Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pertamina Diduga Oplos BBM, Konsumen Pertamax Merasa Tertipu

Konsumen Pertamax merasa tertipu karena Pertamina diduga mengoplos bahan bakar minyak (BBM) Pertamax dengan Pertalite.

26 Februari 2025 | 11.22 WIB

Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Pertamina.
Perbesar
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Pertamina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga dengan modus mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite membuat sejumlah masyarakat kecewa. Konsumen di berbagai daerah yang setia menggunakan Pertamax merasa dirugikan dengan adanya dugaan BBM oplosan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hal itulah yang dirasakan oleh Tria Syafaatun, yang memilih menggunakan Pertamax sejak tahun 2017 silam. "Sedih, sebal, kecewa. Ternyata selama ini dibohongi oleh oknum," kata Tria kepada Tempo pada Rabu, 26 Februari 2025. Tria mengatakan alasannya memilih Pertamax ialah karena yakin kualitas BBM RON 92 itu lebih baik untuk mesin motornya dibanding Pertalite. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dengan adanya dugaan pengoplosan BBM dalam kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga, Tria merasa rugi sebagai konsumen yang membeli Pertamax selama 7 tahun ke belakang. Hal itu lantaran menurut Tria BBM oplosan belum diketahui bagaimana detail bahannya, ia khawatir kualitas BBM yang masih dipertanyakan itu bisa merusak mesin motor. 

Sehingga Tria pun mempertimbangkan untuk tidak lagi membeli Pertamax ke depannya. "Kemungkinan beralih beli Pertalite saja, selagi belum ada hasil uji yang menyatakan Pertamax sudah benar-benar tidak dioplos," kata perempuan asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah itu. Lebih lanjut, Tria menjelaskan alasannya memilih Pertalite adalah ketidakpastian dari kualitas BBM Pertamax yang ada di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). 

Ia pun berharap ada hasil uji kualitas BBM yang dipublikasikan agar bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat. Tria berujar bila di daerah domisilinya tersedia opsi yang lebih baik dibanding Pertamax, maka ia bisa meninggalkan produk PT Pertamina tersebut.

Senada dengan Tria, seorang pengguna Pertamax yang tinggal di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, juga merasa dirugikan dengan adanya dugaan BBM oplosan. Shalvia Shahya Sahitya mengungkapkan kekesalannya. "Perasaannya sih marah ya. Ternyata selama ini beli BBM non-subsidi, niatnya mau bantu pemerintah, malahan ternyata ditipu," katanya kepada Tempo pada Rabu pagi.

Di daerah tempatnya tinggal, Shalvia bercerita untuk membeli Pertalite harus antre lebih lama di SPBU. Dengan alasan stok lebih mudah didapat, Shalvi memilih Pertamax selama satu tahun ke belakang untuk mengoperasikan sepeda motor yang baru ia punya. 

Kendati merasa rugi, Shalvia mengatakan saat ini tidak punya pilihan selain menggunakan BBM Pertamax. "Setelah tahu beritanya gini, normalnya aku pasti gak minat lagi ya. Tapi apa mau dikata di sini adanya Pertamax saja. Pertalite sulit stoknya terutama di pedalaman," ucap Shalvia. 

Kekesalan para pengguna BBM Pertamax juga ramai diekspresikan melalui aneka platform media sosial. Menurut amatan Tempo, kata kunci SPBU menjadi trending topik di media sosial X pada Rabu pagi, yang disuarakan oleh 7.845 pengguna. Dalam postingan dengan kata kunci SPBU, para pengguna X menulis kegelisahan mereka soal dugaan pengoplosan BBM Pertamax dengan Pertalite. 

"Di Jogja ada gak sih SPBU selain pertamina, sakit hati banget sama plat merah, 5 tahun setia sama Pertamax gak tahunya ditipu plat merah. Marah, kecewa sakit hati banget. Harga pertalite dijual harga Pertamax. Ditipu dicurangi negara," dikutip dari akun X @merapi_uncover pada Rabu pagi. 

Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan empat petinggi PT Pertamina (Persero) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Kasus ini secara garis besar melakukan blending atau mengoplos BBM jenis Pertamax dengan Pertalite.

Adapun seiring penetapan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh Pertamina Patra Niaga, Riva melakukan pembelian atau pembayaran untuk BBM RON 92 padahal sebenarnya membeli RON 90 atau lebih rendah. Dari pembelian itu, kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92.

Menanggapi hal itu, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengklaim kasus dugaan korupsi yang terjadi di subholdingnya, termasuk PT Pertamina Patra Niaga, tidak merugikan masyarakat.

“Untuk kualitas BBM, kami pastikan bahwa yang dijual ke masyarakat sesuai dengan spek yang sudah ditentukan Dirjen Migas (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau Kementerian ESDM),” kata Fadjar ketika ditemui wartawan usai rapat bersama Komite II DPD RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 25 Februari 2025.

Fadjar memastikan tidak ada BBM oplosan yang beredar di masyarakat. Menurut dia, kualitas BBM dicek secara berkala di Lembaga Minyak dan Gas Bumi atau Lemigas. “Kami juga melakukan pengecekan sendiri,” kata Fadjar. Karena itu, ia mengklaim masyarakat mendapat kualitas BBM sesuai dengan spek yang dibeli.

Riri Rahayu berkontribusi pada penulisan artikel ini. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus