Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Majelis Etik menganggap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melanggar dua kode etik.
Hanya Lili Pintauli Siregar yang menerima berkas pemeriksaan Muhammad Syahrial.
Dewan Pengawas menolak melaporkan kasus pidana Lili ke polisi.
DI angkasa, Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial menyapa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar. Keduanya berada di pesawat Batik Air yang terbang dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, sekitar Februari lalu. Pertemuan ini menjadi awal mula Lili terseret perkara kode etik di Dewan Pengawas KPK.
Masih di dalam kabin pesawat, Syahrial memperkenalkan diri sebagai teman kerja Ruri Prihatini Lubis, kerabat Lili. Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Syahrial meminta nomor telepon Lili. Keduanya kemudian berfoto bersama.
Setelah memberi nomor telepon, Lili meminta Syahrial membayar uang jasa pengabdian Ruri yang pernah menjadi Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo di Tanjungbalai sebesar Rp 53,5 juta. “Iya, Bu. Kami lagi kumpulin duit. Nanti saya beri tahu Ibu Ruri,” ujar Syahrial, seperti tercantum dalam putusan Majelis Etik Dewan Pengawas KPK.
Pertemuan itu berbuntut panjang. Ternyata, penyidik KPK tengah membidik Syahrial dalam perkara jual-beli jabatan sejak November 2019. Sebagai komisioner KPK, Lili tentu mengetahui pengusutan perkara ini.
Ia menerima laporan penyelidikan perkara Syahrial soal suap jual-beli jabatan pada Juli 2020. Setelah membacanya, ia langsung mengirim pesan kepada Syahrial. “Ini ada namamu di mejaku. Bikin malu, Rp 200 juta masih kau ambil,” tulis Lili dalam pesan singkatnya.
Percakapan berlanjut pada Oktober 2020. Kala itu, Syahrial menerima kabar penyidik KPK akan mendatangi Kota Tanjungbalai. Lewat pesan pendek, ia meminta bantuan Lili. Mantan pengacara publik berusia 55 tahun itu membalas dengan mengirimkan nomor telepon seorang pengacara. “Ini nomor Arif Aceh, komunikasilah dengan dia,” Lili membalas.
Belakangan, percakapan ini menjerat Lili. Tiga pegawai senior KPK, Sujanarko, Novel Baswedan, dan Rizka Anungnata, melaporkan dugaan pelanggaran kode etik ini ke Dewan Pengawas pada 7 Juni lalu. “Majelis Etik turut meminta keterangan saya,” tutur Rizka kepada Tempo.
Dewan Pengawas menindaklanjuti laporan ini dengan membentuk Majelis Etik. Dalam pembacaan putusan pada Kamis, 26 Agustus lalu, Majelis Etik yang diketuai Tumpak Hatorangan Paggabean dan beranggotakan Harjono serta Albertina Ho membuat putusan bahwa Lili bersalah melanggar kode etik pemberantasan korupsi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo