensi yang akan dipakai. Tapi aturan internal LyondellBasell hanya mengizinkan penandatanganan perjanjian lisensi dengan pemilik proyek alias Pertamina.
Pertamina beralasan, disebutkan dalam surat “Arahan Dewan Komisaris”, direksi memilih teknologi yang akan diterapkan dalam proyek olefin TPPI dengan cara membuat daftar licensor yang akan diserahkan kepada peserta tender. Peserta kemudian bernegosiasi dengan pemilik lisensi tersebut. Dalam skema design build competition, semua kewajiban proyek terpusat di kontraktor. Artinya, licensor menandatangani perjanjian lisensi dan perjanjian rekayasa dengan kontraktor, bukan dengan pemilik proyek.
Skema tender yang disodorkan Pertamina itu dinilai membingungkan oleh sejumlah praktisi sektor minyak dan gas bumi, juga petrokimia. Ari Soemarno, mantan Direktur Utama Pertamina, mengatakan urutan tahap pengembangan proyek olefin TPPI ini melompat. Idealnya, dia menerangkan, pemilik proyek menentukan teknologi yang dikehendaki dulu. “Kita harus tahu teknologi mana yang paling cocok. Bahkan kalau perlu mencari konsultan untuk itu. Bukan kontraktor yang menentukan, enak saja, ini proyek owner-nya siapa?” tutur Ari. Ia mengibaratkan struktur dan konsep design build competition seperti orang malas yang menyerahkan semua hal kepada kontraktor sehingga pemilik proyek hanya menjadi pengawas.
•••
KERIUHAN proyek olefin Trans-Pacific Petrochemical Indotama tidak hanya dipicu penolakan Dewan Komisaris Pertamina. Sanggahan terhadap penetapan pemenang lelang juga dilayangkan oleh konsorsium GS Engineering & Construction Corp-PT Adhi Karma (Persero) Tbk-Tecnimont SpA kepada Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Dalam surat tertanggal 24 Mei 2021 itu, konsorsium GS Engineering menyebutkan sejumlah kejanggalan dalam proses lelang. Konsorsium mempersoalkan pemilihan Hyundai Engineering Co Ltd, yang dianggap tidak berpengalaman menyelesaikan rekayasa, pengadaan, dan konstruksi kilang olefin. Hyundai Engineering disebut tidak pernah membangun konstruksi kilang olefin sampai selesai. Portofolio yang dilampirkan Hyundai adalah pengalaman proyek gas chemical complex di Turkmenistan. Menurut surat sanggahan GS Engineering, pekerjaan EPC dan FEED proyek itu digarap oleh Toyo Engineering. GS Engineering mengacu pada informasi di situs resmi Toyo.
Kejanggalan lain, menurut konsorsium GS, Hyundai Engineering and Construction Co Ltd, yang merupakan induk Hyundai Engineering Co, saat ini terseret kasus dugaan suap yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, perusahaan yang tersangkut tindak pidana korupsi tidak diizinkan mengikuti tender proyek strategis nasional.
Ifki Sukarya di Jakarta , November 2019. ANTARA/Fauzi Lamboka
Sekretaris Perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya memastikan Pertamina telah mengevaluasi dokumen peserta tender sesuai dengan ketentuan dan persyaratan dokumen prakualifikasi. “Hasil evaluasi dokumen dan klarifikasi kepada pemilik proyek Kiyanly Turkmengas, Hyundai sebagai pemimpin di konsorsium telah memenuhi persyaratan,” ujarnya, Sabtu, 18 September lalu.
Ihwal perkara di KPK, Ifki menerangkan bahwa Pertamina berkeyakinan Hyundai Engineering & Construction Co Ltd dan Hyundai Engineering Co Ltd adalah perusahaan berbeda. Pertamina, dia mengungkapkan, mendapat konfirmasi dari Kedutaan Besar Korea Selatan. Ifki pun menegaskan bahwa perseroan telah melibatkan satuan audit internal dan tim dari Kejaksaan Agung untuk mengawasi proses tender ini.
Berbagai keyakinan itu membuat PT Kilang Pertamina Internasional mengumumkan hasil tender, awal September lalu, meski kegaduhan belum mereda. Ahok mengaku tidak mengetahui pengumuman tender tersebut. “Mereka tidak perlu melapor ke Dewan Komisaris,” ujarnya.
Ahok pun tak bisa memastikan teknologi yang akhirnya akan dipakai dalam proyek olefin TPPI, apakah tetap sesuai dengan penawaran peserta lelang atau mengakomodasi kebutuhan TPPI. Keputusan mengenai hal itu akan gamblang setelah 270 hari ke depan, seperti tertulis dalam surat ketua tim tender Muchamad Lutfi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo