Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - PT Pertamina EP meminta insentif untuk meningkatkan produksi sumur tua menggunakan metode injeksi uap (enhanced oil recovery/EOR). Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini ingin porsi bagi hasil ditentukan sejak awal kontrak dengan jumlah yang lebih besar. "Pertamina 45 persen dan pemerintah menjadi 55 persen," kata Direktur Pengembangan Pertamina EP, John H. Simamora, di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
John mengatakan usul ini tak hanya untuk Pertamina EP, tapi juga perusahaan swasta lain agar mau berinvestasi. Metode EOR adalah teknologi untuk meningkatkan cadangan minyak saat kegiatan produksi masuk fase tersier. Di dalam negeri, teknologi ini belum banyak digunakan perusahaan minyak lantaran butuh modal besar dan berisiko. Tanpa insentif, margin keuntungan dari investasi EOR untuk perusahaan tak lagi menggiurkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut John, kondisi pengembangan lapangan minyak saat ini makin sulit lantaran pemerintah memberlakukan skema gross split. Tambahan bagi hasil sebesar 10 persen bagi pengguna metode EOR dirasa belum cukup. "Itu kan sesuatu yang dinegosiasikan. Buat industri, ketidakpastian bukan sesuatu yang baik," ujarnya.
John juga mengusulkan adanya kepastian perpanjangan kontrak bagi perusahaan yang memutuskan menggunakan metode EOR.
Metode EOR menjadi salah satu andalan Pertamina EP untuk menambah produksi minyak. Metode EOR dan waterflood diperkirakan dapat menambah 69 persen produksi dan cadangan Pertamina.
Pertamina EP saat ini memiliki sembilan lapangan yang diproyeksikan bisa menerapkan metode injeksi. Salah satu yang sudah memasuki tahap uji coba berada di Tanjung, Kalimantan Selatan. Di lapangan ini, polimer akan dimanfaatkan untuk mengangkut sisa cadangan minyak.
Uji coba ini menghabiskan dana sekitar US$ 4 juta. Selain untuk perlengkapan fasilitas, modal digunakan buat membeli bahan kimia yang digunakan untuk injeksi.
Vice President Oil Recovery Pertamina EP, Andi W. Bachtiar, kesulitan dalam menggunakan teknologi ini disebabkan tidak ada industri hulu sampai hilir bahan kimia yang dapat memenuhi kebutuhan EOR. Tantangan lain penerapan EOR adalah keterbatasan teknologi dan peralatan laboratorium untuk penelitian penerapan metode tersebut. "Kemampuan dan pengetahuan sumber daya manusia dalam bidang chemical EOR juga masih terbatas," ucapnya.
Pemerintah saat ini masih mengandalkan peraturan yang ada terkait dengan insentif EOR. "Ada tambahan split 10 persen dari gross," tutur Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Djoko Siswanto. Ia tak menjawab ketika ditanya mengenai rencana tambahan insentif.
Djoko mengatakan produksi minyak pasti akan dilanjutkan jika cadangan masih tersedia. "Operatornya bisa sama bisa juga beda," kata dia.
Direktur Eksekutif Research Institute for Mining and Energi, Komaidi Notonegoro, menyarankan agar pemerintah menerima usul Pertamina. Insentif akan membawa angin segar bagi pengusaha yang harus mengangkut sisa minyak di sumur tua dengan peralatan canggih dan cairan kimia yang mahal.
Menurut dia, pemerintah akan diuntungkan sekalipun dengan mengurangi porsi bagi hasil. "Nanti juga balik lagi melalui penerimaan pajak yang dibayar Pertamina dan melalui dividen yang dibayar melalui Kementerian BUMN," ujarnya.
Jika ada perusahaan lain yang berminat, kata dia, metode EOR akan meningkatkan produksi dalam negeri. Dampaknya tak hanya berupa kenaikan penerimaan negara bukan pajak, tapi juga bisa mengurangi devisa impor dan membawa efek berganda di dalam negeri.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo