Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pertarungan Lobi di Blok Tanjung

Ladang minyak Pertamina dan konsesi tambang batu bara Adaro tumpang-tindih di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Kendati lifting minyak rendah, Pertamina justru diminta mengalah.

9 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESIBUKAN para pekerja Pertamina di zona merah lapangan minyak Tapian Timur, Blok Tanjung, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, masih berlangsung normal, Kamis pekan lalu. Mereka mengecek sumur, memeriksa produksi minyak mentah, lantas mengalirkannya ke blok stasiun penyimpanan. Pompa angguk bekerja di delapan sumur milik PT Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi Tanjung. Sekitar 200 barel minyak mentah keluar melalui sumur itu saban hari.

Wilayah kerja minyak dan gas yang dikelola anak perusahaan PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (Pertamina EP) itu terbagi menjadi tiga zona: merah, kuning, dan hijau. Pembagian area kerja didasarkan pada Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama antara Pertamina UBEP Tanjung dan PT Adaro Indonesia, perusahaan tambang batu bara milik taipan Edwin Soer­yadjaya, Garibaldi Thohir, dan Sandiaga Uno. Sumur-sumur minyak yang masih produktif di zona merah tak boleh dimasuki oleh Adaro.

Di zona kuning juga ada fasilitas produksi, tapi Adaro diizinkan masuk setelah ada konfirmasi. Sedangkan zona hijau aman bagi kedua perusahaan. Pembagian zona ini masih terus dirundingkan oleh kedua pihak. Perdebatan terutama menyangkut zona merah yang terlarang bagi aktivitas pertambangan batu bara, seperti di Lapangan Tapian Timur.

Sesuai dengan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama yang diteken pada Mei 2010, Pertamina harus berbagi dengan Adaro. Soalnya, lapangan minyak dan gas Tapian beririsan dengan area Kuasa Pertambangan Adaro. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik memutuskan Adaro diizinkan masuk ke kawa­san Tanjung secara bertahap. Menurut Kepala Biro Hukum Kementerian Energi Susyanto, Adaro harus membiayai pengebor­an yang dilakukan Pertamina pada struktur lain di wilayah yang sama hingga berproduksi. Setelah itu, sumur lama bisa ditutup untuk sementara.

Sejak 2010 itu, pengerukan lapisan tanah di Tapian Timur berlangsung gencar. Belasan pipa minyak nonaktif tiba-tiba tampak berdiri menjulang seperti menara, karena tanah di sekelilingnya hampir habis dikeruk. Kini tinggal delapan sumur produktif di Tapian Timur yang tersisa di ladang Balangan dan Tabalong.

Menurut anggota staf Pertamina EP Tanjung, Ruspandi, pintu masuk sumur Tapian Timur dikelilingi area tambang batu bara milik Adaro. Kendaraan berat superjumbo hilir-mudik memadati jalan tambang selebar 20 meter ini. "Butuh waktu sekitar 1 jam untuk masuk melalui area milik Adaro ini," katanya Rabu pekan lalu. "Itu pun harus dikawal dengan kendaraan bersirene untuk menghindari kendaraan tambang."

Pertamina, menurut Ruspandi, tidak memagari fasilitas produksinya. Cuma ada papan pengumuman yang menyebutkan kawasan tersebut berbahaya. Justru untuk menuju sumur minyak itu, petugas Pertamina harus melewati area pertambangan Adaro, yang tak setiap orang diizinkan melintas. "Kami harus berkoordinasi dengan petugas Adaro lebih dulu sebelum masuk ke lokasi."

Perusahaan minyak pelat merah itu berencana meningkatkan produksi di Blok Tanjung dari rata-rata 4.500 barel per hari tahun lalu menjadi 4.800-5.000 barel per hari pada 2013. Untuk itu, tahun ini direncanakan ditambah sembilan sumur baru. Upaya meningkatkan cadangan dari lapangan yang sudah mature juga dilakukan melalui metode pengangkatan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR) dengan water flooding di Lapangan Tapian Timur. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)—kini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)—telah menyetujui rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD) pada 2012.

Blok Tanjung menjadi salah satu andalan Pertamina untuk menaikkan target produksi minyak tahun ini. Ladang unggulan lain adalah Lapangan Bunyu di Kalimantan Timur dan Lapangan Ramba di Sumatera Selatan.

Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana setelah berkunjung ke lokasi ini pada Februari 2013 mengatakan injeksi kimia telah dilakukan untuk proyek EOR di Lapangan Tanjung sejak 12 Februari 2013. Produksi minyak yang sebelumnya 300 barel per hari bisa didongkrak menjadi 700 barel per hari. Diharapkan dengan injeksi kimia akan bisa diproduksi 1.000 barel per hari.

1 1 1

TUMPANG-tindih wilayah kerja migas Pertamina dengan batu bara di Tanjung terjadi sejak Adaro mendapatkan konsesi pertambangan pada 1992. Sedangkan Pertamina menguasai lebih dari 170 sumur tua peninggalan perusahaan Belanda, NV Bataafsche Petroleum Maatschappij, yang menambang sejak abad ke-19.

Semula tak ada masalah dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tiap perusahaan. Persoalan muncul ketika kegiatan mereka bertemu di area yang beririsan. Manajemen Pertamina EP, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang dibentuk pada 2005, mencoba "mengurus" masalah itu. Sumber Tempo bercerita, direksi menyampaikan persoalan ini kepada BP Migas, yang saat itu dipimpin Raden Priyono, juga ke Wakil Menteri Energi, yang ketika itu dijabat Rudi Rubiandini. Keluhan juga diungkapkan melalui direksi Pertamina, dengan harapan induk perusahaan akan membantu mencari jalan keluar.

Sumber itu menambahkan, Pertamina Tanjung semestinya memiliki posisi tawar karena telah menggarap lapangan tersebut lebih awal. Apalagi para pejabat tinggi kementerian duduk di jajaran komisaris perusahaan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas adalah ex officio komisaris di Pertamina. Setelah Evita Legowo pensiun akhir tahun lalu, posisi ini diduduki Aloysius Edi Hermantoro. Sebelumnya, Edi menjabat komisaris di Pertamina EP. Komisaris Pertamina EP lain adalah Wakil Menteri Energi Susilo Siswoutomo dan Gde Pradnyana. Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati juga tercatat sebagai komisaris Pertamina.

Toh, deretan pejabat itu tidak memberi keuntungan buat Pertamina. Gde Pradnyana, yang Februari lalu berkunjung ke lokasi dan memuji program EOR Pertamina EP di Lapangan Tapian, kini memberi jawaban mengambang. "Saya belum mendapatkan data tentang hal itu. Soal tumpang-tindih lahan mungkin bisa ditanyakan kepada Pak Lambok. Beliau yang membawahkan soal pertanahan," katanya Jumat pekan lalu.

Lambok Hutauruk, Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas, meminta Tempo menanyakan hal ini kepada Deputi Perencanaan Aussie Gautama. "Terus terang tentang hal ini saya belum mengerti. Silakan ditanyakan ke Deputi Perencanaan."

Direktur Hulu Pertamina Husein malah tidak menganggap tumpang-tindih lahan yang merugikan perusahaannya ini sebagai persoalan. "Overlapping itu sesuatu yang harus dibicarakan, itu biasa. Sudah ada kesepakatan-kesepakatan, tidak ada masalah," ujarnya Kamis pekan lalu.

Menurut sumber Tempo, ada lobi bos Adaro, Garibaldi "Boy" Thohir, kepada petinggi pemerintah yang membuat Adaro di atas angin. Juli lalu, misalnya, Wakil Menteri Susilo Siswoutomo memimpin rombongan pejabat ke Lapangan Tapian. Turut serta dalam kunjungan itu direktur operasi dan General Manajer Pertamina EP, perwakilan SKK Migas, serta petinggi Adaro. Sebuah helikopter Puma disewa khusus oleh Pertamina untuk mengangkut rombongan itu. Eh, di lokasi Susilo malah bertemu dengan Boy Thohir.

Pada 18 Juli 2012, ada pula kunjungan ke zona merah Tapian Timur yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Waryono Karno. Hadir pula Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Teguh Pamudji, Direktur Bina Usaha Minerba Edi Prasojo, Direktur Bina Usaha Migas Naryanto Wajimin, Kepala Biro Hukum dan Humas Sus­yanto, serta Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi Ego Syahrial.

Ikut pula dalam rombongan itu Kepala Divisi Perwakilan BP Migas Mulyani Wahono, General Manager Pertamina EP Tanjung, dan Assistance to Director Presiden Direktur PT Adaro Indonesia Febri Prasetyadi. Rabu dua pekan lalu, Waryono Karno dan Febri Prasetyadi dicekal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus suap yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Rudi telah ditahan oleh KPK sejak 13 Agustus lalu.

Wakil Menteri Susilo mengaku tidak mengetahui sengkarut tumpang-tindih lahan Pertamina dan Adaro. Sebagai Komisaris Pertamina EP, ia mengaku tidak terlibat urusan operasional. Direksi dan komisaris memang membahas kinerja perusahaan. "Khusus tentang tumpang-tindih lahan dengan Adaro, saya enggak pernah bahas," katanya.

Susilo tak membantah jika disebut bertemu dengan Boy Thohir di Kalimantan pada Juli lalu. Saat itu, ia mengaku sedang melakukan safari Ramadan dan meninjau pilot project surfactant. "Kunjungan saya ke sana enggak ada kaitan dengan acara beliau." Menurut Susilo, Boy datang menghadiri acara Gubernur dan Musyawarah Pimpinan Daerah Kalimantan Selatan.

Sekretaris Perusahaan Adaro, Devindra Ratzawin, belum menjawab pertanyaan yang dikirimkan Tempo melalui surat dan layanan pesan pendek. Boy Thohir ketika dihubungi Bambang Harymurti dari Tempo mengaku sedang berada di Kuala Lumpur. Dia berjanji segera memberi penjelasan tentang masalah ini. Pada acara penandatanganan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama, Mei 2010, ia mengatakan kesepakatan bersama ini telah melalui proses yang cukup panjang. Ia berharap dapat terjalin hubungan kerja sama yang lebih baik di antara kedua pihak.

1 1 1

SENGKARUT tumpang-tindih lahan antara Pertamina dan Adaro akhirnya diambil alih Menteri Energi Jero Wacik karena persoalannya bersifat lintas sektoral. Pihak yang terlibat adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi; Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi; serta SKK Migas. Jero menerbitkan surat pembentukan tim penyelesaian kasus tumpang-tindih lahan ini. Anehnya, menurut beberapa sumber, surat itu cuma ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Energi Susyanto, dengan klasifikasi sangat rahasia.

"Siapa bilang saya yang teken?" Susyanto membantah. Menurut dia, yang menandatangani surat itu adalah Menteri Jero Wacik. Surat itu ditindaklanjuti dengan surat Direktorat Jenderal Migas kepada Pertamina EP dan surat Dirjen Minerba kepada Adaro. Ia menjelaskan, penyelesaian persoalan tumpang-tindih lahan ini diputuskan oleh Menteri Energi berdasarkan pertimbangan tim teknis serta kajian yang dilakukan Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Lemigas.

Keputusan itu adalah Adaro mendapat hak mengelola area yang tumpang-tindih dengan wilayah kerja Pertamina selama tujuh tahun. Tapi perusahaan ini juga harus menanggung biaya pemindahan aset Pertamina, seperti sumur minyak nonaktif, yang ada di area tersebut. Saat ini terdapat 12 sumur tua tidak produktif peninggalan Belanda di sana.

Adaro juga harus membiayai kegiatan eksplorasi Pertamina di ladang baru, yakni Warukin Tengah dan Selatan—juga di Blok Tanjung—hingga memproduksi minyak. Bila minyak telah mengucur, barulah delapan sumur produktif di area yang tumpang-tindih bisa ditutup untuk sementara. Ladang Warukin Tengah dan Selatan diperkirakan menyimpan potensi sekitar 200 barel minyak mentah per hari.

Nilai nominal pemindahan aset saat ini masih dirundingkan oleh Pertamina, Adaro, dan Kementerian Energi. Beberapa sumber Tempo ragu Adaro mau membayar biaya penggantian. "Mudah-mudahan sih bisa ditagih." Susyanto memastikan pemerintah akan mengawasi pelaksanaan perjanjian pemanfaatan lahan bersama itu.

Kendati perjanjian sudah disepakati, pejabat di bawah, seperti Asisten Manajer L&R PT Pertamina Tanjung, Himawan Djatmiko, masih menyisakan kekecewaan. Dia menyayangkan keputusan menutup sementara delapan sumur di ladang Tanjung. "Soalnya kualitas minyak mentah yang dihasilkan bagus dan kental," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Center Marwan Batubara menilai ada keanehan dalam penyelesaian sengketa lahan Pertamina-Adaro. "Pertamina seolah-olah tidak berdaya," katanya Kamis pekan lalu. Menurut Marwan, Pertamina dirugikan karena sudah berinvestasi membangun fasilitas produksi. Termasuk potensi penerimaan perusahaan yang molor.

Menurut sumber Tempo, dalam kasus ini Pertamina dinomorduakan. Padahal saat ini lifting minyak nasional di bawah target. "Pemerintah butuh minyak. Lha, kalau pengembangan lapangan minyak, termasuk EOR, tidak mendapatkan prioritas utama, perlu dipertanyakan," ujar si sumber. "Apalagi harga batu bara sedang jeblok."

Masih ada kerugian lain yang harus ditanggung Pertamina. Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Mukri Priyatno mengingatkan, Pertamina EP sebagai pemilik pertama lahan akan dianggap sebagai pihak I bila terjadi kerusakan lingkungan. "Jika ada kerusakan lingkungan akibat penambangan Adaro, pihak pertamalah yang akan dimintai pertanggungjawaban," ucapnya. "Sedangkan Adaro hanya akan menjadi pihak ketiga yang dimintai pertanggungjawaban."

Retno Sulistyowati, Sorta Tobing, Akbar Tri Kurniawan, Amandra Mustika Megarani, S.G. Wibisono (Kalimantan Selatan)


Lapangan Tapian
Wilayah kerja: Lapangan Tapian Timur, Blok Tanjung
Lokasi: Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan
Pengelola: PT Pertamina EP UBEP

Jumlah sumur:
Lapangan Tapian 8 sumur aktif, 12 nonaktif. Di Blok Tanjung ada 174 sumur. Sebanyak 80 sumur masih berproduksi, 40 sumur injeksi, dan sisanya sumur tua.

Produksi:
Lapangan Tapian 200 barel per hari, Blok Tanjung 4.200 barel per hari. Produksi akan ditingkatkan dengan metode pengangkatan minyak tingkat lanjut (enhance oil recovery/EOR).

Metode EOR:
Menginjeksikan air yang tepat berdasarkan komposisi kimianya ke reservoir. Hal ini dilakukan setelah tenaga dorong alamiah di reservoir tidak mampu lagi mendorong minyak ke permukaan, sehingga air yang diinjeksikan berguna sebagai tambahan energi pendorong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus